Sore hari
Firenze-ItaliaMasih di taman kota. Delano diam seorang diri selepas kepergian Calista. Wajahnya masih terbayang, sejenak rasa itu mampu mengusir kecewa dan benci yang ia rasakan pada Jeff sebelumnya.
Kepalanya menengadah menatap langit. Ia bersandar di ayunan mengasingkan diri sejenak, dari riuhnya jalanan yang bising dengan rutinitas sehari-hari.
Lukisan merah di langit jingga begitu menakjubkan. Hatinya semakin getir ketika gemuruh langit meluapkan kemarahan menampakkan cahaya kilat yang perdetik menerangi suasana taman yang kian sunyi.
Lihatlah. Bekas terbakar di ujung kain yang ia kenakan. Masih terbayang ngeri ketika kobaran api menyambar setiap sudut ruangan dan kedua temannya
Beberapa kendaraan melintas. Bisingnya terdengar keras dari dalam mobil yang ditumpangi oleh Delano. Suara orang yang berlalu lalang, dan juga klakson mobil ketika berada di lampu merah begitu riuh terdengar.Namun, tidak juga mampu membuat Delano tersadar dari pingsannya. Sudah satu jam berlalu semenjak perjalanan pulang dari galeri Jeff Hilton. Ia masih sama. Tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan sedikitpun.Oscar begitu cemas, begitu juga yang lainnya. Mendadak suasana menjadi hening ketika seorang dokter pribadi Oscar memeriksa keadaan Delano."Apakah dia baik-baik saja?" tanya Emely, ia begitu mencemaskan Delano."Ia hanya trauma dengan sesuatu, hibur saja setelah bangun. Agar dia mamp
Jeff bangun lebih awal dari biasanya. Ia segera mengenakan jas mahalnya. Ini memang rutinitas sehari-hari yang tak biasa. Ia bahkan tergesa-gesa mencari Oscar. Tanpa Oscar Jeff hilang keseimbangan. Sebab Oscar adalah pengikut setia yang selalu menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Jeff Hilton."Oscar!" teriaknya, Jeff terus berjalan dengan langkah cepat menyusuri setiap sudut ruangan.Setiap kamar tamu ia buka. Kosong. Tidak ditemukan satu pun penghuni di dalamnya. Jeff juga tidak berhenti berteriak memanggil dengan suara lantang."Oscar! Oscar … Oscar!" teriak Jeff sambil terus berjalan. Ia bahkan mengabaikan seluruh maid yang bekerja padanya.Namun, O
Delano terbangun di sepertiga malam. Perlahan jemarinya menyingkap gorden dan menatap ke arah luar jendela. Malam tak beranjak dari pekat. Lenguhan-lenguhan hewan malam masih terdengar. Meski ada juga keheningan dalam sudut ruangan. Deru jantung Delano berdegup terdengar menggema. Mengisi senyapnya malam. Hari ini adalah waktu yang lama dinantikan. Pertemuan anak dan bapak yang lama berpisah. Bahkan sejak terlahir belum pernah sekalipun Delano bertemu dengan ayah kandungnya. Delano bersemangat membersihkan diri. Berpakaian rapi, kemudian hendak pergi meninggalkan kediaman Oscar. Ia berlari kecil menuruni anak tangga. Langkahnya tiba-tiba terhenti, ketika Hendri dan Bob menghadangnya tepat di dasar tangga. "Mau ke mana?" tanya
Suara riuh sekali saat itu, suara gedebuh sahut menyahut bergantian. Tiba-tiba gerombolan bodyguard pilihan Jeff Hilton baku tembak dengan Bob dan Hendri. Untung saja mereka berdua terbiasa hidup keras di jalanan. Bang… Bang…. Suara tembakan terus menerus tanpa jeda. Daren melangkah cepat menggandeng lengan Jeff membuatnya setengah berlari, langkahnya pun menjadi tersengal lalu mendesaknya hingga tubuhnya terdesak ke sudut tembok. "Siapa kamu? Kenapa kamu begitu mirip dengan Delano?" tanya Jeff, dengan manik mata yang terus bergerak-gerak. "Aku Daren! Benar katamu, Delano memang sudah mati!" serunya sambil menyeringai menakutkan. Namun, bukan Jeff jika merasa ketakutan dengan lawan yang hanya seperti seorang Daren. Justru sebaliknya, Jeff membalas tatapannya dengan tatapan sinis. Netranya terus menjelajah me
Delano kesal, tetapi tidak mampu meluapkan emosi karena tubuhnya sedang dikuasai oleh jiwa Daren. Bak orang kesurupan, Daren melakukan segala sesuatu semaunya.Darah di pinggangnya terus mengucur tanpa henti. Kemeja putih yang ia kenakan kini dipenuhi bercak darah berwarna merah disertai bau anyir. Ia membalutnya dengan jas mewah yang sengaja ia robek di bagian lengan sebagai penutup luka.Giginya saling beradu hingga menimbulkan suara menahan rasa sakit. Meski begitu ia tetap membalut luka tersebut sambil sedikit berteriak."Aaaaargh ...."Luka itu membuatnya semakin menggila ingin meluapkan emosi yang selama ini dibendungnya terlebih ia kesakitan karena Jeff. Membuatnya beringas menyerang pria paruh baya tersebut dengan liar.
Oscar dan Delano tercekat menatap Daren dengan jantung berdebar. Saat itu, Daren bersiap meniup kalung yang menggantung di lehernya diiringi seringai di wajahnya.Sedangkan Jeff memasang wajah memelas berharap Daren memaafkan segala kesalahannya di masa lalu. Tentang ibu Delano, tentang perbuatannya pada Miranda, dan juga para seniman yang ia paksa untuk merelakan maha karya mereka.Priiiit …!Benar. Peluit dengan nada panjang telah Daren tiup. Delano, beserta Oscar yang berada di tempat tersebut terbelalak. Bibir Delano bahkan terbuka lebar, matanya juga ikut mendelik melihat para gerombolan dalmantian berhamburan mendekat.Hening. Hanya suara riuh sepatu kaki anjing dalmantian berlarian mendekat. Seisi
Hari berganti hari, Oscar datang menjemput Delano yang berangsur membaik. Perban luka di pinggangnya yang di jahit pun sudah mulai dilepas.Pagi itu, Oscar datang bersama kedua teman Delano untuk menjemputnya. Setelah kematian Jeff, harta kekayaan jatuh ke tangan Delano sebagai pewaris tunggal."Delano, bagaimana keadaanmu?" tanya Oscar. Masih dengan ekspresi wajah yang sama seperti sebelumnya. Selalu dingin dan irit kata, kecuali ada kepentingan mendesak yang memerlukan penjelasan."Aku sudah membaik. Apa hari ini aku bisa pulang?" tanya Delano memastikan, ia penasaran dengan kedatangan Oscar yang sebelumnya jarang menjenguk.Daren pun sejak Delano dirawat di Rumah Sakit tidak pernah melihat lagi batang hidungnya. Hal itu juga sangat mengganggu pikirannya."Ya, kamu akan tinggal d
Keesokan harinya.Delano tidak terlalu mempedulikan Calista sebagai pembalasan atas semua perlakuan buruk yang dulu ia lakukan. Bahkan meski gadis itu terkesan tersiksa tidur di sofa bludru panjang berwarna merah maroon yang terletak di sudut ruangan.**Matahari telah menampakkan silaunya, tergelincir tetapi sinarnya menghangatkan seluruh makhluk yang ada di bumi. Sementara itu suhu udara sudah tidak terlalu panas. Debu bergulung-gulung tertiup angin. Pusaran angin membawa debu pada sebuah gang sempit di kediaman Oscar.Delano baru saja pergi ke butik Emely. Penampilannya terlihat santai dengan t-shirt dan juga celana jeans panjang. Sedangkan kakinya mengenakan alas sepatu kulit berwarna brown. Meski luka bekas ditikam Jeff