TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 54
Sekian menit diam di tempat, aku pun menghampiri Hena dan berhenti di sampingnya. Menyadari kedatanganku, ia langsung tancap gas dan menyimpan ikan ke dalam keranjang yang dia bawa.
"Bu Haji beli ikan di Hena?" tanyaku.
"Tidak, Rin. Kan, Ibu sudah pesan di kamu. Eh, tahu gak, Rin, kalau tadi si Hena jelek-jelekin kamu, lho."
"Gak papa, Bu. Biarkan saja. Kalau Bu Haji, mau ambil ikan di si Hena, Arini gak papa, kok."
Bu Haji berjalan semakin mendekatiku.
"Jangan ngomong gitu, Rin. Ibu hanya mau ikan dari kamu, sudahlah ikannya seger, kalau beli banyak suka ada potongan harga, lagi. THR pas lebaran, gak pernah ketinggalan. Udah, ah Ibu gak mau pindah dari kamu," t
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 55"Ibu dan Ira serta Ari, akan pulang ke Magelang. Tapi, Ibu tidak cukup ongkos. Pinjamkan Ibu uang, Rin. Ibu mohon, bantu Ibu untuk kali ini saja." Wanita yang wajahnya sudah dipenuhi keriput itu menangkupkan kedua tangan di dada."Bu, kenapa harus ke Arin? Kenapa gak minta sama Mas Andri. Bukankah sekarang dia sudah punya penghasilan yang lumayan?"Aku turun dari motor, kemudian duduk di teras rumah."Andri enggan memberikan uang sepeser pun untuk kami, Rin. Dia masih marah sama Ari, soal Hena waktu itu. Jangankan memberikan uang, bertemu pun kami tidak. Dia tinggal di rumah temannya, sedangkan kami, tinggal di rumah kosong yang tidak ditempati pemiliknya. Kami di sini terlantar."Aku melihat pada Ibu yang kini bersandar pada tiang rumah. Ia sesekali mengusap matanya yang sudah memerah.Aku ti
"Aku tidak menyangka kalian ternyata sekotor ini!""Tidak, kami tidak melakukan apa-apa!" ujar Yusuf sembari mengancingkan satu persatu kancing bajunya."Tidak bagaimana, itu buktinya sudah jelas, bajumu pun terbuka, Yusuf!" ujar pria yang sedari tadi terus menuduh."I—ini karena—""Alaaaah, jangan banyak alasan, ayo, seret mereka ke luar!""Ayo, bawa mereka keluar!!""Ayo, giring mereka!!"Suara orang-orang mulai bersahutan.Ditariknya aku dan Yusuf dengan paksa. Dadaku berdetak hebat saat mereka semua menyeretku hingga ke depan Abah."Ada apa ini? Kenapa kalian menyeret anakku seperti itu?" ujar Abah."Anakmu telah berzinah dengan Yusuf!""Tidak, Bah. Itu tidak benar.
"Menikahi Arini! SEKARANG JUGA!!"Deg!Aku memegangi dadaku sambil menggelengkan kepala. Tidak mungkin aku menikah dengan pria yang sama sekali tidak aku cintai. Apakah aku bermimpi?Tolong, siapa pun itu, bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Aku tidak mau menikah secepat ini."Abah, saya minta ijin untuk menikahi putri Abah. Demi nama baik Abah, dan Arin. Juga demi nama baik saya." Yusuf kembali berucap dengan lembut kepada waliku.Tidak ada yang bisa Abah lakukan selain mengangguk pasrah. Tidak ada pilihan lain untuk meredakan amarah warga yang sudah terlanjur dikuasai emosi."Silahkan." Hanya kata itu yang keluar dari bibir Abah. Membuat rasa sakitku kian bertambah.Malam semakin larut, air laut terdengar semakin bergemuruh. Seperti gemuruhnya hatiku yang dilanda kepedihan. Hatiku hancur karena
TERUNTUK MANTAN ISTRI SUAMIKU 58"Abah, Arin ikut pulang." Aku seperti anak kecil yang akan ditinggalkan ayahnya pergi jauh. Aku memegang baju bagian belakang Abah yang berjalan menuju pintu keluar."Rin, kamu itu sekarang sudah jadi istrinya Yusuf, masak, mau ikut pulang sama Abah? Terus, suamimu gimana?"Aku dan Abah berdiri saling berhadapan.Mataku sesekali menoleh pada pria yang juga berdiri tengah memperhatikanku dan Abah.Aki Sanip dan istrinya sudah pulang terlebih dahulu, tinggallah Abah yang terus merayuku untuk tetap tinggal bersama Yusuf."Pernikahan ini bohongan, Bah. Aku gak mau tinggal dengan dia," ujarku merajuk lagi.Abah menatapku tajam. Ia tidak suka aku menyebut ini pernikahan bohong
Kemarin aku menyanggupi untuk memberikan uang pada mereka. Untuk mereka pulang kampung.Segera aku mengambil ponsel dan menelepon Ira. Untungnya, dia mau mengangkat teleponku."Mbak di mana? Kita sudah siap untuk berangkat," ujar Ira langsung tanpa jeda."Iya, Ra. Aku lupa. Kamu sekarang lagi nunggu di mana? Biar aku langsung ke sana.""Di ... depan pom mini, Mbak. Kita sedang nunggu angkutan umum," ujar Ira lagi.Aku segera mematikan sambungan telepon, menghampiri motor dan langsung tancap gas menuju tempat yang disebutkan Ira.Sampai di sana, benar saja jika tiga orang itu sudah menunggu untuk berangkat. Mobil yang akan membawa mereka pun sudah berada di depan mereka."Maaf, aku telat," kataku seraya turun dari motor."Gak papa, Rin. Kita masih belum berangkat, k
Di dalam gelapnya penglihatanku karena mata terpejam, aku bisa merasakan jika tubuhku melayang. Yusuf, dia menggendongku dan membawaku entah ke mana.Aku sadar, dan sangat sadar. Karena, aku hanya pura-pura pingsan untuk menghindari tatapan jijik dari pria yang bergelar suamiku itu.Yusuf menyimpan tubuhku entah di mana. Mungkin di sofa ruang tengah tadi. Eh, tapi tidak. Ini lebih empuk dari sofa tadi.Aku membuka mataku sedikit, dan ... kamar?Astaga, Yusuf membawaku ke kamarnya?"Rin, bangun, Rin," ujar Yusuf dengan memukul pelan pipiku.Tahan, jangan sampai bangun. Bertahanlah mata, jangan sampai terbuka. Apa yang harus aku katakan jika bangun dan melihat wajahnya. Aku tidak sanggup, aku malu. Demi Tuhan aku sangat malu.Membayangkan
"Halo, siapa ini?" ujar Hena dengan suara manjanya. Ih, sangat menjijikkan."Halo, em ... ini aku, Yusuf.""Oh, A Yusuf? Ada apa A? Aa punya nomor Hena dari siapa?"Aku yang mendengar percakapan Hena dan Yusuf, serasa ingin muntah mendengar suara Hena yang dibuat sehalus mungkin."Ada lah. Hena, bisa tidak kalau sekarang datang ke rumah saya?" tanya Yusuf."Bisa, bisa sekali, A. Memangnya Aa lagi butuh ikan, ya? Nanti saya bawakan. Mau berapa kilo, A?" tanya Hena dengan antusias."Ah, tidak. Saat ini saya tidak sedang butuh ikan. Tapi, saya mau ngobrol dulu aja denganmu. Menyesuaikan harganya, siapa tahu cocok, nanti kita bisa kerja sama." Yusuf mulai berbohong."Ok, A. Sekarang juga Hena, ke sana."Beberapa saat menunggu, Hena datang dengan sepeda motornya
"Saya, selaku orang yang sudah memfitnah Arini dan Yusuf, ingin mengatakan kepada semua orang, bahwa Arini dan Yusuf, tidak melakukan zina. Semua yang terjadi, adalah murni kesalahan saya. Saya yang memfitnah mereka!"Meski dengan suara lirih dan dengan menahan tangis, Hena berbicara jelas dengan dibantu alat pengeras suara.Orang-orang yang kita lewati, melihat ke arah kita dan mendengarkan apa yang Hena ucapakan.Seketika itu juga, mereka menyoraki Hena dengan berbagai umpatan yang keluar dari mulut-mulut jahat tetangga.Tidak berhenti sampai di situ, Yusuf terus mengendarai mobil sampai masuk ke dalam perkampungan yang padat dengan rumah-rumah warga. Dan berhenti, tepat di depan warung yang banyak Ibu-ibu tengah berghibah ria.Hena kembali mengucapkan kata yang