TESTPACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKU
POV MAYRA
Aku mendekap erat tubuh Nathan mencoba menenangkannya meskipun aku tahu semua itu percuma.
“Maafin, Nathan, Bu,” lirihnya. Bisa kurasakan penyesalan yang sangat dalam dari Nathan, tangisnya sangat pilu, pundaknya bergetar hebat.
“Argh!”
Prang!
Suara kaca pecah itu membuatku langsung melepaskan pelukan Nathan dan berlari ke sumber suara. Aku membelalak melihat cermin di kamar Nathan pecah berhamburan. Mas Ardi membuka lemari dengan kasar dan memasukan baju Nathan ke dalam tas di tangannya.
“Mas, tolong jangan lakuin ini.” Aku memohon, mencoba menahan tangan Mas Ardi, tidak sengaja jemariku menyentuh cairan kental berbau amis yang menetes dari jari tangannya.
“Mas, tangan kamu luka,” tegurku. Mas Ardi pasti melukai dirinya sendiri.
“Luka ini nggak ada apa-apanya dibandingkan luka yang ada di sini,” tutur Mas Ardi sambil menepuk kuat dadanya.
Aku juga sama terlukanya dengan Mas Ardi. Orangtua mana yang tidak terluka melihat anak yang sangat disayangi membuat kesalahan besar yang sulit untuk dimaafkan.
“Angkat kaki dari rumahku sekarang juga!” seru Mas Ardi sambil melempar tas ke hadapan Nathan yang baru saja menyusul ke kamar.
“Yah–”
“Jangan panggil aku Ayah. Aku tidak memiliki anak sepertimu!” bentak Mas Ardi.
Aku mencoba menahan Mas Ardi yang menyeret Nathan ke luar rumah. Tanpa berkata apapun lagi ia mendorong Nathan sampai terjatuh di lantai. Mas Ardi mengunci pintu dan membawa kuncinya membuatku tidak bisa apa-apa. Mustahil jika aku lewat jendela karena jendela itu menggunakan terali besi. Dari celah jendela aku mencoba berbicara pada Nathan.
“Sayang, kamu pergi ke rumah Tante Syifa sementara waktu, ya. Ibu akan coba bicara sama Ayah kamu,” ujarku.
Uang seratus ribu yang ada di saku gamisku menjadi bekal Nathan untuk sampai di rumah Mbak Syifa–Kakakku–setidaknya disana Nathan bisa tinggal sementara waktu.
“Tapi, Bu–”
Aku menyelipkan tangan lewat celah jendela, menggenggam tangan putra tersayang. Mencoba meyakinkannya untuk pergi.
“Nak, dengarkan Ibu! pergilah, kamu akan baik-baik di sana,” titahku.
Nathan berjalan gontai dengan tas besar di tangannya. Ia harus berjalan setengah jam untuk sampai di jalan raya dan mendapatkan kendaraan umum. Jika bisa, aku ingin menemaninya. Ini adalah cobaan berat bagi Nathan. Aku tahu semua ini memang berawal dari kesalahan yang diperbuatnya. Bukankah manusia tidak pernah luput dari kesalahan? Termasuk diriku.
Dengan cepat kuraih benda pipih itu di meja. Memberi tahu Mbak Syifa jika Nathan akan datang ke sana dan menginap untuk beberapa hari. Aku tidak berani menelepon takut jika Mas Ardi mendengar akan semakin marah dan tidak bisa menahan amarahnya.
Mengingat jika tangan Mas Ardi tadi terluka, sebelum ke kamar aku mengambil kotak p3k untuk mengobati tangan suamiku. Tak lupa aku membasuh wajah yang sudah sembab dan banyak jejak air mata.
Mas Ardi terlihat duduk termenung di ranjang. Darah itu masih menetes dan sebagian sudah mengering. Aku berjalan mendekat dan membersihkan luka itu. Mas Ardi tidak bereaksi apa-apa, aku dan dia sama kecewanya dengan apa yang telah diperbuat oleh Nathan. Mungkin saat ini Mas Ardi belum bisa menerima kenyataan, tapi cepat atau lambat ia bisa menerima meskipun tidak bisa menghilangkan rasa kecewa yang ada.
Sebesar apapun kesalahan anak, orang tua pasti akan menerima dan memaafkannya. Aku juga tidak akan tega melihat Nathan menanggung masalah sebesar ini sendiri, dia yang pernah menjadi bagian dalam tubuhku selama sembilan bulan. Menjaga dan merawatnya mengabaikan kondisi tubuh yang bahkan jauh dari kata baik, aku selalu menginginkan yang terbaik untuknya. Saat anak merasa sakit, orangtua akan merasa lebih sakit lagi. Saat anaknya bahagia orangtua akan lebih bahagia.
“Biarkan aku sendiri!” seru Mas Ardi lalu keluar dari kamar. Aku tahu dia tidak ingin diganggu untuk saat ini.
Aku juga ingin merenung, mungkin Nathan seperti ini karena didikkanku yang kurang. Aku merasa benar-benar menjadi ibu yang gagal. Ponselku bergetar, nama Mbak Syifa terpampang di sana. Dengan cepat jemari ini membuka pesan masuk di aplikasi hijau milikku.
[Besok kamu harus kesini, ceritain semuanya sama Mbak.] Isi pesan yang dikirim Mbak Syifa.
Aku menghela nafas panjang, entah apa yang akan dipikirkan kakakku itu saat mengetahui apa yang telah diperbuat keponakan tersayangnya. Suara adzan magrib berkumandang. Langsung beranjak untuk mengambil air wudhu. Waktu yang tepat untukku mengadu pada Sang Pencipta, sesungguhnya tidak ada masalah yang diberikan melebihi kesanggupan hamba-Nya. Hanya bisa berdoa, agar Allah menghadirkan rasa kuat dan ikhlas dalam hati ini.
Disaat tidak ada seorangpun yang mengerti dengan perasaanku, hanya Allah tempatku mengadu dan mengeluh. Ya Allah … maafkan hamba-Mu yang belum bisa mendidik Nathan dengan baik. Bahkan air mata ini rasanya sudah kering, tapi tidak mengubah hancurnya hatiku. Tak hentinya aku melafalkan asma Allah untuk membuat hati ini tenang. Gemercik air terdengar, sepertinya Mas Ardi baru akan shalat.
Ponselku kini berdering menandakan panggilan masuk. Perlahan bangkit dan meraihnya yang tergeletak di atas nakas. Tertera deret nomor yang tidak kukenal. Mengabaikannya karena tidak penting, jikapun orang itu ada kepentingan pasti akan kembali menghubungiku. Berselang beberapa detik setelah ponselku berhenti berbunyi, kini kembali menampakan panggilan masuk dari nomor yang tadi. Tanpa pikir panjang langsung mengangkatnya.
“Halo … apa benar ini orangtuanya Nathan?” tanya seorang wanita dari seberang telepon.
“Iya, saya ibunya. Maaf ini siapa, ya?” Aku bertanya balik.
“Saya ibunya Kayra. Saya ingin menyelesaikan masalah anak-anak kita secepat mungkin,” tuturnya.
Jantung ini berdegup kencang saat mengetahui ternyata yang menghubungiku adalah ibunya Kayra. Perkiraanku mereka pasti ingin meminta pertanggungjawaban Nathan.
“Bu … apa ibu dengar saya bicara?” tegurnya.
“I–iya,” balasku.
“Datanglah ke rumah kami besok jam dua siang,” ujarnya sebelum memutuskan sambungan telepon. Kepala ini berdenyut hebat, masa depan anakku yang terbayangkan akan cemerlang kini musnah seketika saat masalah ini hadir.
***
Rasa malas menggelayuti diri ini, selesai shalat subuh dan tadarus al-quran aku duduk termenung di atas sajadah, tak hentinya melangitkan doa meminta yang terbaik. Bukan hanya untukku tapi untuk keluargaku, orang-orang yang kusayangi. Pintu berderit, menampakkan Mas Ardi yang kini berjalan masuk. Rambutnya sudah basah, sepertinya dia baru selesai mandi. Tapi ini masih terlalu pagi jika dia mau berangkat kerja.
Tanpa diminta, aku langsung bangkit dan menyiapkan bajunya. setelah itu meninggalkannya untuk membuat sarapan meskipun aku tahu itu akan sia-sia. Mas Ardi tidak akan menyentuh makanan yang aku buat. Ragu rasanya mengatakan pada Mas Ardi mengenai permintaan ibunya Kayra yang mengundang untuk datang ke rumahnya siang ini.
Aku memberanikan diri untuk mengatakannya, menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan.
“Mas–”
“Aku tidak akan peduli kalau kamu mau membicarakan mengenai anak itu!” tutur Mas Ardi. Dia pergi tanpa pamit, amarahnya masih belum reda. Rasa sesak kembali menelusup ke dalam dada saat Mas Ardi menyatakan ketidak peduliannya pada Nathan.
Bersambung ….
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 40POV AUTHORDengan perasaan yang masih berkecamuk Nathan tidak mengurungkan niatnya untuk membuat laporan, ia sudah mengatakan pada sang ibu jika mungkin akan pulang telat karena mengurus masalah ini. Dengan umurnya yang sudah di atas dua puluh tahun Nathan memiliki pemikiran yang sangat matang dalam mengatasi segala permasalahan yang ada.Seorang lelaki berbadan tegap memperhatikan gerak-gerik Nathan dari jauh, ia mengikuti Nathan sampai Nathan kini berada di kantor polisi. Tidak menyadari jika dirinya diikuti, Nathan terlihat santai memasuki gedung bertingkat itu dan langsung membuat laporan. Membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk melaporkan kasus Zoya karena tidak hanya Nathan yang harus dilayani oleh para polisi itu. Nathan menunggu sembari memainkan ponselnya untuk mengusir kejenuhan.Saat namanya dipanggil ia langsung bangkit dan mengatakan tujuannya datang sekaligus memberikan semua bu
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 39POV AUTHOR“Ayah serahkan semuanya sama kamu, Nak. Orang-orang licik itu memang harus dibasmi, kalau kita nggak berani mungkin ada banyak yang menjadi korban,” tutur Ardi dengan tegas.“Pulang dari kampus Nathan baru akan buat laporan ke kantor polisi,” jelas Nathan.“Tapi Ibu takut kalau Zoya melakukan hal yang lebih nekad dari ini.” Mayra mengungkapkan kegundahan hatinya, ia sudah bisa membaca jika sosok seperti Zoya itu tidak akan tinggal diam jika dirinya ataupun orang-orang tersayangnya diusik. Keinginan Mayra hanya hidup tenang tanpa gangguan orang lain, tidak ingin memperbesar masalah yang ada.“Selama kita melakukan hal yang benar, nggak ada yang perlu ditakutkan, Bu. Ibu tenang aja.” Nathan mencoba meyakinkan ibunya jika semuanya akan baik-baik saja. Ardi sangat mendukung
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 38POV AUTHORSetelah memastikan Ardi benar-benar tertidur, Mayra kembali ke dapur dan menyiapkan makanan untuk anak-anaknya. Selagi Naufal masih terlelap karena biasa anak itu akan rewel jika baru saja bangun tidur siang. Nathan yang penasaran dengan apa yang terjadi pada ayahnya kini bertanya pada Mayra.“Ayah udah cerita ke Ibu ‘kan?” tanya Nathan membuat Mayra yang sedang mengupas bawang kini menghentikan aktifitasnya dan beralih menatap sang anak.“Tolong lihatin adek, siapa tahu udah bangun.” Mayra mencoba mengalihkan pembicaraan membuat Nathan kini menghela nafas berat. Mayra paling menghindari berkata bohong pada anak-anaknya.“Nathan udah besar, Bu. Tolong jangan cuman pendam masalah itu sendirian, Ibu nggak bisa bohong soalnya mata Ibu udah kayak mata panda pas keluar dari kamar tadi,” seru Nathan dengan candaan diakhir kalimatnya, ia mencoba sedikit mencarika
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 37POV AUTHORNathan mencoba menetralkan perasaannya yang campur aduk, ia berberapa kali mengumpat karena kondisi jalanan yang sudah macet. Perjalanan pulang hingga sampai rumahnya Nathan kini membutuhkan waktu satu jam karena kondisi jalanan yang sangat ramai.Nathan membuka pintu rumahnya dengan deru nafasnya yang memburu, ia berjalan dengan langkah lebar sembari memanggil sang ibu. Langkah kaki itu terhenti melihat sang ibu yang tengah duduk berhadapan dengan lelaki yang sudah Nathan pastikan itu adalah ayahnya. Nathan berjalan medekat, matanya terbelalak melihat wajah sang ayah yang sudah lebam dan membiru bahkan sudut bibirnya sobek dan mengeluarkan darah, sebelah mata Ardi bahkan membengkak.Mayra terlihat mengusap ujung mata yang berair, ia membersihkan luka di wajah Ardi sambil terisak. Nathan masih berdiri kaku menatap ayahnya, ia bahkan tidak bisa berkata-kata. Selesai membersihkan dan mengobati
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 36POV AUTHORArdi kembali mendekati istri dan anak-anaknya, ia berbisik pada Mayra untuk mengatakan jika Ardi akan keluar sebentar karena ada masalah yang penting. Mayra hanya mengangguk sebagai jawaban.“Ayah mau kemana, Bu?” tanya Nathan penasaran.“Ada kerjaan penting katanya,” jawab Mayra.“Itu kenapa Nathan nggak mau kerja sama orang, Nathan mau punya usaha sendiri meskipun kecil yang penting waktu buat keluarga lebih banyak,” gumam Nathan yang membuat Mayra kini mengembangkan senyumnya. Nathan selalu membuat siapa saja yang melihatnya dan mendengar tutur katanya akan terpukau, itu kenapa banyak perempuan yang mengantri ingin menjadi kekasih hati Nathan. Lelaki dambaan perempuan dimanapun, berhati lembut, penyabar dan juga religius.‘Ibu selalu mendoakan yang terbaik buat kamu, Nak. Semoga masalah yang kamu hadapi bisa terganti dengan nikmat yang luar biasa nantinya,’ batin Mayra. Ia tidak sanggup mengatakannya langsung karena sudah jel
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 35POV AUTHOR“Kenapa jam segini baru pulang?”Nathan yang baru saja akan melangkah menaiki anak tangga langsung membalikkan badannya saat mendengar teguran sang ayah. Ia bahkan tidak menyadari jika Ardi menunggu kepulangannya. Lampu yang memang sengaja sudah dimatikan membuat Nathan tidak menyadari keberadaan sang ayah.“Tugas Nathan banyak banget, Yah. Belum lagi harus ngoreksi tugas kelas,” keluh Nathan lalu menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Ardi.Jam sudah menujukkan pukul setengah sepuluh malam, Nathan tidak biasa pulang selarut ini. Ponsel anak itu juga tidak bisa dihubungi membuat Ardi cemas, ia tidak buka suara mengenai ini pada Mayra karena takut jika ibu dari anak-anaknya itu semakin terbebani pikirannya.“Kalau capek, kamu mengundurkan diri aja jadi asisten dosen. Toh … kamu juga udah nggak punya tanggungan sekarang. Kamu cuman harus fokus kuliah, soal biaya itu urusan Ayah,” pesan Ardi.Perkataan Ardi memang tidak salah, Natha