Share

Kasih Sayang Mayra

TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKU

POV MAYRA

Prang!

Suara barang pecah itu membuat langsung melepaskan Nathan dari pelukanku dan berjalan ke kamar yang ditempati Kayra karena suaranya berasal dari sana. Pilihan mereka memang untuk berada di kamar yang terpisah, aku hanya membiarkan saja karena itu kemauan mereka.

Aku mengetuk pintu kamarnya yang terkunci.

“Kay, kamu nggak apa-apa, Nak?” tanyaku dengan cemas.

Tak lama pintu itu terbuka menampakkan Kayra dengan matanya yang sembab.

“Nggak apa-apa kok, Bu. Tadi gak sengaja gelasnya kesenggol,” jelasnya.

“Ya udah kamu lanjut istirahat aja, biar Ibu yang beresin,” balasku.

Aku menyuruh Nathan untuk mandi lalu istirahat, dia pasti sangat lelah.

Kembali ke kamar setelah membersihkan pecahan kaca di kamar Kayra. Mas Ardi sudah tertidur dengan tasbih di tangannya. Tubuh ini rasanya lelah seharian membersihkan rumah dan halaman, tidak setiap hari memang karena selain ibu rumah tangga aku juga seorang desainer. Bekerja dari rumah karena Mas Ardi tidak mengizinkan istrinya itu untuk bekerja di luar.

***

Senyum ini mengembang dengan sendirinya saat melihat Mas Ardi duduk di meja makan sambil memainkan ponselnya. Tinggal aku memanggil Nathan dan Kayra.

Heran saat melihat putraku itu masih tertidur padahal ini sudah jam 7 pagi, biasanya dia paling rajin. Bangun lebih pagi dari diriku ataupun Mas Ardi.

“Bangun, kita sarapan yuk. Ayah udah nungguin,” ajakku.

Matanya terbuka perlahan. “Nanti aja, Bu. Badan Nathan rasanya sakit sama pegel banget. Setengah jam lagi baru Nathan makan ya,” jelasnya.

Aku jadi penasaran pekerjaan apa yang dilakukan Nathan sampai dia bilang badannya sakit dan pegal. Setelah Mas Ardi berangkat aku akan membelikan jamu untuk Nathan. Berpindah ke kamar Kayra, dia juga sama masih betah di balik selimutnya.

“Nak, bangun. Sarapan, yuk! Orang hamil itu harus banyak makan biar anak sama ibunya sehat,” jelasku.

“Kepala Kayra pusing, Bu. Kayra gak mau makan, cium bau makanan aja rasanya pengen muntah,” lirihnya.

“Ya udah, kalau mau makan apa-apa, bilang sama Ibu, ya,” ujarku lalu keluar dari kamarnya dan kembali menemani Mas Ardi sarapan.

“Gaji sama uang bonus udah di transfer, nanti tolong transferkan uang ke ibu, ya,” pesannya.

Mas Ardi memang menyerahkan kartu debit dan kreditnya padaku, dia hanya meminta untuk uang bensin dan uang makan saja.

“Iya, nanti aku transferkan, Mas,” jawabku.

Mas Ardi melanjutkan sarapannya tanpa menanyakan keberadaan Nathan ataupun Kayra. Selesai sarapan, aku mengantarnya sampai depan rumah. Setelah mobilnya berjalan menjauh baru aku kembali masuk.

Ting!

Ponselku berdering menandakan pesan masuk. Alis ini mengernyit saat nama Mas Ardi terpampang di sana. Apa dia lupa sesuatu, pikirku.

[Urus anak orang dengan baik, bawa dia ke dokter untuk periksa kandungannya.]

Senyumku mengembang saat membaca pesan dari Mas Ardi, dibalik sikapnya yang dingin dia masih peduli pada Kayra. Sekeras apapun menolak, takdir yang sudah terjadi tidak bisa diubah, yang harus dilakukan hanya jalani saja.

***

Mengurus dua anak remaja yang sedang sakit dan manja sangat melelahkan. Karena tidak sanggup bolak-balik, aku meminta Nathan untuk tidur di kamar Kayra agar kalau dia butuh sesuatu tidak sulit untukku dengan cepat memberikannya. Kayra tidak ingin ditinggal, dia ingin aku menemaninya sambil makan.

Beruntung karena dia bisa makan, setidaknya ada nutrisi yang masuk meskipun hanya makan hanya tiga sendok saja. Siangnya aku membawa Kayra untuk periksa kandungan. Nathan menolak saat aku mengajaknya untuk ke dokter, dia bilang hanya butuh istirahat saja.

Berangkat ke rumah sakit menggunakan taxi online. Jarak rumah sakit tidak terlalu jauh, tidak sampai satu jam. Hanya kemacetan yang membuat lama perjalanan ke sana. Selama perjalanan Kayra hanya diam, dia bersandar di pundakku. 

"Kamu duduk dulu di sini, ya. Ibu mau isi formulir pendaftarannya," jelasku saat kami sudah berada di rumah sakit. 

Kayra menunggu di kursi yang tidak jauh dari tempat pendaftaran. Selesai mendaftar, aku melihat Kayra didatangi seorang perempuan yang kutaksir umurnya sama dengan Kayra.

"Lo ngapain disini, Kay?" tanyanya. Aku bisa mendengar dengan jelas saat berjalan mendekat.

"Lo gak lihat muka gue pucet kayak gini? Ya gue mau ke dokter lah," balas Kayra. 

Bagaimana kalau teman Kayra itu mengetahui kehamilan Kayra, aku takut dia akan dikucilkan. Apalagi anak seumuran dia mentalnya gampang sekali turun.

"Gue kira lo gak bisa sakit," seru perempuan itu sambil terkekeh.

"Gue juga manusia Nadia!" sungut Kayra.

"Daftarnya udah kah, Bu?" tanyanya saat melihatku. Perempuan itu membalikkan badannya mengikuti arah pandang Kayra.

"Udah," balasku.

"Bu, ini Nadia temen sekolah Kayra." Dia memperkenalkanku dengan perempuan bernama Nadia itu. Dengan ramah dia menjabat tangan ini.

"Gue duluan, ya. Nyokap gue udah nungguin. Mari Tante," serunya lalu berjalan menjauh.

Aku langsung membawa Kayra ke ruangan yang ditunjukkan. Karena tidak terlalu banyak orang mengantri untuk periksa kandungan hari ini.

Setelah diperiksa, dokter mengatakan jika kandungannya baik-baik saja. 

"Kamu harus banyak makan yang bernutrisi, buah dan sayuran juga penting. Minum juga susu khusus ibu hamil, ya!" pesan dokter sebelum kita keluar ruangan.

Dokter itu hanya meresepkan vitamin untuk Kayra. Sebelum pulang ke rumah, aku singgah membeli susu untuk Kayra di supermarket dekat rumah.

Tak lupa aku menanyakan pada Nathan siapa tahu dia ingin dibelikan sesuatu. Sampai di rumah, aku melihat Nathan yang sibuk di depan laptop sampai tidak menyadari kehadiran kami.

"Nak, kamu udah mendingan?" tanyaku sambil menepuk pelan pundaknya.

"Eh … Kapan Ibu pulang?" dia balik bertanya.

"Barusan, sebelum berangkat Ibu siapkan makanan buat kamu. Udah kamu makan?" tuturku.

"Udah, Bu. Alhamdulillah, Nathan juga udah mendingan," ungkapnya.

Aku mengangguk pelan dan berniat menyusul Kayra yang lebih dulu masuk ke kamarnya.

"Bu … bagaimana kondisi Kayra?" tanyanya kembali membuat aku langsung memutar badan

"Alhamdulillah, dia sama bayinya sehat-sehat, kok," jelasku.

Suara bel berbunyi kembali mengurungkan niat untuk ke kamar Kayra. Berjalan ke pintu depan dan melihat siapa gerangan tamu yang datang.

Mata ini membulat saat melihat Ibu mertua dan Kakak iparku ada di depan pagar. Dengan cepat aku berjalan menghampiri dan membukakan pagar. Mencium tangan wanita paruh baya yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri.

Aku mengajak mereka masuk. Entah kenapa Ibu Mertua tiba-tiba datang seperti ini. Yang aku tahu beliau sedang sakit.

"Nenek …." Nathan terlihat girang melihat kedatangan Neneknya sampai memeluknya membuat Ibu Mertuaku protes.

"Peluknya jangan kencang-kencang. Nenek nggak bisa nafas nanti," protesnya membuat Nathan cengengesan.

"Nenek dateng kok gak bilang-bilang?" tanya Nathan.

Bersambung ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status