TESTPACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKU
POV MAYRA
Bagaimana aku menyelesaikan masalah ini tanpa Mas Ardi? Lebih baik meminta saran pada Mbak Syifa. Selesai ganti pakaian, aku mengirimkan pesan pada Mas Ardi, mengatakan jika akan pergi ke rumah Mbak Syifa, tidak ada balasan. Mencoba menjadi istri yang baik, kemanapun akan pergi harus izin pada Mas Ardi. Mencoba menjadi istri yang baik? Aku menertawakan diriku sendiri. Menjadi ibu saja aku merasa gagal.
Suara klakson membuatku mengintip dari celah jendela, itu ojek online yang baru saja ku pesan. Perjalanan dari rumah ke rumah Mbak Syifa tidak terlalu jauh jika menggunakan kendaraan pribadi. Dua puluh menit perjalanan, aku kini berdiri di depan pintu bercat putih itu. Menunggu sang empunya membukakan pintu.
“Masuk, May,” ajaknya. Air muka Mbak Syifa tidak seperti biasanya, dia adalah sosok yang selalu ceria dan murah senyum. Apa Nathan sudah menceritakan semuanya pada Mbak Syifa?
“Dimana Nathan, Mbak?” tanyaku, mengedarkan pandangan mencari sosok Nathan tapi tidak mendapatkannya.
“Semalaman dia gelisah, gak bisa tidur. Terpaksa aku taruh obat tidur di minumannya, Nathan udah ceritain semuanya,” ungkap Mbak Syifa. Anakku pasti merasa tidak tenang.
Sudah kuduga. Nathan termasuk orang yang tidak pandai menyembunyikan sesuatu atau berbohong.
“Aku benar-benar nggak habis pikir, May,” tuturnya.
Aku bahkan masih berharap jika semua ini hanyalah mimpi buruk. Rasanya tidak sanggup mendongak dan menatap sorot kecewa dari netra Mbak Syifa.
“Nathan udah bilang kalau orangtuanya Kayra minta kalian buat dateng bicarain soal masalah ini, terus di mana suami kamu?” tanyanya.
“Mas Ardi kerja, Mbak,” jawabku seadanya.
“Anaknya dalam masalah besar kayak gini dia masih bisa kerja? bahkan aku yang bukan orang tuanya saja cemas dengan masa depan Nathan. Suamimu itu gak punya otak apa?!” cecar Mbak Syifa.
Bagaimana ini? Apa harus aku mengatakan jika Mas Ardi sudah tidak peduli dan tidak ingin tahu apapun mengenai Nathan.
Akhirnya Mbak Syifa mengerti setelah aku menjelaskan semuanya, dia bersedia menemaniku untuk menemui kedua orang tua Kayra.
Aku, Nathan dan Mbak Syifa yang akan pergi kesana. Setidaknya jika aku tidak bisa berbicara, Mbak Syifa bisa mewakili. Baru akan berangkat saja aku sudah gugup. Aku takut jika Nathan akan kembali dipukuli oleh ayahnya Kayra. Aku melirik Nathan yang duduk di bangku belakang, dari tadi dia hanya menunduk sambil memainkan jemari tangannya. Begitulah anakku jika sedang cemas. Ibu juga merasakan apa yang kamu rasakan, Nak.
Berbekal maps yang dikirimkan oleh Ibunya Kayra, kami pergi kesana. Karena Nathan ternyata tidak tahu di mana rumah Kayra berada. Entah kenapa aku merasa ada yang ganjil.
“May, ayo turun!” tegur Mbak Syifa. Aku bahkan tidak menyadari jika sudah sampai didepan rumah Kayra, diri ini terlalu larut dengan pemikiranku sendiri.
Keringat dingin membasahi tangan ini saat menunggu sang tuan rumah membukakan pintu. Nathan berdiri di belakang kami. Pintu itu akhirnya terbuka, menampakan Kayra. Beberapa kali dia dan teman-temannya yang lain memang pernah datang ke rumah untuk mengerjakan tugas bersama Nathan. Nathan dan Kayra berada dalam satu kelas, mereka sekolah di sekolah menengah atas swasta favorit di kota ini. Sangat disayangkan memang karena satu tahun lagi mereka lulus sekolah, tapi apa daya nasi sudah menjadi bubur.
“Silahkan masuk, Tante,” tuturnya dengan senyum yang seperti dipaksakan.
Wajahnya terlihat sangat pucat. Ya, seperti perempuan hamil pada umumnya. Jika saja kabar itu datang setelah Nathan dan Kayra menikah. Aku adalah orang yang paling bahagia. Tapi ini sebaliknya.
Netra ini menangkap foto dengan bingkai besar di ruang tengah. Jantung ini berdegup sangat kencang saat melihat ternyata Ayahnya Kayra adalah seorang abdi negara. Pantas saja Nathan sampai babak belur kemarin.
Kami duduk dan menunggu Kayra memanggilkan kedua orangtuanya. Derap langkah kaki membuatku langsung menoleh. Lelaki bertubuh tegap dan istrinya itu duduk di hadapan kami.
“Saya tidak ingin basa-basi. Saya mau mereka dinikahkan sekarang juga!” tegas lelaki itu dan sorot matanya yang tajam menusuk. Aku bahkan tidak berani menatap manik matanya. Terasa seperti dikuliti, saat tidak sengaja bertabrakan netra dengannya.
“Aku setuju,” balas Mbak Syifa. Aku sebagai Ibunya sulit untuk berkata.
Jika Nathan menikah otomatis dia akan berhenti sekolah dan cita-citanya? Aku tidak berani membayangkan kedepannya seperti apa.
“Bagaimana denga–”
“Sekolah mereka?” Lelaki itu memotong perkataanku. Aku membalasnya dengan anggukan kecil.
“Mereka masih bisa sekolah. Apalagi sekarang masih sistem daring. Jadi itu bukan masalah, benar kan?” serunya.
Benar memang apa yang dikatakan ayahnya Kayra. Jalan terbaik untuk mereka sekarang adalah menikahkannya. Suara bel berbunyi, Kayra jalan untuk membukakan pintu. Seorang lelaki paruh baya dengan pakaian rapi itu masuk.
“Ini penghulu yang akan menikahkan mereka,” jelas Ayahnya Kayra.
Aku merasa tidak percaya, secepat itu. Kayra dibawa oleh ibunya ke dalam kamar, entah untuk apa. Suasana hening seketika, aku tidak bisa berkata-kata untuk mengutarakan perasaan atau mencegah.
“Di mana ayahnya Nathan?” tanyanya.
“Hmm … suamiku–”
“Aku mengerti, dia belum bisa menerima ini. Awalnya aku juga seperti itu, tapi apalah gunanya kita terus marah toh waktu tidak akan bisa diputar kembali. Tugas kita sekarang hanyalah mencari solusi untuk masalh ini. Bukan hanya meratapinya,” ujarnya dengan tegas.
Kayra kembali, sekarang ia menggunakan baju yang lebih tertutup. Dan hijab yang menutupi kepalanya.
Tidak masalah memang anakku menikah tanpa kehadiran ayahnya, tapi aku tidak bisa memaksa Mas Ardi. Sudah dicoba untuk menghubunginya tapi tidak diangkat. Pesanku juga tidak dibaca sama sekali. Biarlah Mas Ardi masalah nanti.
Nathan dan Kayra tidak bisa membantah atau menolak untuk dinikahkan karena memang ini yang terbaik. Setelah selesai ijab kabul. Ayahnya Kayra meminta kami untuk membawa Kayra, karena Kayra sudah menjadi istri Nathan. Aku tersenyum miris, tidak menyangka di umur Nathan yang masih belia, dia menjadi seorang suami.
Selama perjalanan pulang tidak ada satu orangpun yang membuka suara. Aku tadi meminta Mbak Syifa untuk mengantar kami langsung pulang ke rumah. Tidak mungkin aku membiarkan Nathan dan Kayra tinggal di rumah Mbak Syifa. Biarlah Mas Ardi menjadi urusanku, aku akan mencoba bicara baik-baik padanya.
“Bicara baik-baik sama suamimu. Buat dia mengerti,” pesan Mbak Syifa sebelum dia pulang. Nathan terlihat ragu untuk masuk.
“Masuklah. Biar Ibu yang nanti bicara pada Ayahmu,” bujukku.
Aku menyuruh Kayra untuk istirahat karena tidak tega melihatnya sangat lemas dan wajahnya yang pucat. Beralih ke dapur untuk membuatkan makanan untuk Kayra. Nathan pergi ke belakang rumah, entah apa yang akan dia lakukan. Setelah memberikan makan pada Kayra, aku menunggu Mas Ardi pulang. Suara mobil membuatku langsung beranjak dan menyambut Mas Ardi di depan pintu. Ekspresi wajahnya masih sama seperti tadi pagi. Dia juga tidak mengatakan apapun dan langsung masuk ke kamar.
“Kamu membawa mereka kesini?” tanyanya tiba-tiba.
Bersambung ….
TESTPACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUPOV MAYRASepertinya Mas Ardi sudah membaca pesan yang ku kirimkan tadi.“Bukankah aku sudah bilang. Aku tidak ingin anak itu ada di rumahku!” tegasnya.Sudah diduga, Mas Ardi pasti akan marah. Tapi aku tidak ingin mengalah untuk saat ini. Jika bukan di sini di mana Nathan akan tinggal. Sedangkan orangtua Kayra tidak ingin juga mereka tinggal di sana.“Mas … aku mohon kamu bisa ngerti,” mohonku sambil menggenggam tangannya. Dia langsung menepisnya dengan kasar.“Ngerti? ngerti apa hah?! Aku gak bisa toleransi kesalahan kayak gini!” tekannya.“Mas, apa kamu tega–”“Tega? Anakmu itu lebih tega karena membiarkan orang tuanya menanggung dosa zinanya! Mungkin sampai aku matipun, dosanya akan terus mengalir padaku, meskipun aku mengatakan ingin memutuskan hubungan dengannya!” Mas Ardi memotong ucapanku dengan penuturan yang membuatku bungkam.Air mata ini kembali mengalir deras. Menyadari betapa berat tanggung jawab suamiku sebagai imam. Dia juga ikut m
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUPOV MAYRAPrang!Suara barang pecah itu membuat langsung melepaskan Nathan dari pelukanku dan berjalan ke kamar yang ditempati Kayra karena suaranya berasal dari sana. Pilihan mereka memang untuk berada di kamar yang terpisah, aku hanya membiarkan saja karena itu kemauan mereka.Aku mengetuk pintu kamarnya yang terkunci.“Kay, kamu nggak apa-apa, Nak?” tanyaku dengan cemas.Tak lama pintu itu terbuka menampakkan Kayra dengan matanya yang sembab.“Nggak apa-apa kok, Bu. Tadi gak sengaja gelasnya kesenggol,” jelasnya.“Ya udah kamu lanjut istirahat aja, biar Ibu yang beresin,” balasku.Aku menyuruh Nathan untuk mandi lalu istirahat, dia pasti sangat lelah.Kembali ke kamar setelah membersihkan pecahan kaca di kamar Kayra. Mas Ardi sudah tertidur dengan tasbih di tangannya. Tubuh ini rasanya lelah seharian membersihkan rumah dan halaman, tidak setiap hari memang karena selain ibu rumah tangga aku juga seorang desainer. Bekerja dari rumah karena Mas
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 6POV MAYRA"Nenek 'kan mau kasih eh … apa itu namanya … supris," serunya sambil tertawa."Surprise, Nek." Nathan memperbaiki ucapan Neneknya itu."Iya itulah," balas Ibu Mertua sambil tertawa."May, Abang langsung pulang, ya. Soalnya masih banyak kerjaan," tutur Kakak iparku itu."Gak, minum atau makan dulu, Bang?" tawarku."Lain kali aja. Abang cuman mau nganterin Ibu kok," jelasnya.Dia lalu pamit, aku mengantarnya sampai pagar. Kakak iparku itu memang orang sibuk. Dia memiliki perkebunan yang diurus sendiri.Aku kembali masuk dan melihat Nathan yang sedang berbincang dengan Neneknya."Loh … kenapa, ini?" tanyanya sambil memperhatikan Nathan dari dekat. Luka pukulan di wajah Nathan memang sudah membaik. Hanya saja bekasnya yang belum menghilang."Gak apa-apa, Nek," jawab Nathan."Ibu, mau istirahat atau makan dulu?" tanyaku. Perjalanan yang ditempuh dari rumah Ibu mertua kesini lumayan jauh, hampir empat jam."Ibu mau ngobrol sama cucu kes
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 7POV MAYRA“Bu … Ibu tenang dulu, ya,” ujar Mas Ardi mencoba menenangkan.“Antar Ibu menemuinya!” titahnya. Aku dan Mas Ardi hanya terdiam, tidak tahu harus bagaimana. Takut jika Ibu Mertua akan melakukan hal diluar dugaan pada Kayra nanti.“Kenapa kalian diam, hah?!” bentaknya.Baru kali ini aku melihat Ibu Mertua semarah ini. Siapa yang tidak marah jika masalah yang dihadapi akan mencoreng nama keluarga dan aib itu akan menyebar dengan sendirinya membuat orang-orang akan memandang remeh keluarga ini nanti.“Aku mohon Ibu tenang dulu, ya,” mohonku.Ibu Mertua tidak mendengarkan, ia mencoba turun dari ranjang.Brug!“Ibu ….” teriakku dan mas Ardi.Aku dan Mas Ardi langsung membantu Ibu Mertua untuk berdiri, baru saja satu langkah tubuhnya langsung ambruk. Baru ingat jika kaki Ibu Mertua sakit dan beliau memaksakan diri untuk berjalan.“Lepaskan! Aku bisa berjalan sendiri!” Beliau mencoba menepis tanganku dan Mas Ardi. Tidak ingin terjadi ap
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBab 8POV MAYRAPintu depan terbuka menampakan Mas Ardi yang baru pulang, tadi pagi dia pergi untuk servis mobil karena sudah beberapa bulan tidak tidak di cek kondisinya.“Mas, sini. Kita makan kue bareng-bareng,” seruku.Langkah kakinya terhenti saat suara bel berbunyi, dia hendak berbalik dan melihat siapa yang datang tapi Nathan lebih dulu berjalan keluar untuk membukakan pagar.Ternyata mamanya Kayra yang datang, dia membawa beberapa paper bag entah apa isinya. Kayra yang melihat langsung berdiri dan menghampiri Ibunya yang masih berada di ambang pintu.“Mama kok baru datang sih?” protes Kayra dalam pelukan wanita itu.“Maafin Mama, Sayang,” balasnya.Mas Ardi yang membelakangi pintu memutar badanya, bisa kulihat ekspresinya langsung berubah. Begitupun mamanya Kayra. Apa mereka saling kenal? perasaan aku belum pernah memperkenalkan Mas Ardi pada kedua orangtua Kayra karena kesibukan mereka.“Melissa,” gumam Mas Ardi pelan tapi masih bisa kud
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 9POV NATHANKejadian itu bermula saat aku dan teman-teman sekolahku mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan ulang tahun Nadia di rumahnya. Kebetulan orang tua Nadia bekerja di luar kota dan itu menjadi peluang bagi yang suka mengadakan pesta, tapi tidak dengan diriku.Aku sebenarnya tidak ingin datang, tapi mereka sengaja menyusulku ke rumah agar aku ikut merayakannya. Tidak enak jika menolak akhirnya aku bersedia. Ibu dan Ayah mengizinkannya saat itu, padahal teman-teman mengatakan kami semua akan menginap.Orangtuaku tidak khawatir karena mungkin berpikir orangtuanya Nadia ada disana dan bisa mengawasi kami. Mungkin akan lain lagi ceritanya kalau ibu dan ayah tahu kalau kami melakukan pesta Tanpa pengawasan orang tuanya Nadia.Mereka berjoget diiringi musik yang kencang. Aku hanya duduk di sofa sambil melihat mereka. Tidak ada ketertarikan sama sekali untuk bergabung. Aku bahkan tidak bisa menikmati pesta karena memang bukan gayaku.
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 10POV MAYRATidak tahu apa yang harus kukatakan setelah mendengar semua penjelasan Nathan. Jika saja boleh berandai-andai, sudah pasti aku ingin memutar waktu. Tapi penyesalan tidak bisa merubah apapun.Aku hanya berharap jika ini memang yang terbaik, yang Allah berikan untukku dan keluarga ini.Mendengar rencana mereka yang akan berpisah setelah anak itu lahir membuat kepala ini semakin pusing. Tidak mungkin aku membiarkan ini, keegoisan mereka jelas akan berdampak pada anak itu nanti. “Pikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan, Nak. Ini bukan masalah sepele, ini menyangkut masa depan kalian dan anak kalian nanti,” tuturku sebelum beranjak masuk ke dalam rumah.Aku baru mengingat jika tadi Kayra mengatakan jika perutnya sudah mulai sakit dari semalam. Tidak ingin terjadi hal buruk, aku akan menemuinya setelah membuatkan teh hangat untuk ibu mertua.Pintu kamar Kayra tidak tertutup rapat, saat kupanggil tidak ada sahutan dari dalam. P
TEST PACK DI TAS SEKOLAH ANAK LELAKIKUBAB 11POV MAYRASatu bulan berlalu setelah ayahnya Kayra datang, belum ada tanda-tanda lelaki itu akan datang dan membawa pergi Kayra. Bahkan Kayra mengatakan jika ayahnya itu sedang ada tugas luar kota, dia diberitahu oleh ibunya.Kayra masih sering berkomunikasi dengan ibunya, tapi entah kenapa Melissa tidak pernah datang untuk menjenguk anak dan cucunya.'Apa mungkin karena dia tidak ingin bertemu dengan Mas Ardi? Astagfirullah ….'Aku merutuki diri sendiri karena berpikir hal buruk tanpa mengetahui fakta yang ada. Memang, jarang sekali berkomunikasi dengan besanku. Harusnya aku lebih mendekatkan diri, karena kini Melissa bukanlah orang asing.Kita semua sudah menjadi satu keluarga. Tidak baik memang jika tidak ada silaturahmi antar keluarga. Kayra menepuk pelan pundak ini.“Bu, Kayra mau ke rumah Mama boleh gak?” tanyanya padaku yang sedang menyirami tanaman.“Boleh dong, Sayang. Minta Nathan buat antar kamu, ya. Ibu gak mau kamu pergi sendi