Home / Rumah Tangga / Tetanggaku Maduku / Bab 2 Menantu Idaman

Share

Bab 2 Menantu Idaman

Author: Dhesu Nurill
last update Last Updated: 2024-04-03 16:11:54

"Nenek!" seru Rafli berlari dari arah mobil.

Anak itu bahkan meloncat dari mobil yang dia naiki. Ayu hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya. Sedangkan Rahman, dia tengah menurunkan barang bawaan dari bagasi mobil dengan wajah gusar.

Sebelum menutup pintu mobil, dia mengecek ponselnya. Tak ada balasan dari Sari. Sudah dipastikan jika wanita yang memikatnya akhir-akhir ini marah padanya.

"Mas," panggil Ayu pelan, tapi membuat Rahman tersentak. Laki-laki itu tergesa memasukkan ponselnya ke saku celana.

"I-iya. Ada apa, Sayang?" tanya Rahman, wajahnya tampak tegang. Takut jika aksinya ketahuan.

Ayu menelisik wajah Rahman yang sekarang berubah pucat. Dia mendekat dan menempelkan punggung tangan pada kening suaminya.

"Kamu kenapa, Mas? Sakit?" tanya Ayu khawatir.

Seketika kehangatan menjalar pada tubuh Rahman. Wajah teduh dan panik itu seolah menenangkan Rahman. Ayu selalu memberinya kenyamanan dan ketenangan. Namun, dia ....

"Mas?" tanya Ayu dan Rahman kembali tersadar.

"Enggak, Ma. Aku cuma kecapekan aja. Ayo masuk! Aku ingin istirahat," ujar Rahman, sengaja. Dia tidak mau Ayu banyak tanya lagi.

Sepasang suami istri itu pun melangkah pergi menuju rumah orang tua Rahman. Rumah dengan model jaman dulu, kaca-kaca yang berukuran besar dengan dua pintu nan tinggi menjulang sebagai pintu utamanya.

Walaupun begitu, rumah orang tua Rahman cukup luas dengan tanaman yang tumbuh di setiap penjuru rumah. Ini juga yang Ayu suka, indah dan segar dipandang mata. Wanita cantik berhijab itu suka jika berlama-lama di rumah mertuanya.

"Kalian kok baru datang?" tanya Ambu--ibunya Rahmah.

Ayu menyalami dan memeluk Ambu, lalu giliran Rahman yang mencium punggung tangan ibunya.

"Iya, Ambu. Maaf telat, tadi agak macet di jalan. Ambu sehat?" tanya Rahman dengan senyum khasnya.

"Sehat, kalian bagaimana?" tanya Ambu sembari menarik Ayu untuk masuk rumah yang diikuti Rahman.

"Alhamdulullah, sehat, Ambu. Ini Ayu bawakan obat untuk Ambu dan manggis kesukaan Abah," tutur Ayu sembari memberikan bingkisan dengan plastik berwarna putih.

Ambu tersenyum seraya mengusap jilbab yang Ayu kenakan.

"Padahal enggak usah bawa obat lagi. Pasti mahal, kan? Ambu gak masalah minum obat biasa dari apotek saja," timpal Ambu, tak enak hati.

Ayu menggenggam tangan sang mertua dengan lembut, diusapnya dengan ibu jari yang membuat keduanya semakin terlihat akrab.

Pemandangan itu menyejukkan hati Rahman.

Untuk sesaat lelaki itu lupa akan Sari. Wanita kedua yang berhasil singgah di sebagian hatinya. Kadang, rasa bersalah menghantui. Namun, sisi egois Rahman selalu saja menang.

Dia tak tahu bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Sari. Yang pasti, Rahman tidak mau sampai Ayu tahu kelakuan bejadnya.

"Kaki Ambu kan sering sakit. Kalau pakai obat dari apotek kan hanya pereda. Ini obat langsung dari dokternya. Ambu minum, ya. Nanti kalau habis, telepon Ayu saja. Biar Ayu kirim lewat ekspedisi," papar Ayu, lalu membawa buah manggis ke dapur untuk dihidangkan.

Ambu sering merasakan sakit di kaki. Itu karena dulu pernah jatuh dari motor. Karena usia yang menua, kadang sakit kakinya sering kambuh dan membuatnya tak bisa berjalan terlalu jauh.

Kalau pun harus berjalan dengan jarak yang lumayan, harus ditemani atau menggunakan tongkat. Pernah Ambu diurut, tapi tetap saja kambuh. Itu karena faktor usia yang tidak bisa dicegah.

Ayu datang dengan buah manggis dan air yang mengisi nampan berwarna cokelat. Dia letakkan di meja tamu, di mana ada Rahman dan Ambu.

"Rafli dan Abah di mana?" tanya Rahman mencari sosok dua lelaki berbeda usia itu.

"Aku lihat lagi kasih makan ikan di belakang," jawab Ayu yang diangguki Rahman.

Ayu kembali mendekati Ambu dan mulai berbincang ria. Sedangkan Rahman memilih menyusul anaknya dan Abah. Sekalian melihat-lihat suasan rumah yang hanya bisa dilihatnya sebulan sekali.

***

"Kamu beruntung dapetin Ayu, Nak," ucap Abah tiba-tiba.

Saat ini, mereka tengah bercengkeraman di ruang keluarga. Ayu, Ambu dan Rafli tengah asyik mengobrol sambil menonton acara kesukaan Rafli di TV. Kadang, gelak tawa menghiasi ketiganya.

Ayu tengah memijat kaki Ambu saat Rafli terus saja bercerita tentang acara kesukaannya. Semua itu tak luput dari pengawasan Rahman dan Abah.

"Tidak mudah mendapatkan menantu sebaik Ayu." Abah menatap Ambu yang tersenyum merekah, sedangkan Rahman hanya diam mendengarkan.

"Ambumu serasa mempunyai anak perempuan. Ayu sangat pengertian, bahkan tidak perhitungan pada kita, Nak. Kita memang tidak tahu isi hati manusia, tapi Abah melihat ketulusan dari tatapan dan perilaku Ayu pada kami," papar Abah yang disetujui oleh Rahman.

Lelaki dengan wajah tampan itu menatap istrinya lama. Semua yang dikatakan Abah benar. Ayu baik, bahkan terlalu baik. Bukan hanya padanya atau kedua orang tuanya. Tetapi, kepada adiknya--Azam.

Sebenarnya, usia Azam lebih tua 2 tahun dari Ayu. Dan Rahman sendiri selisih 5 tahun dengan Ayu. Istrinya dengan mudah memberikan bantuan Azam untuk kuliah.

Awalnya Azam menolak, tapi Ayu bersikukuh menyekolahkannya sampai sekarang, tengah menempuh S2. Ayu adalah anak pengusaha ternama dan terpandang di kotannya.

Awal pertemuannya yakni saat Rahman menyelamatkan Rudi--Ayah Ayu--yang saat itu kecopetan.

Rudi tengah melakukan perjanjian bertemu dengan rekannya. Karena pertemuan tak formal, Rudi sengaja datang sendiri tanpa sopir atau pengawal. Namun, diperjalanan dia dihadang oleh dua orang berkedok yang ternyata copet.

Saat itu, Rahman yang hendak berangkat kerja pun menolong Rudi. Bersyukur, keberuntungan berpihak pada Rahman.

Sejak itulah, Rudi mulai akrab dengan Rahman. Rudi ingin memberikan imbalan pada Rahman, tapi ditolak. Bahkan ditawarkan jabatan pun Rahman menolaknya.

Rahman ingin mencapai karirnya dengan usaha sendiri. Melihat kepribadian Rahman, Rudi pun sengaja mendekatkan Ayu--anak semata wayangnya--pada Rahman.

Gayung bersambut, Rahman jatuh hati pada Ayu. Begitupun sebaliknya, hingga terjadilah pernikahan. Rahman merasa beruntung mendapatkan Ayu. Dia merasa menjadi laki-laki beruntung.

Namun, tiga bulan terakhir semua seolah mengikis. Entah karena bosan atau ada hal lain yang membuatnya berpaling dari wanita itu. Rahman tak tahu bagaimana reaksi Ayu jika tahu hubungannya dengan Sari, yang pasti lelaki itu hanya bisa menjalani keduanya saat ini.

"Man!" seru Abah, menyadarkan Rahman.

"Iya, Bah?" Rahman tampak bingung melihat raut wajah Abah.

"Kamu dipanggilin diam saja. Apa yang dipikirkan?" tanya Abah dengan raut wajah penasaran.

Rahman mengusap tengkuk sembari terkekeh. "Gak ada, Bah. Hanya masalah pekerjaan saja," jawab Rahman beralasan.

Abah mmenggelengkan kepala. "Jangan terlalu mikirin kerjaan. Keluarga lebih penting, Man. Waktu berharga seperti ini jarang, kan?"

Rahman hanya mengangguk patuh. Lalu, panggilan untuk makan dari Ayu menghentikan obrolan mereka.

***

"Mas, aku hamil."

Tubuh Rahman menegang di tempat. Tatapannya tiba-tiba menggelap hingga terduduk lemah di kursi kamarnya. Lelaki itu menatap layar ponsel tanpa berkedip.

Jantungnya seolah dilempari batu runcing. Berat dan sakit. Keringat dingin sudah membasahi pelipis. Mata Rahman melihat sekeliling kamar. Tangannya bergetar menekan tombol 'hapus' di layar ponselnya.

Ini racun. Tiga kalimat itu harus dimusnahkan sebelum Ayu tahu. Walaupun Ayu jarang mengecek ponselnya, tapi kali ini ketakutan begitu menderanya.

Suara dering ponsel mengagetkan Rahman sampai tak sengaja membuat benda pipih itu jatuh. Suara nyaring dari ponselnya mengundang kepanikan Ayu yang tengah berada di kamar mandi.

Wanita itu langsung keluar dengan jubah mandi yang melekat di tubuh.

"Ya Allah, Mas. Suara apa itu? Kok nyaring sampe kedengaran ke kamar mandi?" tanya Ayu dari ambang pintu kamar mandi.

Rahman tampak gugup, dia tak langsung menjawab. Matanya malah menatap wajah Ayu yang kebingungan. Merasa aneh, Ayu langsung menghampiri Rahman.

Namun sebelum itu, mata tertuju pada benda pipih berwarna hitam yang tergeletak di lantai. Refleks Ayu memungutnya.

Rahman yang melihat itu berwajah pucat. Bagaimana kalau Sari telepon lagi dan Ayu mengangkatnya?

Wanita dengan kulit putih itu mengernyit. "Mas, HP kamu rusak? Kok gak nyala?" tanya Ayu membuat Rahman terperanjat.

Dengan cepat lelaki itu meraih ponselnya dan mencoba menghidupkannya. Lalu, embusan napas lega pun terdengar.

"Mas, kenapa?"

"Eng-engak, Ma. Kayaknya benar HP Mas rusak. Nanti Mas coba servis sepulang dari sini," jawab Rahman, sambil tersenyum.

Dalam hati Rahman terus berucap syukur. Kalau saja ponselnya tidak terjatuh, maka tidak menutup kemungkinan semua terbongkar.

"Em, benar tidak apa-apa, Mas? Kerjaan kamu gimana?" tanya Ayu, menyadarkan Rahman.

Rahman menggaruk tengkuknya sambil cengengesan. "Aku pinjam HPmu dulu ya, Ma."

Sari hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala. Setelah itu, Rahman melenggang pergi untuk membersihkan diri. Dia melupakan satu masalah yang akan berujung tragedi.

Di tempat lain, Sari tengah uring-uringan karena nomor Rahman tak bisa dihubungi. Kepergian Rahman saja membuatnya kesal, bertambah saat lelaki itu tak juga ada kabar.

Harusnya dia memberitahukan kehamilannya lebih awal, agar mencegah kepergian Rahman. Tetapi, karena Rafli dan Ayu, rencananya gagal.

"Gak, ini gak bisa dibiarin. Apa pun yang terjadi, kamu harus nikahin aku, Mas!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tetanggaku Maduku   Bab 29 Akhir Kisah

    Sari berdiri. Air mata mulai luruh di pipinya. Dia tidak tahu jika perbuatannya bisa sampai menjadi bumerang karenanya. Bukan bahagia yang didapat, tapi sengsara dan cemoohan yang menyambut."Iya, Bu. Aku siap," jawab Sari, yakin.Ambu menghela napas panjang. Wanita paruh baya itu mencoba untuk tenang menghadapi situasi seperti ini. Dia belum berniat juga mempersilakan masuk pada Sari. Sampai ...."Sari?"Dari balik gerbang, Rahman datang dengan wajah bingung.***Tiga bulan kemudian....“Azam?” Ayu mengernyit bingung menatap mantan adik iparnya yang datang.Azam tersenyum, tangannya penuh dengan kantong kertas. Isinya adalah mainan untuk keponakannya, Rafli. Semenjak perceraian Rahman dengan Ayu, Azam kerap kali menengok Rafli. Dia merasa kasihan karena Rahman jarang bertemu Rafli. Alasannya adalah Sari.Istri baru kakaknya itu sering sekali menghalangi Rahman menemui Rafli dengan berbagai alasan. Jadilah, Azam berinisiatif untuk menggantikan peran kakaknya. Meskipun Ayu sering berti

  • Tetanggaku Maduku   Bab 28 Benarkah Anak Rahman?

    "Aku tidak bisa, Mas." Ayu berdiri, menjauhi Rahman yang duduk dengan wajah menghiba."Kenapa?" tanya Rahman, kesedihan tampak jelas di wajah itu.Ayu memejamkan mata sejenak. Dia mencoba untuk tidak memakai perasaan lagi. Walaupun ada rasa iba, tapi sakit hatinya mendominasi. Ayu tidak mau bersanding dengan mantan pengkhianat."Kamu sudah beristri Sari, Mas. Aku pun ingin memulai hidup baru tanpamu. Kita sudah bukan siapa-siapa lagi, Mas," terang Ayu, mencoba membuat Rahman mengerti.Rahman bangkit dan mencoba mendekati Ayu. Tetapi, lagi-lagi Ayu menjauh. Wanita itu benar-benar sudah menghilangkan nama Rahman di hidupnya."Jangan buat semua semakin sulit, Mas. Aku membebaskanmu bertemu Rafli, tapi bukan berarti kita bisa kembali bersama. Kamu sudah punya Sari, perlakukan dia dengan baik. Karena, bagaimanapun dia juga ibu dari calon anakmu."Ayu mencoba untuk tegar. Walaupun mengatakan itu semua butuh keberanian dan kesiapan hati, tapi hanya dengan cara ini Rahman bisa ditolak. Setiap

  • Tetanggaku Maduku   Bab 27 Sanki Sosial

    Warga di sana semakin gaduh. Sedangkan Sari semakin ketakutan. Badannya sudah panas dingin karena melihat Wak Toriq yang terus merapalkan sesuatu.Lalu, Wak Toriq mengusap seluruh tangan dan kaki Rahman, hingga dia menemukan sesuatu di pergelangan tangan Rahman. Sebuah rambut melingkar di tangan Rahman, hanya beberapa helai, sehingga tak begitu jelas jika tidak diamati.Wak Toriq mengucap asma Allah sembari menarik gelang itu sampai putus. Sari langsung menjerit dan tumbang, bersamaan dengan itu disusul robohnya Rahman yang tidak sadarkan diri."Rahman!" seru Abah dan Ambu berbarengan.***"Saya atas nama keluarga Rahman, memohon maaf yang sebesar-besarnya. Ini di luar dugaan. Maaf jika kelakukan keponakan saya merugikan banyak pihak," tutur Wak Toriq memulai pembicaraan.Masih di rumah Sari, ada Pak RT, Pak RW, Ibu RT, Ibu RW, orang tua Rahman dan Ayu. Warga yang masih betah di sana pun hanya beberapa orang. Mereka sengaja dibubarkan demi keamanan. Hanya tersisa mereka yang menemani

  • Tetanggaku Maduku   Bab 26 Keberadaan Rahman

    Ayu diam sejenak. Dia mengehela napas pendek sebelum berucap. "Baiklah, Wak. Aku akan memanggilnya. Dia ada di rumah Sari," ujar Ayu, membuat Ambu dan Abah menghela napas lega.Kedua orang itu pikir Sari berbuat macam-macam atau membawa kabur Rahman entah ke mana. Ternyata, dibawa ke rumah Sari yang tidak ingin dianggap menantu oleh mereka."Biar kita saja yang ke sana. Uwak juga mau tahu, apa wanita itu menyimpan sesuatu di rumahnya," papar Wak Toriq yang langsung disetujui Ambu.Sebelum pergi, Ayu menelepon Ibu RT dan Ibu RW. Dia ingin penutupan pembalasan dengan cantik. Hukum sosial akan lebih menyakitkan dibanding dengan hukuman jeruji besi.***"Sari, buka pintunya!" seru Ibu RT yang menggetuk pintu rumah Sari dengan kasar.Sari yang tengah bermesraan dengan Rahman pun terperanjat. Bagaimana Ibu RT tahu kalau dia ada di rumah? Padahal kunci rumah sudah diganti tanpa sepengetahuan Ibu RT dan Ibu RW."Siapa?" tanya Rahman, bingung.Sari gelagapan. Dia seperti terciduk untuk kedua k

  • Tetanggaku Maduku   Bab 25 Terciduk

    "Ma, kok Papa sama Tante Sari terus?" tanya Rafli setelah pulang sekolah. Anak kecil itu keheranan melihat tingkah ayahnya yang cuek padanya juga jarang berkumpul dengan Ayu dan dirinya. Tentu semenjak Sari datang ke rumah itu.Ayu mengelus surai hitam milik Rafli. Marah dan sedih memenuhi rongga dada Ayu. Apalagi saat anaknya dengan terpaksa melihat kemesraan Sari dan Rahman. Sebelumnya, Ayu sudah mengusir dua manusia laknat itu agar Rafli tak melihat yang seharusnya tak dilihat.Namun, permintaan Ambu membuat Ayu tak bisa berkutik. Wanita itu tidak tahu apa yang terjadi pada Rahman, hingga dalam sekejap berubah drastis. Dia benci dan muak melihat itu semua. Sakit hatinya sudah tak terbendung. Hanya saja, lagi-lagi Ayu harus menahan semua demi Rafli. Psikologis Rafli lebih penting dari apa pun. Ayu mengehela napas sebentar. Dia pun menangkup wajah anaknya dengan senyum palsu."Emm, Rafli. Mulai besok Papa akan sering bareng Tante Sari," ujar Ayu mecoba menjelaskan."Kenapa?" tanya

  • Tetanggaku Maduku   Bab 24 Kalah Telak

    "Buat kopi hitam tanpa gula. Taruh di kolong tempat tidur Rahman. Nanti malam, aku ke sana. Kalau berkurang, berarti Rahman kena guna-guna," papar Wak Toriq dari seberang sana.Ambu dan Abah yang mendengar itu pun tersentak. Mereka saling pandang. Awalnya, besok akan memanggil Kakak Ambu itu.Tetapi karena penasaran, Ambu berinisiatif untuk meneleponnya terlebih dahulu. Ternyata, praduga mereka terwujud. Walaupun belum pasti, tapi melihat gerak-gerik Rahman rasanya semua yang dimungkinkan itu terjadi."Lalu, kami harus bagaimana, Wak?" tanya Abah, khawatir.Kebetulan panggilan di louspeker, jadi Ambu dan Abah bisa leluasa mengobrol. Mereka sekarang sedang di kamar, agar tak ada yang mengganggu, terutama Sari."Biarkan saja dulu, nanti malam baru aku kasih tahu selanjutnya," timpal Wak Toriq yang langsung dipatuhi Ambu dan Abah.Setelah itu, mereka menutup panggilan. Keduanya mulai mencari cara menaruh kopi hitam di bawah kolong ranjang Sari. Ya, karena Rahman sekarang tidur di kamar S

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status