Share

Bab 1 Janji

Penulis: Dhesu Nurill
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-03 16:09:48

Rahman menatap gusar ponsel yang berubah menjadi hitam. Sari menutup panggilan sepihak. Laki-laki itu tak punya pilihan lain, janji dengan Rafli sudah dicanangkan sedari lama.

Derap langkah Ayu yang mendekat tak membuat Rahman merubah posisinya. Dia masih saja menatap benda pipih itu.

"Ada apa, Mas?" tanya Ayu, heran. Dia meletakkan teh hangat kesukaan Rahman di nakas dekat ranjang.

Rahman menatap istrinya, lalu kembali menatap ponsel. Dia harus memilih siapa sekarang?

"Mas," panggil Ayu, mendekat. Dia meraup wajah suaminya dengan penuh perasaan.

"Apa ada masalah?" tanya Ayu, khawatir.

Rahman masih diam. Dia manatap istrinya. Ya, istri yang selalu perhatian dan peduli dengan apa pun tentang dirinya. Namun, entah kenapa ego lelakinya malah membuat pernikahan ini ternoda.

"Ada sedikit masalah di kantor, Sayang. Mas disuruh ke sana, tapi--"

"Pergilah," potong Ayu dengan senyum mengembang. Digenggamnya tangan Rahman.

Senyuman itu, menghangatkan hati Rahman. Dalam sekejap, rasa bersalah menyusup relung hati. Ayu terlalu baik untuknya. Kadang Rahman merasa kurang dalam menyeimbangi kebaikan Ayu. Dan sekarang, dia malah berkhianat dengan Sari.

"Tapi, Rafli bagaimana?"

Baru saja dibicarakan, anak laki-laki berusia 7 tahun itu datang dengan tas punggungnya.

"Ma, Pa, aku udah siap berangkat!" serunya antusias.

Rahman dan Ayu saling pandang. Mereka seperti tengah berkomunikasi lewat mata. Dengan hati-hati Ayu mencoba menjelaskan.

"Sayang, kalau lain kali liburannya bagaimana? Hari ini, Papa ada kerjaan," ujar Ayu sembari jongkok, mensejajarkan dengan tinggi anaknya.

Rafli menatap Ayu, lalu beralih pada Rahman. Mata jernihnya mengisyaratkan kesedihan.

"Papa kan sudah janji mau ngajak Rafli liburan? Kata Bu guru, kalau janji harus ditepati, nanti dosa."

Seketika dada Rahman sesak mendengar pernyataan anaknya. Dirinya seperti ditampar oleh sebuah kenyataan. Ya, kenyataan bahwa sudah tiga bulan terakhir dia banyak mengingkari janji pada anak maupun istrinya.

Ayu diam. Dia pun tak bisa mengelak dengan kalimat anaknya. Namun, sebagai istri, dia hanya bisa berbakti dan mendukung segala langkah suaminya. Ayu begitu percaya pada Rahman, sampai lupa jika duri tak jauh dari tempatnya berada.

Rahman mendekat, dan ikut jongkok di depan Rafli. Dielusnya surai hitam yang sama persis dengannya.

"Bu guru benar, kalau sudah berjanji harus ditepati. Papa minta maaf kalau selama ini suka ingkar janji. Kadang, orang dewasa itu punya banyak janji. Jadi, harus menepatinya satu per satu."

Rafli diam. Dia mungkin tak paham dengan perkataan Rahman, tapi anak itu tak memberikan ekspresi marah ataupun kecewa. Sifat Rafli mengingatkan Rahman pada Ayu. Jika wajah mirip Rahman, maka sifat semua menurun dari Ayu.

"Baiklah. Jangan membuang waktu lagi, kita bergegas berangkat!" seru Rahman sembari menggendong Rafli.

Anak itu bersorak senang. Dia merangkul leher Rahman dengan antusias. Sedangkan Ayu hanya menggeleng dengan senyuman khasnya.

"Mas, gimana pekerjaan kamu?" tanya Ayu sembari mengekori Rahman.

"Aku urus nanti. Yang penting kalian dulu," timpal Rahman, menyunggingkan senyum.

Rahman mengambil keputusan ini demi kebaikan bersama. Biarlah Sari marah, yang penting anaknya bahagia. Mungkin dengan begitu, setidaknya rasa bersalah berkurang.

***

Jari-jari lentik itu meremas gorden yang sengaja dia singkapkan. Sebelah tangan yang lainnya mengepal kuat. Dalam hati sumpah serapah sudah diucapkan.

"Kurang ajar! Ternyata Mas Rahman benar-benar memilih pergi bersama si Ayu," rutuk Sari, geram.

Dia meraih ponsel di nakas dan mendial nomor Rahman. Nada tersambung, tapi tak juga ada jawaban. Wanita berambut sebahu itu tak menyerah, terus menelepon agar Rahman mau menjawab panggilannya.

Namun, sayangnya telepon itu tak juga diangkat sampai mobil Rahman hilang dari pelataran rumah Ayu. Detik itu juga, Ayu melemparkan ponsel ke sembarang tempat. Emosinya meledak.

Ayu membanting apa saja yang ada di hadapannya. Bahkan dia tak segan berteriak menuntaskan kemarahan.

"Tega kamu, Mas! Kamu memilih Ayu saat kamu sudah janji padaku!" teriaknya, kali ini menarik serpai hingga lepas dari kasur.

Merasa sudah puas meluapkan amarah, Sari terduduk lemas di bawah jendela kamar. Isakan tangis lolos dari bibir merahnya.

"Ini gak adil. Kenapa hidupku selalu gak adil?!" lirihnya menangkup wajah dengan kedua tangan.

Hatinya sudah tertutup oleh iri dan dengki, yang ada hanya ego dan keserakahan menguasai diri.

"Ayu. Kamu wanita penghalang kebahagiaanku! Akan kubuat kamu menderita, ini janjiku!" seru Sari, matanya penuh kobaran dendam.

***

Suara tepuk tangan memenuhi mobil. Ada juga suara Rafli yang terus bernyanyi lagu anak-anak. Ayu yang mengiringi suara anaknya dengan tepukan tangan hanya tertawa kecil. Begitupun dengan Rahman, laki-laki itu tersenyum sepanjang perjalanan. Kehangatan keluarga yang tak kan bisa digantikan dengan apa pun.

Beberapa menit kemudian, suasana menjadi hening. Ternyata Rafli sudah terlelap di jok belakang. Ayu pun memperhatikannya dari spion depan.

"Gak kerasa ya, Mas. Rafli udah besar," cetus Ayu, senang.

Rahman senyum dan mengelus jilbab istrinya. "Itu semua karena kamu merawatnya dengan baik dan benar," timpal Rahman, kembali fokus menyetir.

Ayu menggenggam tangan suaminya dengan penuh perasaan. Dia merasa beruntung mendapatkan Rahman. Tidak seperti Sari yang bercerai karena KDRT.

Mengingat itu, Ayu pun langsung berucap, "Mas, katanya Mbak Sari itu suka masukin laki-laki ke rumahnya."

Kaki Rahman refleks menginjak rem dan hampir saja menyelakai anak juga istrinya.

"Astagfirullah, Mas!" seru Ayu kaget. Dia menoleh ke belakang. Untunglah Rafli memakai seatbelt, kalau tidak entah bagaimana nasib anaknya itu.

"Ma-maaf, tadi Mas liat kucing nyebrang," ucap Rahman beralasan.

Ayu memegangi dadanya dan mengatur napas. "Oh, aku kira ada apa," timpal Ayu, mulai tenang.

Dengan agak gugup, Rahman kembali melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

"Kamu tau gosip itu dari mana?" tanya Rahman, mencoba mencari informasi. Kalau sampai hubungannya dan Sari terbongkar, bisa tamat riwayatnya.

"Dari ibu-ibu yang suka belanja sayur, Mas. Awalnya aku hanya mendengarkan saja, tapi tadi ada ibu-ibu yang bilang kalau aku jangan dekat-dekat sama Mbak Sari."

Rahman mengangguk-anggukkan kepala. Dia tampak tenang walaupun rasa takut sudah menguasainya.

"Memangnya, ibu-ibu itu tahu siapa laki-laki yang masuk ke rumah Mbak Sari?" Rahman sengaja memanggil Sari dengan sebutan Mbak. Kalau tidak, Ayu pasti curiga.

Ayu tampak berpikir, lalu dia menggelengkan kepala. " Gak sih, Mas. Itu katanya ada yang pernah melihat laki-laki masuk ke sana, tapi tidak tahu siapa. Gak kelihatan mukanya, katanya," papar Ayu membuat Rahman mengembuskan napas lega.

"Syukurlah," gumam Rahman, tapi terdengar oleh Ayu.

"Syukur kenapa, Mas?" tanya Ayu, heran.

Rahman kelabakan, lalu matanya melihat ada pom bensin terdekat. "Syukurlah, ada pom bensin. Mas kebelet pipis," jawab Rahman dan hanya ditanggapi Ayu dengan ber-oh ria.

Rahman benar-benar kaget mendengar kabar itu. Dia harus lebih berhati-hati lagi. Jangan sampai hubungannya terbongkar, tidak sampai Rahman tahu ke mana akan dibawa jalinannya bersama Sari.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tetanggaku Maduku   Bab 29 Akhir Kisah

    Sari berdiri. Air mata mulai luruh di pipinya. Dia tidak tahu jika perbuatannya bisa sampai menjadi bumerang karenanya. Bukan bahagia yang didapat, tapi sengsara dan cemoohan yang menyambut."Iya, Bu. Aku siap," jawab Sari, yakin.Ambu menghela napas panjang. Wanita paruh baya itu mencoba untuk tenang menghadapi situasi seperti ini. Dia belum berniat juga mempersilakan masuk pada Sari. Sampai ...."Sari?"Dari balik gerbang, Rahman datang dengan wajah bingung.***Tiga bulan kemudian....“Azam?” Ayu mengernyit bingung menatap mantan adik iparnya yang datang.Azam tersenyum, tangannya penuh dengan kantong kertas. Isinya adalah mainan untuk keponakannya, Rafli. Semenjak perceraian Rahman dengan Ayu, Azam kerap kali menengok Rafli. Dia merasa kasihan karena Rahman jarang bertemu Rafli. Alasannya adalah Sari.Istri baru kakaknya itu sering sekali menghalangi Rahman menemui Rafli dengan berbagai alasan. Jadilah, Azam berinisiatif untuk menggantikan peran kakaknya. Meskipun Ayu sering berti

  • Tetanggaku Maduku   Bab 28 Benarkah Anak Rahman?

    "Aku tidak bisa, Mas." Ayu berdiri, menjauhi Rahman yang duduk dengan wajah menghiba."Kenapa?" tanya Rahman, kesedihan tampak jelas di wajah itu.Ayu memejamkan mata sejenak. Dia mencoba untuk tidak memakai perasaan lagi. Walaupun ada rasa iba, tapi sakit hatinya mendominasi. Ayu tidak mau bersanding dengan mantan pengkhianat."Kamu sudah beristri Sari, Mas. Aku pun ingin memulai hidup baru tanpamu. Kita sudah bukan siapa-siapa lagi, Mas," terang Ayu, mencoba membuat Rahman mengerti.Rahman bangkit dan mencoba mendekati Ayu. Tetapi, lagi-lagi Ayu menjauh. Wanita itu benar-benar sudah menghilangkan nama Rahman di hidupnya."Jangan buat semua semakin sulit, Mas. Aku membebaskanmu bertemu Rafli, tapi bukan berarti kita bisa kembali bersama. Kamu sudah punya Sari, perlakukan dia dengan baik. Karena, bagaimanapun dia juga ibu dari calon anakmu."Ayu mencoba untuk tegar. Walaupun mengatakan itu semua butuh keberanian dan kesiapan hati, tapi hanya dengan cara ini Rahman bisa ditolak. Setiap

  • Tetanggaku Maduku   Bab 27 Sanki Sosial

    Warga di sana semakin gaduh. Sedangkan Sari semakin ketakutan. Badannya sudah panas dingin karena melihat Wak Toriq yang terus merapalkan sesuatu.Lalu, Wak Toriq mengusap seluruh tangan dan kaki Rahman, hingga dia menemukan sesuatu di pergelangan tangan Rahman. Sebuah rambut melingkar di tangan Rahman, hanya beberapa helai, sehingga tak begitu jelas jika tidak diamati.Wak Toriq mengucap asma Allah sembari menarik gelang itu sampai putus. Sari langsung menjerit dan tumbang, bersamaan dengan itu disusul robohnya Rahman yang tidak sadarkan diri."Rahman!" seru Abah dan Ambu berbarengan.***"Saya atas nama keluarga Rahman, memohon maaf yang sebesar-besarnya. Ini di luar dugaan. Maaf jika kelakukan keponakan saya merugikan banyak pihak," tutur Wak Toriq memulai pembicaraan.Masih di rumah Sari, ada Pak RT, Pak RW, Ibu RT, Ibu RW, orang tua Rahman dan Ayu. Warga yang masih betah di sana pun hanya beberapa orang. Mereka sengaja dibubarkan demi keamanan. Hanya tersisa mereka yang menemani

  • Tetanggaku Maduku   Bab 26 Keberadaan Rahman

    Ayu diam sejenak. Dia mengehela napas pendek sebelum berucap. "Baiklah, Wak. Aku akan memanggilnya. Dia ada di rumah Sari," ujar Ayu, membuat Ambu dan Abah menghela napas lega.Kedua orang itu pikir Sari berbuat macam-macam atau membawa kabur Rahman entah ke mana. Ternyata, dibawa ke rumah Sari yang tidak ingin dianggap menantu oleh mereka."Biar kita saja yang ke sana. Uwak juga mau tahu, apa wanita itu menyimpan sesuatu di rumahnya," papar Wak Toriq yang langsung disetujui Ambu.Sebelum pergi, Ayu menelepon Ibu RT dan Ibu RW. Dia ingin penutupan pembalasan dengan cantik. Hukum sosial akan lebih menyakitkan dibanding dengan hukuman jeruji besi.***"Sari, buka pintunya!" seru Ibu RT yang menggetuk pintu rumah Sari dengan kasar.Sari yang tengah bermesraan dengan Rahman pun terperanjat. Bagaimana Ibu RT tahu kalau dia ada di rumah? Padahal kunci rumah sudah diganti tanpa sepengetahuan Ibu RT dan Ibu RW."Siapa?" tanya Rahman, bingung.Sari gelagapan. Dia seperti terciduk untuk kedua k

  • Tetanggaku Maduku   Bab 25 Terciduk

    "Ma, kok Papa sama Tante Sari terus?" tanya Rafli setelah pulang sekolah. Anak kecil itu keheranan melihat tingkah ayahnya yang cuek padanya juga jarang berkumpul dengan Ayu dan dirinya. Tentu semenjak Sari datang ke rumah itu.Ayu mengelus surai hitam milik Rafli. Marah dan sedih memenuhi rongga dada Ayu. Apalagi saat anaknya dengan terpaksa melihat kemesraan Sari dan Rahman. Sebelumnya, Ayu sudah mengusir dua manusia laknat itu agar Rafli tak melihat yang seharusnya tak dilihat.Namun, permintaan Ambu membuat Ayu tak bisa berkutik. Wanita itu tidak tahu apa yang terjadi pada Rahman, hingga dalam sekejap berubah drastis. Dia benci dan muak melihat itu semua. Sakit hatinya sudah tak terbendung. Hanya saja, lagi-lagi Ayu harus menahan semua demi Rafli. Psikologis Rafli lebih penting dari apa pun. Ayu mengehela napas sebentar. Dia pun menangkup wajah anaknya dengan senyum palsu."Emm, Rafli. Mulai besok Papa akan sering bareng Tante Sari," ujar Ayu mecoba menjelaskan."Kenapa?" tanya

  • Tetanggaku Maduku   Bab 24 Kalah Telak

    "Buat kopi hitam tanpa gula. Taruh di kolong tempat tidur Rahman. Nanti malam, aku ke sana. Kalau berkurang, berarti Rahman kena guna-guna," papar Wak Toriq dari seberang sana.Ambu dan Abah yang mendengar itu pun tersentak. Mereka saling pandang. Awalnya, besok akan memanggil Kakak Ambu itu.Tetapi karena penasaran, Ambu berinisiatif untuk meneleponnya terlebih dahulu. Ternyata, praduga mereka terwujud. Walaupun belum pasti, tapi melihat gerak-gerik Rahman rasanya semua yang dimungkinkan itu terjadi."Lalu, kami harus bagaimana, Wak?" tanya Abah, khawatir.Kebetulan panggilan di louspeker, jadi Ambu dan Abah bisa leluasa mengobrol. Mereka sekarang sedang di kamar, agar tak ada yang mengganggu, terutama Sari."Biarkan saja dulu, nanti malam baru aku kasih tahu selanjutnya," timpal Wak Toriq yang langsung dipatuhi Ambu dan Abah.Setelah itu, mereka menutup panggilan. Keduanya mulai mencari cara menaruh kopi hitam di bawah kolong ranjang Sari. Ya, karena Rahman sekarang tidur di kamar S

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status