"Mbak, masih betah di rumahku? Balik, gih! Minum obat," ujarku. Sudah lebih dua jam dia berceloteh ngalor ngidul mengikuti arah angin, angin ribut!"Males, ih. Liat kerjaan rumah numpuk, jadi ga asik. Mana laki udah pergi kerja, sepi," ujarnya mengelak."Lah, aku juga mau istirahat," ujarku kesal."Eh, mumpung aku lagi ga sibuk, jalan-jalan, yuk. Pake motor baru kamu," ujarnya sambil menunjuk si N-Cox."Ogah, cukup si butut aja yang turun berok gara-gara dinaikin sama dirimu," jawabku sewot."Dih, emang dasar udah butut! Ayuk lah, Rin. Kita jalan-jalan kaya orang-orang itu loh, yang hobi nongkrong di kafe, kaum saoslita.""Sosialita! Ogah, ah, ntar di jalan bisa-bisa ditangkap polisi," ujarku mengelak."Masa sih?" tanyanya heran."Iya, motor itu cuma boleh boncengin orang, bukan karung beras," ujarku sambil terkekeh."Sembarangan, Lu. Ngatain gue karung beras. Bukan karung beras, tauk!" ujarnya kesal."Terus?""Gaban!""Bwahahahaa, nyadar jugak! Udeh buruan balik, aku mau tidur siang.
Malam ini, hujan turun sangat deras. Petir sesekali menyambar disusul suara gemuruh yang membahana. Aku khawatir dengan suamiku yang belum kembali ke rumah. Ku kirim pesan WA padanya. Aku tak berani menelpon dalam keadaan hujan petir seperti sekarang ini.[Assalamu'alaikum, Pah. Papah lagi dimana sekarang?] Pesan terkirim tercentang dua. Kemudian langsung berwarna biru.[Di jalan, Mah. Ini si Arif yang nyetir. Baru balik dari apartemen buat masang orderan,] balas suamiku.[Di rumah hujan petir, Pah. Disana gimana?] balasku lagi.[Hujan deras juga, Mah,] balas suamiku kemudian.[Ya sudah, hati-hati ya, Pah. Bilangin Arif jangan ngebut.] pesanku padanya.[Iya, Mah. Nanti habis anter Papah, Arif yang bawa mobilnya, biar besok Papah dijemput aja.] Suamiku memang sering mempercayakan mobil pada karyawan kepercayaannya.Setengah jam kemudian, suamiku tiba di rumah. Hujan masih turun sangat deras. Halaman depan rumah menjadi becek akibat genangan air."Pah, kayaknya harus pasang paving block
POV Mas Bowo Hari ini istriku tercinta berulang tahun yang ke-38. Biasanya, tahun-tahun sebelumnya, istriku tak pernah banyak meminta hadian disaat dia berulang tahun. Namun kali ini aku dIbuat terkejut, istriku meminta dibelikan sebuah motor baru, merek dan modelnya harus sama persis dengan milik tetangga. Aku jadi pusing dIbuatnya. Motor yang ada pun masih dalam masa kredit. Bagaimana mungkin aku bisa membelikan dia motor baru lagi? Aku menawarkan pilihan hadiah lain saja, tapi istriku kekeuh ingin motor baru, yang bodynya lebar dan sedang ngetren saat ini. “Pokoknya aku mau motor kayak punya si Rini, Mas!” “Ya sudah, nanti coba tanyakan Rini beli itu Dp nya berapa?” “Satu lagi, Mas “Apa, Dek?” “Kue ultah yang warna pink!” “Kamu ini kayak anak kecil saja, Dek. Ya sudah, nanti Mas belikan. Tapi Mas baliknya malam, ya!” “Oke deh, Mas Wowo cintakuu, cayangkuu,” ujarnya sambil beg
Pukul 09.00 pagi, sebuat colt diesel datang mengantar pesanan paving block. Mas Hadi sengaja berangkat agak siang, sekalian menunggu kedatangan tukang untuk memasang paving block di halaman. Akhirnya tukang bangunan pun tiba. Aku menyiapkan minuman dingin dengan beberapa cemilan dan gorengan untuk Pak Tukang. Setelah semua paving block diturunkan dari mobil pengangkut, proses pengerjaan pun dilakukan. “Deuuuh, bangun teruuus.” Tiba-tiba saja ada suara beserta wujudnya. “Mbak Kiki! Ngagetin aja! Ini supaya kalau hujan ga becek, Mbak!” “Bilang aja, males nyabutin rumput!” “Serah Elu, deh!” ujarku sambil berjalan ke teras depan. Duduk di kursi teras sambil melihat pak tukang melakukan pekerjaannya. Kukira Mbak Kiki hanya lewat, ternyata dia mengikutiku masuk ke halaman dan ikut pula duduk di teras. “Enak, ye, punya laki banyak duit.” “Rezeki orang kita ga tau, Mbak.” “Tau ga, Lu?” “Apaan?” “Gue puny
Setelah tiga hari, akhirnya paving block di halaman rumahku selesai dipasang. Aku mulai leluasa menata tanaman hiasku lagi. Satu persatu pot tanaman aku rapikan, kemudian menyiram tanaman-tanaman dengan air dari selang yang sudah tersedia. “Asik beneeer, pagi-pagi udeh semprot sana-sini.” Mbak kiki muncul dari pintu pagar yang lupa kututup saat sumiku berangkat kerja tadi. “Udah mandi, Mbak?” tanyaku santai, masih tetap menyirami tanaman hias. “Belum! Ntar aja, masih adem banget cuacanya,” jawabnya. “Sini, aku mandiin! Mumpung aku lagi baik,” “Diih, ogah!” Aku hanya tertawa mendengar jawabannya. “Dicariin Bu RT, Mbak!” ujarku kemudian. “Ngapain Bu RT nyariin gue?” “Tauk! Tanya aja sendiri,” ujarku lagi. “Kalau mau dibagi bantuan sembako mah, aku mau, Rin!” “Ya, bisa jadi! Makanya buruan sono ke rumah Bu RT!” “Iya, deh. Aku mau kesana,” ujarnya dan berlalu
Setelah tiga hari, akhirnya paving block di halaman rumahku selesai dipasang. Aku mulai leluasa menata tanaman hiasku lagi. Satu persatu pot tanaman aku rapikan, kemudian menyiram tanaman-tanaman dengan air dari selang yang sudah tersedia. “Asik beneeer, pagi-pagi udeh semprot sana-sini.” Mbak kiki muncul dari pintu pagar yang lupa kututup saat sumiku berangkat kerja tadi. “Udah mandi, Mbak?” tanyaku santai, masih tetap menyirami tanaman hias. “Belum! Ntar aja, masih adem banget cuacanya,” jawabnya. “Sini, aku mandiin! Mumpung aku lagi baik,” “Diih, ogah!” Aku hanya tertawa mendengar jawabannya. “Dicariin Bu RT, Mbak!” ujarku kemudian. “Ngapain Bu RT nyariin gue?” “Tauk! Tanya aja sendiri,” ujarku lagi. “Kalau mau dibagi bantuan sembako mah, aku mau, Rin!” “Ya, bisa jadi! Makanya buruan sono ke rumah Bu RT!” “Iya, deh. Aku mau kesana,” ujarnya dan berlalu
Sudah dua minggu puasa di bulan Ramadhan, dan sudah dua hari ini Mbak Kiki tak kelihatan batang hidungnya. Mungkin karena suaminya sedang libur, jadi dia hanya berdiam diri saja di rumah, adem ayem angkrem, tak membuat kerusuhan apapun di rumahku. Hahaha.Namun kenyamananku kembali terusik, saat aku melihat dia sedang say goodbye pada sang suami pagi ini. Melihat kegiatan rutinku setiap pagi yaitu menyirami tanaman di halaman depan, Mbak Kiki langsung menghampiri.“Ciyeeh, pagi-pagi udah basah aja rambutnya,” ujarnya berseloroh. Aku melihat bagian hijabku memang sedikit basah terkena tetesan air.“Emang kenapa kalau basah rambut, Mbak? Aku mah memang keramas setiap kali mandi,” jawabku cuek.“Ooh, emang ga dingin apa pagi-pagi udah mandi?” tanyanya lagi sambil bersandar di pagar.“Udah biasa sih. Aku kalau mau sholat subuh tetep mandi dulu, jadi sholat subuhnya dalam keadaan wangi dan bersih, menghadap Allah ga bau jigong,”“Hehehe,” ujarnya sambil cengengesan seperti biasanya.“Berar
Mbak Kiki masih asik mengunyah kue-kue yang kusuguhkan. Tiba-tiba Udin kembali ke rumah dan berjalan melewati Mbak Kiki.“Dari mane, Lu, Din? Masuk rumah gak assalamu’alaikum, kaga pake celana lagi,” ujarnya sambil mencolek telinga Udin.“Meeoong … “ Udin bereaksi marah, ia memang hanya jinak pada keluargaku saja, jika kepada orang luar rumah, Udin akan bersikap galak.“Yee, gitu aje marah Lu, Din!” Udin mendengus lalu menghilang dibalik kamar Davi. Pasti dia mau tidur.“Ya kali kucing pake celana, Mbak!”“Eh, kamu tau kabar tentang Mbak Devi, gak?”“Mbak Devi sehat, kemarin ketemu di kang sayur,” jawabku selow, dia pasti mau ngajakin ghibah.“Bukan itu, Rin! Denger-denger suaminya nikah lagi, lho!” Tuh, kan, bener!“Hmm … Mulai gibah! Bukan suaminya yang nikah lagi,”“Hah? Terus?”“Ahmad Doni. Nikah lagi sama Mbak Wulan setelah pisah dari Mbak Melia Estiani!”“Itu kan artis! Ah, elu mah ga asik!”“Puasa-puasa ghibah! Dosa!” ujarku ketus.“Ngomong-ngomong soal artis nih, ye, elu punya