Home / Fantasi / Thai Qu Cing Si Anak Kotoran / 5. Formasi tanda pengunci

Share

5. Formasi tanda pengunci

Author: Donat Mblondo
last update Last Updated: 2024-03-14 14:32:15

"Oh, maaf, Tuan Muda. Aku benar-benar tidak tahu. Tapi, ini adalah tingkat dasar. Siapapun bebas meminjam dan belajar, meskipun dia berada di ranah spiritual terendah sekalipun," ucap Gu Wang.

"Oh, Paman Gu benar. Ini adalah tingkat dasar. Haha." Han Thu berjongkok dan menatap Qu Cing dengan tatapan yang mengintimidasi, sembari menekan kedua rahang pipinya dengan cukup kuat. "Rupanya, kau memiliki keberuntungan bisa selamat dari gundukan sampah itu. Tapi, jangan pernah berpikir bahwa kau akan berkembang. Meskipun, kau menghafal seluruh isi buku di perpustakaan ini, tanpa kekuatan spiritual, kau hanyalah seorang SAM-PAH!"

Kemudian, Han Thu pergi menuju tangga diikuti oleh teman-temannya. Sementara Qu Cing, masih duduk tertimbun buku-buku yang berjatuhan dari rak.

Gu Wang jelas mengenali anak yang dianggap kotoran itu. Namun, perpustakaan adalah gudang ilmu. Siapa saja bisa mendapat keajaiban hanya dengan membaca sebuah ilmu. Sebagai pengurus tingkat dasar, pria paruh baya itu dipilih dengan sangat ketat oleh kepala perguruan.

Hal itu karena, pengurus dan guru-guru tingkat dasar, mereka lah yang akan pertama kali membentuk karakter dan ilmu anak-anak didik mereka. Jika ada pengurus atau guru-guru yang condong dengan salah satu murid, maka murid yang lain akan ada yang terabaikan. Dan ini akan sangat berpengaruh dengan perkembangan ilmu mereka.

Delapan tahun yang lalu, ketika terjadi kekacauan di Menara Ti Yang. Kepala perguruan Long Ji menghilang. Dia ikut serta dalam pertempuran antar tiga ras di sana. Namun, hingga saat ini belum kunjung kembali.

Ada yang mengabarkan, bahwa ia tewas dalam pertempuran tersebut. Akan tetapi, tidak ada jasad kematiannya. Ada juga yang bilang, bahwa kepala perguruan telah kembali. Namun, tidak ada seorangpun dari orang-orang perguruan yang menjumpainya.

Gu Wang dan Shi Liet, adalah dua orang pilihan kepala perguruan yang tersisa. Sejak perguruan diambil alih oleh wakil Ben Cong, keadaan perguruan benar-benar berubah sangat drastis. Penghianat bermunculan. Guru-guru dan para pengurus berbuat sewenang-wenang terhadap anak didik mereka. Yang lemah dicampakan dan yang kuat dijunjung tinggi. Moral para murid semakin bejat dan tak tahu aturan.

Keadaan tersebut sempat membuat Gu Wang dan Shi Liet geleng-geleng kepala dan terpaksa menelan ludah pahit. Mereka harus terus bersabar dan bersikap netral kepada siapapun.

"Apa kau baik-baik saja, Nak?" tanya si pengurus perpustakaan kepada Qu Cing sembari mengulurkan tangan.

"Tentu saja! Paman tidak perlu khawatir. Aku sudah terbiasa ditindas olehnya. Dan berkat Senior Han, aku bisa menemukan buku ini lebih cepat. Hehe." Anak itu meringis sembari menunjukan sebuah buku yang ia cari.

"Tidak peduli kau berada di ranah apa, aku akan tetap memperlakukanmu sebagaimana yang lainnya. Ayo berdiri! Akan ku bantu membereskan buku-buku ini!"

"Terima kasih Pengurus Gu!"

"Panggil aku Paman!"

"Baiklah, Paman!" Qu Cing meraih uluran tangan pria itu dan menyisihkan buku yang akan dipinjam ke meja pengurus.

Gu Wang membantu Qu Cing membereskan buku-buku yang berhamburan agar kembali pada tempatnya. Setelah itu, mereka melakukan akad pinjam meminjam.

"Kau hanya bisa meminjam buku ini paling lama tiga hari. Setelah jatuh tempo, kau harus mengembalikan buku ini pada tempat semula. Apa kau mengerti?" ujar Gu Wang kepada Qu Cing.

"Mengerti, Paman!"

Kemudian Qu Cing segera membawa buku tersebut ke gubuk tua di pekarangan pojok timur laut perguruan.

"Hei, Ki Sanak! Lihatlah! Aku berhasil membawa buku ini!" ujar Qu Cing kepada suara aneh yang muncul beberapa saat lalu.

Tanpa menunggu tanggapan, anak itu pun langsung membuka buku yang dibawanya. Beberapa kali ia membolak-balikan buku tersebut hingga wajahnya berkerut.

"Tidak ada yang sesuai dengan tanda yang berada di pintu lemari!" gumam Qu Cing.

"Kau tidak akan pernah menemukan yang sesuai! Itu adalah formasi tanda pengunci. Kau harus memahami konsep pembuatannya dan pembukaannya," kata suara aneh itu kembali muncul.

Pembuatan dan pembukaan?

Qu Cing pun langsung beralih ke halaman yang bertuliskan bab Pembuatan dan Pembukaan Formasi Tanda Pengunci. Di sana diterangkan, cara membuat formasi tanda pengunci yaitu, seseorang harus menyalurkan energi spiritualnya di suatu benda yang akan dibuat tanda. Menyalurkan energi spiritual menjadi bentuk sebuah titik, lalu buat jarak setiap titik dari rapat ke renggang dan semakin merenggang. Adapun cara pembukaannya, adalah dengan menghubungkan titik-titik tersebut dengan sebuah garis dari jarak titik paling rapat ke jarak titik paling renggang.

Setelah membaca buku tersebut, Qu Cing merasa dirinya tercerahkan. Anak itu segera mengambil sebuah batu krikil kasar dan mengamati titik-titik tanda pada pintu lemari dengan teliti. Kemudian, dia mulai menghubungkan titik-titik tersebut sesuai dengan konsep pembukaan.

Tiba-tiba, pintu lemari bergetar memancarkan cahaya. Sedikit demi sedikit, pintu itu terbuka menunjukan sebuah jalan yang sangat gelap.

"Inikah jalan menuju ruang bawah tanah?" kata Qu Cing.

"Benar. Masuk dan berhati-hatilah! Karena di sana terdapat banyak jebakan," sahut suara itu lagi.

Baru satu langkah Qu Cing menginjakkan kakinya ke dalam ruangan itu, tiba-tiba beberapa panah melayang ke arahnya.

Syuuut syuuut syuuut!

"Tongkat sakti!"

Whuuush whuuush whuuush!

Sang tongkat sakti datang berputar-putar menghalau panah-panah itu. Ketika panah-panah menyentuh sedikit dari bagian sang tongkat, seketika panah-panah itu menjadi abu.

"Terjang!" teriak Qu Cing kepada sang tongkat, agar benda sakti itu terus maju menunjukan jalan sembari menerangi gelapnya ruangan, dan menghalau segala rintangan.

Anak itu berlari mengikuti sang tongkat sakti, hingga akhirnya ia sampai di sebuah tempat. Di tempat itu, terdapat jeruji besi yang sangat kokoh. Seorang pria berwajah hancur dan berpenampilan seperti orang gila terkurung di dalam jeruji tersebut.

"Akhirnya ... ada yang datang setelah 8 tahun aku terkurung!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   126. Laron api

    “Sekarang! Tye, sendi! Jing, belenggu! Pien, tahan tanah!” teriak Qu Cing.Dalam beberapa detik, sisa jangkrik kristal satu per satu tumbang. Tak ada sorak. Hanya hembusan napas panjang serentak.“Suara mereka… seperti memukul otak,” keluh Jien Jing, memijit pelipis.“Jangan dengarkan,” sahut Qu Cing pendek. “Kerjakan tanganmu.”Ia jongkok. Dengan ujung tongkat, ia membelah dada salah satu jangkrik. Di dalamnya, berkilau butiran kristal merah kecil. Mirip pecahan batu dari serigala batu. Saat ia mendekatkan kantong berisi pecahan itu, kristal di tubuh jangkrik bergetar. Pecahan di kantong ikut bergetar.‘Dipanggil oleh pola yang sama,’ batin Qu Cing. ‘Ini bukan makhluk liar. Ada yang memainkan hutan.’Suasana kembali hening. Tapi hening itu tidak seperti istirahat, melainkan menunggu sesuatu. Pohon-pohon pinus berderak pelan, seolah angin tak lagi bertiup dari luar, melainkan dari dalam hutan sendiri. Kabut yang biasanya dingin perlahan berubah, membawa hawa hangat samar, seperti uap d

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   125. Jejak dalam kabut

    Hutan kembali tenang. Tenang yang membuat bulu kuduk berdiri.Asap tipis dari bangkai serigala batu merayap rendah, bercampur dengan kabut yang makin turun. Bau besi, tanah basah, dan getah pinus bersatu, menusuk hidung.“Bangun!” ucap Qu Cing pelan pada timnya. “Jangan duduk terlalu lama!”Mereka berdiri perlahan.Jien Jing masih menggenggam gulungan tanda, ujung kertasnya bergetar.Pien Duu mengatur napas dengan mulut setengah terbuka.Phi San memijit telinganya, berusaha meredakan denging yang belum hilang.Tye Luu menatap sekeliling tajam, hidungnya kembang-kempis membaca arah angin.Di seberang, murid kelas 4A ikut bangkit. Dua di antaranya masih limbung. Han Thu terdiam, menegakkan bahu yang sempat jatuh. Bara api kecil menari di ujung jarinya, seolah ia takut terlihat lemah jika memadamkannya.“Posisi tetap,” kata Qu Cing. “Kita bertahan sampai matahari turun.”“Jangan memerintah kami!” dengus Han Thu. Tapi ia juga tidak bergerak pergi.‘Bagus. Diamlah di sana!’ batin Qu Cing. I

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   124. Sesosok berjubah

    Serigala batu itu akhirnya roboh dengan auman terakhir. Tubuh hitam kelamnya retak, pecah jadi puluhan bongkahan yang menyebar ke tanah. Cairan hitam yang menetes dari mulutnya mengalir, membakar rumput liar hingga layu seketika. Hutan mendadak hening.Asap tipis naik perlahan di antara pohon pinus, melayang bersama kabut pagi yang semakin menebal.Murid-murid kelas 4F jatuh terengah. Jien Jing terperosok ke tanah, tangannya gemetar. Pien Duu menahan lutut, napasnya berat. Phi San langsung rebahan, menepuk dadanya keras-keras.“Kalau satu serangan lagi…” Jien Jing bersuara lirih, “kita pasti habis.”Phi San mencoba bercanda meski wajahnya pucat. “Untung cairannya baunya kayak kotoran busuk. Kalau tidak, aku sudah pingsan sejak tadi.”Yang lain mendecak kesal, tapi sedikit lega.Tye Luu menarik napas panjang. Suaranya pelan, hampir berbisik, “Kita masih hidup. Itu yang penting.”Di depan mereka, Qu Cing tetap berdiri tegak. Tongkat sakti tertancap di tanah. Ia tidak bicara, hanya menata

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   123. Serigala batu

    Dari balik kabut, suara tawa pelan terdengar. “Kelas F… kalau tidak punya perisai, bagaimana caranya pulang?”Han Thu muncul di antara dua batang pinus. Tiga murid kelas 4A berdiri di sisinya. Api kecil menari di sekeliling tubuh mereka, membuat udara panas bergetar. Daun-daun kering di tanah meretak dan menjauh sebelum sempat menyentuh bara.Jien Jing maju setengah langkah, wajahnya merah padam. “Kau—”“Diam,” potong Qu Cing datar. Ia melangkah ke depan, berdiri di barisan terdepan. Tongkat saktinya miring di samping tubuh, tampak seperti kayu biasa.Han Thu tersenyum, tatapannya tajam. “Aku hanya ingin membantu. Ujian bertahan hidup itu berat. Bagaimana kalau kubantu kalian pulang lebih cepat?”Di ujung jarinya, bola api kecil berputar, menyala merah menyilaukan. Panasnya membuat udara di sekitar bergelombang.Tanda Penjejak Getar di kaki Qu Cing berpendar samar. Ada dua langkah berputar dari kiri, satu lagi mendekat dari kanan. Mereka mengepung.‘Api di depan, tebasan dari samping,

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   122. Hutan Pelatihan

    Mereka pun tiba di Hutan Latihan. Kabut tipis bergelayut di antara pepohonan tinggi. Suara burung bercampur dengan desiran angin pagi. Bau tanah basah naik dari akar-akar yang mencuat, menyatu dengan aroma daun pinus yang tajam.Murid-murid kelas 4F berdiri dengan wajah tegang. Jia Gong An menatap mereka satu per satu.“Hari ini kalian akan membentuk tim. Setiap tim harus bertahan sampai matahari terbenam. Aturannya sederhana: gunakan tanda untuk bertahan hidup. Kalau tidak… ya, terserah nasib kalian.”Nada suaranya tegas, namun ada jeda tipis di antara kata-katanya. Seolah ia menahan sesuatu di dalam hati. Matanya beralih dari wajah pucat Tye Luu, tangan gemetar Jien Jing, hingga Phi San yang pura-pura tersenyum.Dalam tatapan dinginnya tersimpan bayangan rasa khawatir. ‘Anak-anak ini… jika mereka hanya dianggap murid gagal oleh dunia luar, maka akulah satu-satunya yang harus memastikan mereka pulang dengan selamat.’Sesaat, jemarinya yang menggenggam gulungan bambu bergetar ringan.

  • Thai Qu Cing Si Anak Kotoran   121. Riak dalam perguruan

    Malam berakhir…Setelah tubuh bayangan terakhir membeku di genteng, Nie Lee menepuk pundak muridnya.“Cukup untuk malam ini. Kau butuh istirahat, Qu Cing.”Qu Cing mengangguk pendek. Tatapannya masih dingin, namun langkahnya ringan saat ia kembali ke asrama.Di kamar yang sepi, ia merebahkan diri di atas dipan kayu yang dingin. Langit-langit kusam menatapnya kosong, sementara pikirannya berputar: wajah Jun Jung, tongkat sakti yang memilihnya, dan bayangan hitam yang mati tanpa sempat bicara.Matanya akhirnya terpejam. Tidurnya tidak tenang, bayangan cahaya dan kegelapan saling berbenturan di kepalanya. Seolah dunia tengah menyiapkan beban baru di pundaknya.Pagi tiba…Mentari terbit perlahan di balik timur. Sinarnya menyusup lewat celah pepohonan rindang yang mengelilingi Perguruan Long Ji. Embun masih menempel di dedaunan, menetes ke tanah basah, menebarkan aroma segar.Qu Cing berdiri di pelataran barat. Tongkat sakti tertancap di tanah di sampingnya. Matanya terpejam, napasnya tera

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status