Share

The Offer

Ini hari yang membosankan, seperti biasanya. Tak ada yang bisa Gemma lakukan selain duduk di sofa yang menghadap ke jendela, memandangi jalan lengang yang terik. Setelah memasak bersama Lysis, membersihkan rumah, memeriksa kotak surat yang tentu saja kosong, Gemma duduk di titik favoritnya di dalam rumah, yang konon adalah tempat favorit Michael saat Gemma tak ada di sini. Lysis menonton televisi seperti biasa, mencoba mengikuti perkembangan zaman dan menyesuaikan gaya hidup dengan manusia. Sebagai alien, masih banyak hal yang membuatnya bingung dan canggung. Seperti fakta bahwa wanita mengandung dan mengeluarkan anak. Ya, dia menggunakan kata mengeluarkan, bukan melahirkan.

Saat Gemma bertanya bagaimana cara bangsa Archturian berkembang biak, Lysis memberi jawaban samar soal bintang bernyawa dan jiwa tanpa raga. Lain kali Gemma akan meminta penjelasan yang lebih rinci soal itu.

“Tuan putri,” panggil Lysis. Walaupun sudah berulang kali Gemma menyuruhnya menghentikan panggilan itu, tetapi kebiasaan ribuan tahun Lysis saat memanggil Lanaya sepertinya tak bisa dihilangkan.

“Ya?” sahut Gemma, malas. Dia masih memandang ke jalan.

“Apakah aku sudah mengatakan padamu bahwa uang yang kau berikan padaku sudah hampir habis?”

Itu berita buruk di siang hari. Gemma bergeming di sofa, tetapi tiba-tiba saja pikirannya terasa penuh. Dari mana lagi mereka akan mendapatkan uang untuk hidup? Mungkin Gemma bisa mulai mencari pekerjaan yang tidak melibatkan aktivitas rumah tangga seperti mencuci piring atau memasak. Karena dia sudah mencoba beberapa pekerjaan yang berkaitan dengan hal tersebut dan tidak ada yang berakhir bahagia. Sepertinya Gemma pernah melihat lowongan untuk menjadi pengawal pribadi—

Pikiran Gemma tiba-tiba berhenti bekerja ketika melihat sosok yang melintas tepat di trotoar di luar jendela. Gemma langsung menurunkan kaki yang sedari tadi bersila di atas sofa. Dia bangkit untuk menempelkan wajah ke jendela, memastikan bahwa dia tidak salah lihat. Itu Nero. Dan dia berbelok ke tangga di depan pintu rumah Gemma.

Satu detik kemudian terdengar suara ketukan di pintu depan. Lysis menengok dan mengernyit lalu bangkit berdiri untuk membuka pintu. Sementara Gemma hanya berdiri seperti patung di dekat jendela, menunggu kemunculan Nero.

Sedang apa dia di sini? Gemma kira pertemanan mereka sudah selesai semenjak Nero dan Sarah tidak pernah mengunjunginya lagi. Gemma tidak masalah dengan itu. Mereka punya kehidupan sendiri dan Gemma bukanlah bagian dari tanggung jawab mereka. Namun sepertinya Jo tidak sepemahaman dengan Gemma soal itu.

Gemma mendengar suara Lysis dan Nero yang bercakap-cakap. Nero menanyakan kabar Lysis, sementara Lysis berkata bahwa Nero tidak bisa ikut makan siang bersama mereka, karena bahan makanannya hanya cukup untuk dua orang.

Informasi yang sangat bagus, Lysis! ucap Gemma dalam hati. Sebagai teman serumah, Lysis memang  sangat pandai mempermalukan Gemma.

“Tidak, aku tidak berniat untuk makan sian bersama kalian,” tukas Nero dengan sopan terhadap tawaran Lysis. “Apa Gemma ada di rumah?”

“Ya, tentu saja. Memang dia mau kemana? Dia kan tidak punya pekerjaan,” balas Lysis.

Lysis sialan. Mengapa sedari tadi dia mengatakan hal yang tidak perlu? gerutu Gemma sembari mengepalkan tangan. Jika ini yang Lysis dapat dari menonton televisi, Gemma harus menyuruh Lysis untuk belajar dari sumber lain.

“Ayo masuk,” ajak Lysis kemudian.

Terdengar suara langkah kaki menuju ke ruang keluarga dan Gemma terperanjat saat berhadapan langsung dengan Nero. Sampai sekarang Gemma masih tidak mengerti mengapa dia selalu merasa canggung di sekitar Nero. Gemma ingin bisa bersikap biasa seperti saat dia bersama Jo. Namun walau sudah mencobanya selama dua tahun ini, Gemma tetap tak bisa melakukannya.

Apalagi saat Gemma melihat Nero memakai jaket pemberiannya, yang separuh uang pembayarannya merupakan hasil berhutang pada Jo.

“Hai,” sapa Nero, tanpa senyum, tapi suaranya terdengar ramah.

“Hai,” balas Gemma. Suaranya terdengar seperti kuda meringkik. Gemma berdeham lalu mengulangi sapaannya. Yang ini terdengar lebih baik.

“Aku datang menggantikan Jonathan,” ucap Nero. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.”

“Apakah aku boleh ikut dalam pembicaraan?”

Nero melirik ke arah Lysis, dan Gemma tak bisa tidak memutar mata.

“Tentu saja,” jawab Nero.

Gemma mempersilakan Nero duduk di satu dari dua sofa di ruang keluarga. Gemma duduk di seberang Nero, sementara Lysis duduk di sofa panjang di depan televisi, dengan tubuh menghadap ke ruang keluarga.

“Ada apa?”

“Kami bertemu Draconian.”

Itu berita yang mengejutkan, tetapi di saat bersamaan tidak terlalu mengagetkan. Semua berkat analisis Lysis dan kumpulan artikel itu. Jadi memang, Draconian belum benar-benar musnah dari Elenio.

Yang lebih mengganggu Gemma adalah, kedatangan Nero ke sini untuk menyampaikan sebuah berita yang seharusnya menjadi rahasia di antara Gemma dan Jo, dan juga Lysis. Lalu kenapa Nero mengetahuinya? Apakah Jo melanggar sumpahnya pada Gemma?

“Aku bertemu dengan Jo di Noane,” terang Nero, seolah dia bisa membaca pikiran Gemma. “Aku sedang menyelidiki hal yang sama dengannya, karena ada kejanggalan di kasus kematian di sana. Kejanggalan yang sama seperti yang ditimbulkan oleh Draconian.”

Keterangan dari Nero membuat Gemma gelisah. Jadi Archturian sudah mengetahui hal ini? Gemma setengah berharap mereka belum tahu, karena dengan begitu dia bisa menyelidikinya dengan leluasa. Namun memang kemungkinannya kecil.

“Apa Archturian sudah mengetahui hal ini? Kemunculan Draconian?”

“Belum,” jawab Nero. “Aku belum melaporkan apapun kepada divisiku.”

Gemma mengetuk-ngetukkan jemari ke sandaran lengan, matanya bergerak-gerak memandangi lantai beralas karpet. Karpet di ruang keluarga sudah sangat usang. Kalau Gemma punya uang, dia akan menggantinya dengan yang baru. Entah kapan.

“Gemma.” Panggilan dari Nero mengembalikan Gemma dari pikiran soal karpet.

“Ya?”

“Aku datang ke sini bukan sekadar memberitahumu soal Draconian. Aku punya urusan lain.”

Tatapan mata Nero yang serius membuat jantung Gemma berdebar. Apakah ini normal?

“Apa?”

“Aku ingin menawarkan pekerjaan padamu.”

Mendengar kata pekerjaan membuat Gemma bersemangat. “Pekerjaan apa?” tanyanya, mencoba untuk tetap terdengar netral.

“Divisi intelijen Archturian membentuk divisi tak resmi—“

“Archturian?” potong Gemma. “Kau memintaku bekerja di bawah Archturian? Tidak. Terima kasih.” Gemma beranjak dari sofa dan menuju ke foyer. “Silakan pergi jika urusanmu sudah selesai. Aku akan mendiskusikan soal Draconian bersama Jo.”

Nero ikut berdiri dan berjalan mendekati Gemma. Dia punya tinggi yang sama seperti Jo, dan itu berarti Gemma harus mendongak agar bisa melihat wajah Nero jika mereka berhadapan. Wangi tubuh Nero membuat otak Gemma memutar kenangan di antara mereka. Mereka pernah dekat, dan mungkin jika Gemma mengenal Nero sedari kecil sebagaimana dia mengenal Jo, mereka bisa menjadi sahabat.

Namun Gemma tidak menginginkan ikatan persahabatan dengan Nero. Dia ingin sesuatu yang lain….

“Bukankah kau butuh pekerjaan?” tanya Nero. Suaranya rendah dan terdengar dalam.

Gemma memeluk dirinya sendiri lalu menghela napas. “Ya, tapi—“ dia memikirkan kata-kata yang tepat, “—bukan pekerjaan seperti itu.”

“Ini cocok denganmu. Kau pandai bertarung. Kau pernah menjalani pelatihan bersama Girga Jonah.”

Gemma memandang Nero melalui bulu matanya, lalu menunduk dan menatap ujung sepatu Nero yang berkilap. “Aku tidak mau berurusan lagi dengan Archturian.”

“Aku tahu,” balas Nero.

“Tidak. Kau tidak tahu.”

“Baiklah, mungkin aku tidak tahu. Tapi yang aku tahu adalah kau harus melanjutkan hidup agar bisa bertahan.”

Gemma mendongak, lehernya mulai terasa pegal. Seharusnya tadi mereka tetap duduk saja. “Hal buruk pasti terjadi jika aku berurusan dengan Archturian. Mungkin dulu aku memang sangat ingin menjadi salah satu dari mereka. Tapi sekarang tidak lagi.”

“Pikirkan baik-baik.” Nero masih saja bersikeras, dan lama-lama rasanya menyebalkan. “Mereka akan membayarmu setiap bulan. Lalu ada bonus setiap kali kau bisa menyelesaikan misi.”

Nero melanjutkan penjelasannya, menyebutkan nominal yang membuat radar kebutuhan hidup Gemma berbunyi nyaring. Itu nominal yang besar. Gemma bisa memasak Türke Japeño setiap hari jika dia mendapat gaji sebesar itu. Tidak. Gemma bahkan bisa pindah ke rumah yang lebih baik. Dia bisa kembali ke Ayria.

Gemma menggeleng. Tidak, dia tidak bisa kembali jika Lysis masih bersamanya. Terlalu riskan.

“Pikirkan baik-baik,” kata Nero lagi. “Kau masih punya nomorku, kan?”

“Ya,” jawab Gemma sembari memandang Nero bingung. “Memangnya kenapa?”

“Kalau kau sudah menentukan, kau bisa menghubungiku.”

“Kau akan pergi sekarang?”

Gemma tidak mau terdengar seperti wanita kesepian dengan pertanyaan itu, tetapi dia sudah terlanjur mengatakannya. Semoga suaranya tidak terdengar menyedihkan.

“Ya. Ini masih jam kerjaku.”

“Baiklah,” tukas Gemma, sembari mengedikkan bahu.

Gemma berjalan ke arah pintu dan membukakannya untuk Nero. “Aku akan menghubungimu.”

“Bagus.”

Nero mengucapkan salam kepada Lysis yang muncul dan ikut mengantarnya ke pintu. Nero berhenti sejenak di ambang pintu untuk memandang Gemma sekali lagi. Tak ada senyum di bibirnya, hanya anggukan kecil dan kedua mata yang mengerjap satu kali. “Aku tunggu jawaban darimu secepatnya.” Setelah mengatakan itu, Nero pun berjalan keluar.

Gemma memandangi punggung Nero yang tertutup jaket berwarna hitam. Saat Gemma memilih jaket itu, entah kenapa jaket itu sangat menggambarkan Nero. Setiap kali melihat Nero, Gemma hanya melihat satu warna, gelap seperti dasar laut, dan Gemma tak pernah bisa menebak apa yang ada dalam kegelapan itu.

*

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
sejak awal muncul emang misterius Nero
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status