Ada alasan untuk pulang ke San Francisco merupakan satu-satunya hal yang selalu ingin Angelina hindari. Dia lebih suka melupakan kota kelahirannya daripada harus kembali, tetapi kala itu situasi telah berubah menjadi gempar oleh isak tangis Bibi Sandra di akhir panggilan.
Sulit untuk menangisi Rupert. Ingatan tentang perlakuan sang ayah masih membekas jelas di dalam kepalanya, seolah-olah insiden itu baru saja terulang dan berlangsung lagi kemarin sore. Namun, darah memang lebih kental daripada air.
Demi melakukan penghormatan terakhir, Angelina pun terpaksa menginjakkan kakinya di kota terpadat keempat sewilayah California itu. Dia akan menghadiri pemakaman Rupert sekaligus mengenalkan Arthur pada kakeknya. Pertemuan yang terlambat, tetapi apa boleh buat?
Rupert menya
“Siapa namamu?” tanya suara bariton Adam sambil memandangi wanita berambut pirang yang sedang meliuk manja di hadapannya.“Mia,” desisnya dengan nada sesensual mungkin.“Mia? Baiklah, Mia. Jadi, apa keahlian yang kau punya?”Tatapan sayu Mia menyoroti wajah Adam yang masih tetap datar di kursi kebanggaannya. Dia mengumpat dalam hati, lantas mengubah taktik agar pria dingin itu terlihat tertarik atau setidaknya menunjukkan sedikit minat pada tubuh seksinya. ‘Dasar sialan!’ batin wanita itu.“Cukup banyak, Adam.”Satu alis Adam menukik dengan segera dan dia mencemooh, “Kau harus tahu posisimu,
“Dah, Arthur! Ingat ucapan Mom dan turuti pesan-pesan Dad,” pamit Angelina yang melambai pada putranya yang sedang duduk nyaman di samping Saga.“Dah, Mom!” balas Arthur dari balik taksi yang akan segera mengantar mereka menuju ke Hotel Lordé.Saga mengerling pada Angelina yang memberinya senyum perpisahan. Dia sempat mengangguk tanpa antusias sebelum kendaraan roda empat itu membawanya menjauhi lokasi. Ada rasa gelisah yang menaungi dadanya sejak tadi, seolah-olah akan muncul tragedi buruk yang mengintai kekasihnya.Saga bukan tipikal orang yang percaya dengan takhayul, tetapi untuk pertama kalinya dia merasa khawatir tanpa sebab pada Angelina. Sama sekali bukan Saga Wayne yang biasanya. Pria itu pun hanya mampu berharap segalanya akan baik-baik saja dalam perjalanan singkat yang membawa mereka ke sebuah penginapan terdekat dari kawasan flat.Setelah kepergian mereka, Angelina kembali masuk—meniti anak tangga dengan l
“A-apa?”“Aku tidak peduli dengan statusmu sekarang. Aku hanya ingin menyimpan dirimu untukku sendiri.”“Berhentilah melanjutkan mimpi siang bolongmu, Tuan Ford. Lepaskan aku sekarang juga atau aku akan berteriak dan mengundang para tetangga kemari!”Tuan Ford. Panggilan itu terasa melecut punggung Adam yang terluka oleh penolakan mentah-mentah dari Angelina. Dia benci mendengarnya. Sebutan asing yang serta-merta mengingatkannya pada momen perpisahan mereka terakhir kali.Tujuh tahun merupakan waktu yang lebih dari sekadar cukup untuk memorak-porandakan hidup Adam. Dunianya yang selalu terbiasa oleh pujaan dan penerimaan para lawan jenis itu mendadak runtuh sesaat selepas An
Suara tamparan itu sontak menggema dan membuat kedua telinga Adam berdengung karenanya. Hantaman tersebut mendarat tepat di wajahnya dengan sensasi riak yang menetap cukup lama. Angelina kemudian menurunkan jemari kanannya yang gemetar oleh aksinya sendiri.“Aku tidak ingin menikah denganmu, Tuan Ford. Aku milik seseorang.”Adam terkekeh pendek sesaat sebelum menjawab, “Aku tahu, tetapi itu bukan perkara yang sulit. Bukankah aku hanya harus membuat pria itu tiada?”“Kau sangat bebal!”“Tujuh tahun merupakan waktu yang cukup lama untuk mengubahku menjadi idiot.”“Mengapa kau tidak mengerti juga? Tiada lag
“Apa kau lapar, Arthur?”Bocah itu spontan menoleh pada Saga dan mengangguk. Dia kembali mengalihkan tatapan ke mainan yang ada di dalam genggamannya. Asyik dengan dunianya sendiri.“Dad juga lapar. Bagaimana jika kita turun ke lantai bawah dan memesan sesuatu? Kau pasti bosan duduk di dalam terus, bukan?”“Aku ingin makan ikan.”“Baiklah, Sobat. Kita akan memesan menu ikan untukmu.”“Apa aku juga boleh dapat es krim?”“Es krim?
Angelina membuka kelopak matanya yang terasa berat. Satu-satunya yang mampu dia kenali pertama kali hanya cahaya dari lampu pijar yang bersinar kelewat terang, seolah-olah berambisi untuk membutakan saraf optik dan retinanya. Kening wanita itu mengernyit, lantas kembali terpejam menahan gempuran silau yang menusuknya.“Apa yang terjadi?” gumam Angelina dengan nada parau.Linglung dan pusing merupakan sensasi paling dominan yang sedang tubuh Angelina rasakan sekarang. Dia mencoba membuka matanya lagi, tetapi gagal. Otaknya masih belum berhasil membuat kompromi untuk menjadikan seluruh sistem kesadarannya terbangun secara penuh.Angelina spontan mengumpat dan membiarkan tubuhnya lumpuh sementara. Dia lagi-lagi berjuang agar dapat terjaga dari ketidakberdayaannya. B
“Apa kau merasa sakit? Ingin memukulku? Ingin menyumpahiku?” desis Adam yang kini berjongkok menyejajarkan posisi wajahnya pada Angelina.Wanita yang masih menangis itu balas memandang ke dalam sepasang mata abu-abu milik Adam dengan sorot ragu. Pertama kalinya, Angelina dapat kesempatan untuk menatap jelas iris dingin yang pernah menawan hatinya lagi setelah sekian lama berpisah. Tanpa serbuan rasa takut yang sempat menodong dadanya di flat sore kemarin.Angelina spontan menyeka air mata dan benda dengan potongan asscher—bentuk persegi yang meninggi—itu mengenai pipi kanannya. Dia mengerjap-ngerjap demi menjernihkan pandangan ke arah batu berlian yang memancarkan sejuta kilau di jari manisnya. Cincin yang membuat wanita itu
Angelina melepaskan handuk yang semula melekat di sana. Tubuh polosnya pun seketika terakses dengan leluasa, sementara sorot mata tajam Adam memindai dirinya tanpa kedip. Lekum di tenggorokan pria itu bergerak turun, lantas kembali naik dan menghamburkan segenap dahaga yang menuntut untuk dipuaskan.Setelah menunggu tahun demi tahun, akhirnya hari itu tiba. Masa di mana Adam dapat menyaksikan Angelina-nya meliukkan pinggul seksi itu lagi. Masa di mana Adam dapat mencicipi bibir wanita yang selalu membuatnya dijerat oleh candu.Semua penderitaan Adam akan terbayar tuntas sekarang. Seluruh kepedihan yang sempat mencengkeram erat setiap fragmen di dadanya juga akan lenyap dan tergantikan dengan sorak penuh kemenangan. Wanita itu resmi menjadi miliknya selepas janji sepihak yang terucap di depan seorang pendeta yang dipaksa untuk bungkam