"Siapa?" tanya Darren lagi dengan rasa penasaran yang mendalam.
Arras menghela nafas berat, dia tampak ragu untuk mengatakannya. "Martano dan Buston."Darah Darren terasa berhenti mengalir saat mendengar jawaban dari Arras. Bagaimana tidak, orang yang membuat hidupnya hancur adalah berada sangat dekat dengannya. Bahkan saat ini dia menjadi babu bagi orang tersebut."Berarti ini hubungannya," gumam Darren dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Dia melihat kembali dokumen yang sudah dia arsipkan di ponselnya itu. "Dia dalangnya."Tangan Darren mengepal, rahangnya mengeras. "Aku harus membalasnya!"Melihat perubahan Darren yang cukup signifikan membuat Areas tampak keheranan, karena wajah Darren seolah-olah menunjukkan sesuatu saat melihat ponselnya."Ada apa? Apa ada yang terjadi?" tanya Arras pelan.Darren kemudian menyodorkan ponselnya ke arah Arras, meminta lelaki paruh baya itu membaca apa yang beberapa hari lalu dia temukan, dan karena itu juga lah yang membuat Darren berada di ruangan ini."Jangan gegabah, karena ini juga bisa menghancurkanmu," ucap Arras kemudian setelah dia mendengar cerita dari Darren, siapa Martano saat ini yang tidak lain adalah mertua dan juga bos di tempatnya bekerja. "Dan jangan sampai kau menunjukkan gelagat mengetahui sesuatu."Darren menggelengkan kepalanya dan menghela nafas berat; "Apa yang harus aku lakukan?" tanya Darren seperti sebuah gumaman, namun Arras masih mampu mendengarnya.Lelaki paruh baya itupun menatap Darren dengan pandangan yang sulit diartikan, mungkin karena dia juga tidak menyangka kalau ternyata Darren harus mengalami hal yang berat."Kau mencintai Renata?" tanya Arras yang cukup membuat Darren terkejut, karena alih-alih memberikan dia solusi, Arras malah bertanya mengenai hal pribadi kepadanya.Cukup lama Darren terdiam; "Untuk saat ini mungkin belum, tapi aku tertarik dengannya." Darren menjawab jujur mengenai perasaannya kepada Renata. Karena seiring waktu selaku tidur bersama membuat Darren memiliki ketertarikan kepada sang istri, meskipun Renata tidak pernah melihatnya ada."Kenapa? Bukankah disini Renata tidak tahu apa-apa?" tanya Darren kemudian. Darren sedikit menebak kalau Arras akan menggunakan Renata sebagai umpannya. Dan dia tidak pernah menginginkan itu, dia tidak mau mengorbankan orang yang tidak bersalah, seperti Renata.Arras menggeleng; "Buatlah Renata jatuh cinta kepadamu, dan gunakan itu untuk mengeruk informasi lebih banyak. Untuk sementara jangan lakukan apapun, lakukan saja kegiatan seperti biasanya.""Sedikitpun?" tanya Darren lagi. Rasanya akan sangat sulit menahan dirinya saat dia sudah tahu semua kebenarannya, namun hanya diam.Arras mengangguk pelan; "Bersikaplah seolah kau tidak tahu apapun. Dan disamping itu, kau bisa gunakan uang yang kau miliki untuk membuat sebuah perusahaan baru atau bisnis baru. Setelah semuanya stabil, kau bisa memulainya."Darren kembali terdiam, setelah dia menimbang saran dari Arras, ternyata ads benarnya. Dia tidak perlu terburu-baru, karena dia juga tidak ingin hancud seperti orang tuanya. Yang dia lawan bukanlah irang sembarangan, semua orang tahu akan hal itu."Datanglah kepadaku saat ada yang mengganggu perasaanmu, pintu rumah dan juga ruangan ini selalu terbuka untukmu," ujar Arras kemudian memberikan satu lembar kertas kecil kartu nama yang dilenkapi dengan alamat rumahnya.Darren mengangguk dan menerima kertas tersebut. Dia harus segera pergi dan mengurus deposito dari papanya."Jangan lupa tinggalkan nomor teleponmu, Nak." Arras berpesan kepada Darren ketika Darren akan meraih handle pintu keluar dari ruangannya.Darren meninggalkan bank Duta setelah selesai mengurus semua deposito yang ada. Dan saat ini dia sudah menjadi seorang miliarder muda yang tidak diketahui siapapun."Kau darimana? Bahkan hari ini absen dari kantor?!" tanya suara berat saat sore harinya Darren tiba dirumah.Di depan pintu, Martano menunggunya dengan tatapan yang tajam.****Seorang dari mobil putih tersebut melepaskan tembakannya ke arah mobil Darren. Braaaak! Jedaaaar! Setelah suara tembakan yang bergema di tengah malam itu, sebuah ledakan yang kali ini terdengar. Darren tidak bisa mengelak, karena memang dia pergi tanpa pengawal. Dan juga sepertinya pelakunya adalah penembak jitu, peluru yang dilepaskan tidak meleset. "Papa, mama…," hanya suara memanggil kedua orang tuanya yang keluar dari mulut Darren sebelum semuanya menggelap. Ternyata, peluru tepat mengenai kepala Darren, sehingga mobil dengan kecepatan tinggi tersebut kehilangan kendali dan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan keras dan mobil b guling-guling beberapa puluh meter yang akhirnya meledak. "Tolong ada kecelakaan!" teriak orang-orang yang melihat kejadian sehingga dalam beberapa menit saja tempat kejadian dikerumuni dengan orang-orang yang berusaha menolong Darren memadamkan api dan mengeluarkan Darren dari dalam mobilnya. Sementara itu, mobil putih pelaku penembakan terhadap D
"Jadi, mama kamu melihat?" tanya Darren penasaran.Renata menggelengkan kepalanya. "Beruntungnya aku melihat kedatangan mama dan rombongan lebih dulu. Jadi, aku meminta kepada semua karyawan untuk mengatakan kalau pemiliknya gak ada jika ada yang bertanya."Darren mengelus lembut rambut sebahu Renata, dia sangat merasa takut kalau suatu saat Gia datang lagi ke butik dan bertemu dengan Renata secara langsung.“Kamu jangan terlalu sering muncul, karena suatu saat tetap akan terjadi lagi seperti ini. Aku bukannya melarang kamu bertemu dengan mamamu, tapi ini belum waktunya,” ujar Darren kepada Renata.Lambat laun, Renata dan Gia pasti akan bertemu. Sebab, usaha yang Renata geluti saat ini sasarannya adalah orang-orang kaya dengan gaya hidup mewah. Dan sudah pasti Gia termasuk di dalam sana. Dan seperti yang diketahui kalau kelompok Gia tersebut sangat senang kalau memakai pakaian buatan luar negeri.“Kalau Gina sudah kembali, pastinya aku akan lebih banyak di dalam ruanganku kok. Ini kar
"Astaga, Bu. Membuat aku terkejut saja," ujar Darren sembari memegang dadanya karena kaget."Jangan banyak alasan! Semalam kamu nginap tempat Renata? Kenapa telepon dan pesan dari ibu tidak mau gubris?" tanya Amina lagi dengan tegas.Darren tidak menjawab, dia hanya tersenyum dan memegang pundak Amina dengan lembut."Aku menginap di hotel, Bu. Rasanya malas banget nyetir karena sudah malam, akhirnya aku memilih untuk menginap di hotel saja," jawab Darren kepada Amina.Darren sengaja tidak mengakui kepada Amina dimana dia menginap. Karena sudah pasti akan memancing keributan, dan Amina akan menasehatinya sepanjang hari."Jangan berbohong!" bentak Amina. Sebab Amina begitu mengenal Darren, dan Amina juga sudah menganggap Darren adalah anak kandungnya. Dia tidak mau kalau Darren jatuh ke dalam kesalahan."Serius, Bu," jawab Darren mencoba membela diri.Sementara itu, Alisa yang mendekat ke arah Amina dan Darren tampak memberikan Darren kode dengan mengedipkan matanya dan memegang leher.
Mungkin kerinduan mereka yang memuncak, atau karena terbawa suasana malam yang dingin, keduanya saat ini sudah saling berhadapan, dan tidak tahu siapa yang memulai, keduanya saat itu sudah bercumbu dengan lembut dan berbagi oksigen."Terima kasih," ucap Darren sambil terus merapatkan tubuhnya kepada tubuh Renata. Dan tangan keduanya saat ini sudah saling meraba satu sama lain.Malam yang semakin dingin, keduanya masih berpagutan dan melupakan makanan hangat yang sudah dimasak oleh Renata. Karena saat ini keduanya masih saling menghangatkan.Renata menggigit bibirnya karena menahan suara panas yang akan terlepas dari bibirnya, karena tidak mampu menahan sentuhan tiap sentuhan yang lembut dari Darren."Lepaskan saja, sayang. Hanya aku yang mendengarnya," bisik Darren sembari berusaha melepaskan pengait yang berada di punggung Renata. Sedangkan baju yang menutupi tubuh Renata sudah terlepas sejak tadi.Akhirnya Renata benar-benar mengeluarkan suara desahannya kala Darren mulai mencapai t
"Apaan sih?" tanya Renata sambil mendelik ke arah Darren. Sebab dia tahu kalau Darren sedang menggodanya."Aku serius. Aku datang kesini untuk melihat kamu bukan untuk belanja di butik," jawab Darren santai dan mengedipkan matanya.Renata melengos, Darren benar-benar berhasil membuatnya salah tingkah. Sebab, walaupun dia terlihat kesal kepada Darren. Tapi, di dalam hatinya merasa begitu senang saat tahu kalau Darren masih peduli dan datang menemuinya."Aku sibuk. Banyak pelanggan, Darren," jawab Renata kemudian."Aku akan menunggu sampai butik kamu tutup," jawab Darren santai."Dimana?" tanya Renata kemudian."Dimana saja boleh, yang penting kamu izinkan," jawab Darren.Renata menghela nafas berat, Darren mulai kumat keras kepalanya. Dan seperti biasanya, tidak akan ada orang yang bisa menyuruhnya pergi."Kamu tunggu di atas aja ya, soalnya saat ini Gina gak ada. Jadi, aku akan membantu melayani pelanggan. Karena banyak barang baru masuk, jadi pelanggan pada rebutan mau koleksi terbar
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber