Share

Chapter 7

"Dari bank mengurus kartu ATM yang terblokir," jawab Darren pelan.

Martano tersenyum sinis, dia tahu kalau menantunya ini berbohong. Dan entah mengapa dia merasa ada sesuatu yang ditutupi oleh Darren; "Seharian?" tanyanya menyelidik.

"Antriannya panjang."

"Bantu Zahir perbaiki mobilku, tadi sempat mogok di jalan!" perintah Martano sambil melenggang pergi meninggalkan Darren yang membulatkan matanya. Sekarang dia diminta jadi montir.

Darren benar-benar seperti dikerjain oleh orang-orang di rumah itu. Semua pekerjaan dia harus bisa kerjakan.

Darren tidak menjawab, dia langsung menuju ke halaman belakang tempat dimana Zahir, montir pribadi keluarga Martano sedang mengecek kondisi mobil mewah itu. Dan seharusnya tidak perlu lagi Darren yang ikut campur, toh Dareen sama sekali tidak tahu masalah otomotif. Namun, Darren tidak ambil pusing tanpa banyak bicara dan tidak berganti pakaian dia membantu Zahir semampunya.

Setelah beberapa saat, akhirnya selesai juga masalah pada mobil tersebut, bahkan baju Darren beberapa bagian terkena oli kotor.

"Kau bau sekali, buang pakaian yang kau pakai! Atau jangan masuk kamar ini!" teriak Renata saat Darren baru saja masuk ke kamar mereka. Dan sepertinya Renata yang sedang hamil itu membenci bau oli, sehingga dia tampak sangat tersiksa dan menahan muntahnya. "Dasar orang kampung!"

"Iya."

Darren hanya menurut, membuang pakaiannya masuk ke dalam kotak sampah dengan kesal. Sehingga membuat Renata tampak keheranan melihat Darren yang tidak banyak bicara dan menurut saja. "Dia seperti orang kesurupan."

**

Keesokan harinya, Darren kembali masuk ke kantor seperti biasanya. Sesuai dengan arahan dari Arras, dia mengerjakan semua pekerjaan yang menjadi tugasnya.

"Ternyata pura-pura tidak tahu dan menahan amarah atas apa yang mereka lakukan itu begitu sulit," gumam Darren saat kembali membersihkan ruangan Martano. Entah mengapa, tiba-tiba sang manajer kembali memintanya membersihkan ruangan mertuanya itu, padahal orang yang seharusnya bertugas disana itu sudah masuk kerja. "Dan ruangan ini sama seperti sebelum-sebelumnya."

Kali ini Darren membersihkan ruangan itu dengan cepat, meskipun ada rasa penasaran untuk mencari lebih banyak bukti disana, namun ditahannya; "Saat ini belum waktu tepat, jangan gegabah."

Darren bergumam dalam hatinya; "Bahkan saat ini aku belum memiliki rencana apapun."

Dia pikir setelah menyelesaikan tugas yang menumpuk semua selesai, ketidakhadirannya kemarin tidak dipermasalahkan. Ternyata Darren salah, dia mendapatkan tugas tambahan hanya karena dia absen sehari.

"Gaji kamu dipotong sehari karena mangkir!" ujar sang manajer.

Darren terkejut bukan main, entah berapa banyak lagi gaji yang bakal dia terima. Dipotong menggantikan vas bunga kesayangan ibu mertua. Dan sekarang di potong lagi.

"Benar-benar luar biasa. Aku bekerja bak sapi perah, dan dengan seenaknya potong gaji. Bertahanlah, Darren," ujar Darren pada dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa menyemangatinya selain dirinya sendiri. Bahkan semua teman-temannya menertawakannya, seolah hanya Darren-lah yang tidak boleh membuat kesalahan.

Mau tidak mau Darren harus menerimanya.

Disaat Darren dan beberapa teman yang lainnya sedang berkumpul menunggu waktu istirahat, tiba-tiba manager datang ke ruangan dengan amarah yang memuncak.

Braaak!

Manager yang bernama Kodir itu langsung menggebeak meja dengan wajah yang memerah; "Kalian semua mendapatkan masalah!" tunjuknya yang membuat semua orang kebingungan.

"Terutama kau!" Kali ini tangannya langsung mengarahkan ke arah Darren, dan sontak semua orang melihat ke arahnya dengan penasaran.

"Aku? Ada apa?"

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status