Share

Chapter 4. Menggoda Mia

Mia tidak menyangka jika sekarang ia telah menikah dengan orang yang baru ia temui tadi pagi. Lebih tidak menyangka lagi jika setelah upacara pernikahan ia duduk di kursi besi rumah sakit, menunggu kabar mengenai ibu Zev yang bernama Jeslyn.

Wanita yang memakai infus tadi adalah ibu Zev, setelah upacara pernikahan wanita itu kembali di larikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif. Mia menoleh, di sampingnya Zev duduk bersandar di dinding, tuksedo yang lelaki itu pakai kini ada di pangkuan, sedangkan kedua kelopak mata Zev terpejam.

Sudah tiga puluh Menit tak ada yang berbicara, sampai suara pintu terbuka barulah Zev langsung berdiri.

“Bagaimana keadaan ibuku?” tanya Zev langsung.

“Nyonya Jeslyn masih dalam kondisi tidak sadar. Kemungkinan dua atau tiga jam lagi beliau akan sadar kembali.” Jawab dokter. “Dan untuk sementara beliau jangan di ganggu, biarkan istirahatnya cukup sampai keadaannya jauh lebih baik. Kalau begitu, saya permisi.” Pamit dokter.

Zev menghela nafas panjang terdengar gusar, ia duduk kembali di samping Mia yang memperhatikan Zev sejak tadi. Lelaki itu kembali ke posisi sebelumnya, duduk bersandar sambil memangku jas, kedua kelopak matanya terpejam.

“Dia sakit apa?” tanya Mia, ia sudah menahan diri sejak tadi dan akhirnya ada kalimat yang berhasil ia lontarkan.

Zev menoleh, menatap Mia yang masih memakai gaun pernikahan, tak sempat berganti pakaian ketika Jeslyn yang tiba-tiba kembali drop.

“Jantung.” Jawab Zev singkat, Mia mengangguk pelan dan tidak bertanya lagi.

Kembali hening, Mia mulai bosan dengan keheningan tersebut sampai Zev tiba-tiba berdiri. “Ayo.” Ajaknya.

Mia mendongak. “Kemana?” tanya nya.

“Pulang. Apa kamu akan memakai gaun pernikahan sampai besok?”

Mia kemudian berdiri, mengikuti Zev tanpa banyak protes. Sekarang memang sudah pukul tujuh malam dan tidak mungkin Mia terus memakai gaun pernikahan sampai besok.

Menjadi anak kucing yang penurut, mobil Zev berhenti di sebuah rumah yang cukup mewah lalu Mia ikut turun namun sedikit kesusahan karena gaun yang ia pakai, Zev berinisiatif membantu tapi Mia sudah berhasil lebih dulu keluar dari mobil.

“Bisa kamu berikan ponselku? Aku harus menghubungi sahabatku.” Ucap Mia.

Zev merogoh saku celananya lalu memberikan ponsel Mia, segera gadis itu melihat ponselnya yang kini sudah kehabisan daya, terpaksa Mia harus menunda menghubungi Linda.

Mia sedikit terkejut saat Zev menggandeng tangannya memasuki rumah bercat putih di depannya, rumah dua lantai itu terlihat sangat indah. Tapi itu bukan rumahnya, tiba-tiba Mia menghentikan langkahnya sampai membuat Zev berbalik.

“Kenapa kita ke sini? Ini bukan rumahku.” Katanya.

“Mia. Apa kamu lupa siapa kau sekarang?” tanya Zev.

Mia mencoba mengingat, tapi ia tak paham dengan yang Zev katakan sehingga membuat Mia menggeleng. Zev memijit keningnya, ia berbalik menghadap Mia yang spontan bergerak mundur.

Zev sedikit condong ke arah Mia, kepala Mia bergerak menghindar. “Kamu ... Kamu sekarang adalah istri dari seorang Zeveran Alcander, ini rumahku yang artinya juga rumahmu selama kau menjadi istriku.” Jelas Zev. Mia membuka mulutnya, ia benar-benar tidak sampai kepikiran akan tinggal satu rumah dengan Zev.

“Tapi pakaianku tidak ada di sini, aku harus memakai apa jika berganti pakaian?” seru Mia.

Zev berjalan lebih dulu, Mia mengejar. “Zev! Apa kamu bisa dengar apa yang aku katakan? Aku harus pulang dan memberitahu Linda kalau aku sudah menikah. Mereka sudah seperti keluarga bagiku, kau tidak bisa seperti ini dengan orang yang baru saja kau temui tadi pagi.”

Bugh...

Mia mengusap keningnya yang berhasil menabrak punggung Zev, lelaki tinggi yang ada di depannya berbalik.

“Mereka hanya ‘seperti’ keluarga, bukan keluarga aslimu. Tak perlu di pikirkan. Lalu mengenai pakaianmu, kau tenang saja, aku tidak akan membiarkanmu tanpa busana di depan orang lain.”

“Apa kau—” Zev segera membekap bibir Mia dengan satu jari telunjuk.

“Shhh... jangan teriak-teriak. Sekarang ikutlah, aku sudah mempersiapkan apa yang kamu butuhkan.” Zev menarik tangan Mia pelan memasuki sebuah kamar dengan pintu berwarna hitam.

Di dalam sana Zev mengarahkan Mia ke sebuah lemari berwarna abu-abu yang cukup besar dengan model pintu geser. Lemari tersebut di buka oleh Zev, terlihat banyak model pakaian seukuran Mia di sana.

“Wow, apa ini semua punyaku?”

“Lalu apa menurutmu aku yang harus memakainya?” sahut Zev. “Pilihlah mana pakaian yang kamu inginkan, kita akan kembali ke rumah sakit setelah makan malam.” Zev melepaskan dasi yang melingkari lehernya sebelum melepaskan kancing-kancing baju.

“Tapi bagaimana kamu secepat ini mempersiapkan kebutuhanku? Kita bahkan baru bertemu tadi pagi.” Mia bertanya sambil berbalik, kedua bola matanya membola ketika melihat Zev setengah telanjang.

Mia segera membelakangi Zev. “Apa yang kau lakukan! Kenapa membuka pakaianmu di saat aku masih ada di sini?” ujar Mia.

Sebelah alis Zev terangkat. Masa bodoh dengan reaksi yang Mia berikan. Baju yang sudah berhasil di lepaskan di masukkan ke dalam keranjang kotor oleh Zev, ia mendekati Mia yang masih membelakanginya.

“Ini rumahku, ini kamarku, dan kau adalah milikku. Jadi apa pantas kau bertanya apa yang aku lakukan di sini?” ucap Zev bernada rendah.

Kedua telapak tangan Mia menutup wajah. “Cepat masuk ke kamar mandi, aku tidak mau melihatmu tidak memakai baju.”

“Apa kamu tidak tertarik menyentuhku?” goda Zev, Mia menggeleng cepat. “aku suamimu, kau bisa lakukan apapun yang kamu inginkan denganku.” Lanjut Zev yang semakin menggoda.

Di balik telapak tangan yang menutupi wajah, Mia merasakan wajahnya menghangat tapi jika telapak tangan itu terlepas, Zev pasti akan melihat betapa merahnya wajah Mia saat ini.

Masih dalam posisi membelakangi, Zev tersenyum geli. Sayang sekali, ia masih belum begitu tertarik dengan tubuh Mia. Gadis itu sekarang istrinya, kapanpun Zev ingin menyentuh Mia, ia pasti akan bisa melakukannya, tak peduli saat Mia akan menolaknya nanti.

Terdengar tawa rendah dari Zev yang semakin menjauh, Mia menormalkan debaran jantungnya yang berdetak sangat cepat. Seharian ini sepertinya detak jantungnya bekerja ekstra, Mia tidak bisa mengendalikan debaran itu tiap kali mendengar suara Zev, entah itu debaran ketakutan atau debaran karena ia tertarik dengan sosok lelaki yang ia temui tadi pagi.

“Suami?” gumam Mia, ia berbalik dan melihat Zev sudah tidak ada, sepertinya lelaki itu ada di kamar mandi.

Mia mengambil salah satu set pakaian di dalam lemari, menunggu Zev keluar dari kamar mandi untuk bergantian dengannya. Sesekali Mia celingukan mencari charger ponsel, ia tidak bisa terus diam tanpa memberi tau Linda tentang Zev.

Terdengar suara pintu terbuka, Mia melihat sosok Zev dan langsung bertanya. “Kau punya charger ponsel?”

Zev menyugar rambutnya yang basah dengan jari. “Kau bisa buka laci di samping tempat tidur, sepertinya aku menyimpannya di sana.”

Mia mengangguk, ia berdiri dan membuka laci hingga menemukan apa yang ia cari. Ponsel segera di charger, setelah itu tangan Mia di tarik oleh Zev dengan kasar. Mia tak sempat berontak saat Zev sudah berada di atasnya yang kini dalam posisi telentang di atas tempat tidur.

“Apa yang kamu lakukan?” ujar Mia menatap Zev yang bertumpu dengan dua tangan mengurung Mia yang ada di bawahnya.

Zev tersenyum miring, wajahnya mendekati Mia membuat Mia lantas memalingkan wajah, Zev pun kemudian berbisik.

“Apa kamu tidak ingin aku charger juga?” katanya.

Mia melotot, ia refleks mendorong Zev yang hanya memakai jubah mandi dengan sekuat tenaga hingga berhasil membuat lelaki itu menyingkir.

“Charger apa? Kau kira aku benda elektronik yang harus di isi daya dengan listrik!” Mia mengambil pakaian di atas tempat tidur lalu menggeret kain memanjang dari gaun pernikahannya ke arah kamar mandi.

Zev lantas tertawa terbahak bahak begitu Mia tidak terlihat, perut Zev rasanya sampai keram karena menertawai kepolosan Mia.

“Apa dia tidak tau charger yang aku maksud tadi?” kembali Zev tertawa. Ia tidak mengerti kenapa Mia sangat mudah membuatnya tertawa seperti ini. Ia dan Mia baru bertemu tadi pagi dan sorenya ia menjadikan gadis itu sebagai istri.

Hari ini Zev merasa puas sekali karena tertawa, sepertinya ia akan jauh lebih sering menggoda Mia. Belum pernah Zev bisa puas tertawa seharian ini karena satu perempuan.

Zev lantas terdiam, menyugar rambutnya yang masih basah, menatap pintu kamar mandi di mana Mia sedang ada di dalamnya.

“Apa dia benar-benar gadis yang masih polos?” batinnya.

____

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status