Home / Romansa / The CROWN (Sang Pewaris Takhta) / Bab 4. Mencoba Mengingkari

Share

Bab 4. Mencoba Mengingkari

Author: Fitri_alpha
last update Huling Na-update: 2023-12-18 16:02:08

Suara burung berkicau, ditambah dengan sinar hangat matahari pagi yang jatuh tepat di wajahnya membuat anak laki-laki itu membuka mata. Alexant mengerjap beberapa kali sebelum memejamkan mata abu-abunya kembali, tak peduli dengan sinar matahari yang semakin tinggi. Ia masih mengantuk, masih memerlukan waktu untuk tidur beberapa saat lagi, sebelum ia ingat kalau tadi malam adalah malam pesta terakhir. Hari ini seluruh tamu undangan akan meninggalkan istana, termasuk keluarga bangsawan Mars.

Crystal!

Mengingat gadis kecil itu membuat kantuk yang tadi masih menggelayuti mata Alexant, seketika pergi. Bergegas anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu bangun. Tanpa memakai mantel atau mengganti piyama, juga tanpa alas kaki Alexant langsung berlari menuju ruangan yang digunakan keluarga Crystal. Betapa terkejut Alexant ketika menemukan ruangan itu telah kosong. Tidak ada lagi barang-barang yang kemarin masih mengisi ruangan. Begitu juga dengan Crystal dan keluarganya.

"Di mana Crystal?" tanya Alexant pada seorang pelayan yang lewat. Ia menghentikan langkah si pelayan dengan cara menarik lengannya. Persetan dengan aturan tidak boleh menyentuh pelayan. Ia perlu tahu di mana gadis kecilnya.berada.

Pelayan perempuan berusia lima belas tahun itu berdiri dengan tubuh gemetar, dia ketakutan. Setiap pelayan maupun prajurit sudah mengetahui aturan istana. Pelayan yang berani menyentuh anggota kerajaan akan dipenggal atau digantung.

"Jawab pertanyaanku, di mana Crystal?" Alexant berteriak di depan wajah pelayan itu. Meskipun usianya lima tahun lebih muda, tetapi tinggi tubuh mereka sama.

Teriakan Alexant terdengar sampai keluar ruangan. Selena Lloyd, pengasuh Alexant yang sejak tadi mencari ke mana anak itu pergi, segera menyusul. Dia tadi kehilangan Alexant, anak itu berlari terlalu cepat.

Selena memasuki ruangan dan menemukan Alexant tengah mencengkeram kuat dagu pelayan yang ditugaskan untuk merapikan ruangan yang digunakan keluarga bangsawan Mars selama di istana. Bergegas Selena menghampiri dan mencegah Alexant untuk berbuat yang lebih jauh. Anak itu memang masih berusia sepuluh tahun, tetapi ia sangat kuat, apalagi dalam keadaan emosi tak terkendali seperi sekarang.

"Hentikan, Yang Mulia!" pinta Selena berusaha menjauhkan tangan Alexant dari dagu pelayan perempuan yang meringis menahan sakit. "Dia kesakitan!"

Alexant menoleh cepat, melepaskan tangannya kasar. Berdiri tepat di depan Selena. "Apa kau tahu di mana Crystal, Selena?" tanyanya menahan kekesalan. "Apakah semua tamu ayahku sudah pulang?"

Selena tersenyum lembut. Tangannya terangkat mengusap rambut abu-abu Alexant. Dia sudah menganggap anak ini putra kandungnya sendiri. Sejak kecil dia yang merawat Alexant, sementara Ratu sakit-sakitan. Setelah melahirkan Alexant, kesehatan Ratu yang memang sudah memburuk sejak awal mengandung semakin bertambah buruk sehingga tidak bisa turun dari tempat tidur. Dia merawat Alexant sejak anak ini dilahirkan, bahkan rela mengorbankan putrinya sendiri untuk dirawat oleh ibunya yang tinggal di desa. Putrinya, Beatrice, pasti sudah besar sekarang. Usianya hanya dua tahun di bawah Alexant.

Selena menatap Alexant lembut, selembut senyum dan suaranya. "Semua tamu undangan akan pulang hari ini, Yang Mulia. Saya rasa keluarga Mars juga demikian. Kalau Anda memang ingin bertemu dengan Lady Mars, sebaiknya Anda mencarinya di halaman istana, semua kereta yang akan membawa tamu undangan pulang sudah berjejer di sana sejak tadi malam. Mungkin bangsawan Mars dan keluarganya masih berada ...."

Tanpa menunggu perkataan Selena lebih lanjut, Alexant kembali berlari menuju halaman. Kakinya yang tanpa alas sangat sakit ketika bersentuhan dengan batu kerikil di halaman istana. Sekali lagi Alexant tidak memedulikannya. Yang ia inginkan adalah bertemu dengan Crystal-nya sebelum gadis itu pergi, bukan yang lain.

Alexant terus memaksakan kakinya melangkah walaupun rasa perih kian menjalar. Sepertinya telapak kakinya terluka, bercak darah mulai terlihat. Alexant menggeleng, ia hampir putus asa karena tidak juga menemukan Crystal, padahal sudah sejak beberapa menit yang lalu ia mencari. Namun, sebuah suara halus yang begitu familiar menyapa indra pendengarannya, membuatnya kembali bersemangat.

"Alexant?"

Secepat kilat Alexant menoleh. Tersenyum lebar melihat gadis kecil yang dicarinya berdiri tepat di sampingnya.

"Kenapa kau di sini?" tanya Crystal heran. "Apa kau juga akan ikut pulang?"

Alexant berdecak. "Bodoh!" makinya lirih. "Aku tinggal di sini, ini rumahku, Crystal. Ke mana aku harus pulang?" Alexant mencubit pipi gembil yang memerah.

"Ah, iya!" Crystal berseru girang. Dia melompat-lompat, rambut pirangnya yang diikat dua ikut bergoyang ketika dia melompat. "Aku lupa." Dia meringis. "Lalu, apa yang kau lakukan di sini?" Gadis kecil itu kembali mengulang pertanyaannya.

"Aku mencarimu," jawab Alexant jujur. "Aku harus menemuimu sebelum kau pulang ke rumahmu."

Alis Crystal menekuk. "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Karena aku ingin bertemu!" ketus Alexant. Tingkah Crystal dan kepolosannya selalu saja menggemaskan.

"Aku juga ingin bertemu denganmu," sahut Crystal tersenyum lebar, menampilkan deretan gigi susunya yang rapi. Namun, segera saja senyum ceria itu hilang, berubah menjadi gumpalan awan mendung begitu dia ingat kata-kata ibunya. "Tapi, aku harus pulang dan tidak boleh bertemu lagi denganmu."

"Eh, kenapa?" tanya Alexant heran. Ia tidak tahu kenapa Crystal tak boleh bertemu dengannya lagi. Apakah ia berbahaya? Setahunya tidak. Mereka berteman dan berjanji akan menikah kelak ketika dewasa. Apakah itu salah? Ia memang ingin menikahi Crystal bila dewasa nanti. Tak ingin perempuan lain. "Kenapa kau tidak boleh bertemu denganku lagi? Kita, 'kan, akan menikah bila dewasa nanti, bagaimana mungkin kita tidak bertemu lagi?"

"Pangeran Alexant, apa yang Anda katakan?" tanya Edmund Mars. Sama seperti istrinya yang sedikit syok mendengar kata-kata itu, Edmund juga merasakannya. Ia tidak percaya, khawatir kalau-kalau ia salah mendengarkan kata-kata. "Maafkan saya, tetapi Anda tidak boleh berbicara sembarangan. Anda sudah tahu, 'kan, kalau apa yang Anda ucapkan berarti sebuah janji?"

Alexant mengangguk. Aku tahu!" jawabnya yakin. "Kata-kata yang aku ucapkan adalah ikrar. Aku akan menikahi Crystal ketika kami dewasa kelak, Duke Mars. Aku hanya akan menikah dengan Crystal!"

Edmund memijit pelipis. Kepalanya berdenyut disebabkan oleh kata-kata bocah berusia sepuluh tahun. Seandainya bocah itu bukan siapa-siapa, ia tidak masalah. Hanya saja, bocah di depannya yang masih mengenakan piyama dan tanpa alas kaki ini adalah seorang pangeran, putra mahkota di negara mereka. Apakah ini artinya putri kecilnya akan menjadi ratu Namira? Inikah takdir yang sudah digoreskan di tangan Crystal ketika gadis kecilnya dilahirkan?

Edmund menatap sekeliling, mereka dikerubungi oleh prajurit dan pelayan, termasuk pengasuh Alexant yang tampak sangat terkejut. Ada juga Wallace Bryne, jenderal besar Namira di antara orang-orang tersebut. Ini sangat gawat jika sampai Jenderal Bryne juga mendengarnya. Diam-diam Edmund berharap semoga pria itu tidak mendengarnya.

"Duke Mars...."

"Aku tidak mendengar apa pun, Jenderal!" potong Edmund cepat, ia menunduk hormat. "Maaf, tetapi kami akan pulang ke Rainbow Hill hari ini."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 103. Stress Sebelum Menikah?

    "Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, Yang Mulia, Raja Loire hanya ingin mengejek Anda!" George berbicara dengan berapi-api. Ia mondar-mandir di depan Alexant, di dalam kamarnya sejak beberapa menit yang lalu setelah mereka kembali dari taman. "Seharusnya Anda tidak meladeninya, Yang Mulia!""Aku memang tidak melakukannya, George." Kalimat pertama yang keluar dari mulut Alexant setelah mereka tiba di kamarnya beberapa saat yang lalu. Ia hanya duduk di salah satu single sofa yang mengisi kamar tidurnya, membiarkan George mengomel. Ia tak ambil pusing dengan apa yang dilakukan oleh Raja Loire, asalkan dia tidak mengganggu, apalagi mengacaukan upacara pernikahannya lusa, maka ia tidak peduli. "Benarkah?" tanya George menatap Alexant dengan sepasang alis pirang yang berkerut. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan Alexant. Jarak mereka satu meter. "Bukankah Anda berjanji akan berkunjung ke kerajaannya bersama Lady Mars?" Alexant berdecak. "Aku hanya berbasa-basi saja, hanya seked

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 102. (Bukan) Menantu Idaman

    Benar-benar calon menantu yang payah. Entah apa yang dilihat Crystal dari Alexant. Jika hanya sikap manis dan sopannya, semua itu tidak akan membantunya untuk bisa masuk ke dalam lingkungan pergaulan bangsawan Alastoire yang rata-rata memiliki perkataan tak kalah pedas dari kata-kata yang keluar dari mulut Crystal. Lance berdeham, bukan untuk menarik perhatian kedua bocah yang memiliki warna rambut berbeda di depannya. Perhatian mereka berdua sudah sejak awal tertuju kepadanya. Ia hanya merasa perlu untuk mendinginkan suasana yang memanas. Bukan saatnya mereka beradu kata. Lagi pula, ia tidak terlalu menginginkannya. Beradu senjata terdengar lebih baik baginya daripada harus beradu mulut yang hanya akan membuat mereka terlihat seperti anak-anak perempuan. Jangan sampai Crystal melihatnya, atau itu akan dijadikannya bulan-bulanan untuk mengejeknya. Jangankan dirinya, Crystal saja yang merupakan seorang anak perempuan menolak untuk berdebat, apalagi untuk sesuatu yang tidak penting.

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 101. Ujian Untuk Calon Menantu

    Taman bagian selatan istana Namira berukuran lebih besar dari taman yang lainnya. Selain itu, tak banyak bunga yang ditanam di taman ini sehingga sering digunakan untuk berlatih pedang dan senjata lainnya oleh Alexant dan George. Taman ini juga jarang dimasuki oleh penghuni istana, tak jarang Alexant memanfaatkannya sebagai tempat persembunyian saat ia sedang malas untuk belajar. Namun, kali ini ia ke taman ini bukan untuk berlatih, apalagi untuk bersembunyi. Pria di depannya bukanlah Jenderal Wallace, bukan pula Dutchess Natasha atau gurunya yang lain. Pria yang berada di depannya adalah Lance Loire, raja Alastoire yang terkenal dengan kebekuan hatinya. Benar apa yang dikatakan George, tidak ada yang berubah dari diri Lance Loire. Tak ada wajah ramah, tatapannya pun tetap dingin seperti dulu. Bahkan, sorot matanya terkesan lebih tajam dari pertemuan terakhir mereka sembilan tahun yang lalu. Mungkin karena usianya yang juga bertambah membuat intimidasinya semakin kuat. "Pangeran Al

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 100. Ujian Sebelum Pernikahan

    Dua hari lagi ia tidak akan sendiri lagi di kamar ini, akan ada Crystal yang menemaninya. Tempat tidur besar itu akan diisi oleh mereka berdua, begitu juga dengan barang-barang yang mengisi kamar. Ia yakin, pasti akan ada tambahan nantinya, entah itu lemari atau apa pun. Oleh sebab itu, ia tidak mengisi kamar tidurnya dengan banyak barang. Biarkan nanti Crystal yang memilih perabotan apa saja yang cocok untuk kamar tidur mereka. Untuk saat ini, hanya ada satu set sofa dan sebuah kursi santai berwarna perak yang diletakkan di dekat jendela menghadap taman. Dua buah lemari pakaian berukuran besar yang diletakkan berdampingan di bagian kanan kamar. Salah satu lemari sudah terisi dengan pakaian-pakaiannya, sebuah lagi masih kosong. Mungkin besok mereka akan mengisinya dengan gaun-gaun cantik untuk Crystal. Akan ada tambahan beberapa set sofa lagi. Mungkin dua set agar ruangan ini tidak terlihat kosong, dan suara mereka tidak bergema. Akan sangat konyol jika apa yang mereka lakukan di d

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 99. Hati Seorang Ayah

    Istana Namira memang tidak sebesar istana Alastoire. Dinding-dindingnya didominasi warna keemasan dan perak dengan pilar-pilar penyangga berwarna sama. Satu yang pasti, istana Namira selalu hangat karena dibanjiri sinar matahari sepanjang tahun. Bukannya tak ada salju, hanya saja di Namira lebih banyak sinar matahari dibandingkan dengan Alastoire yang beriklim dingin sepanjang tahunnya. Lance Loire selalu menikmati setiap kunjungannya ke Namira. Tak hanya beriklim hangat, gadis-gadis Namira juga terkenal dengan kecantikannya. Sudah bukan rahasia lagi jika ia gemar bermain wanita. Sudah banyak wanita yang ditidurinya, baik itu di Namira, Rans, ataupun Alastoire yang merupakan daerah kekuasaannya sendiri. Siapa yang dapat menolak pesonanya, para wanita itu malah berlomba untuk bisa menghabiskan waktu satu malam saja bersamanya. Meskipun tidak dibayar, mereka akan dengan sukarela mengangkang untuknya. Dasar para wanita murahan! Putri tunggalnya sendiri sudah mengetahui kebiasaannya i

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 98. Selamat Ulang Tahun, Crystal

    "Selamat ulang tahun, Nak!"Kata-kata itu keluar dari bibir Lance Loire yang ditujukannya kepada sang putri tercinta. Tidak ada acara meriah pada ulang tahunnya kali ini. Crystal juga tidak berkunjung ke Alastoire, ulang tahunnya hanya dirayakan di Namira, itu pun tanpa pesta ataupun tamu undangan. Pertambahan usianya hanya dirayakan dengan acara makan malam bersama dan tiup lilin. Lance Loire yang kali ini datang ke Namira, tanpa ada seorang pun yang tahu. Entah bagaimana caranya ia melewati pemeriksaan di pelabuhan sehingga kedatangannya tak terdeteksi. Yang pasti, ia tiba di Rainbow Hill dengan selamat tepat beberapa saat sebelum usia Crystal berganti."Kau sudah dewasa sekarang. Lihatlah!" Tidak ada senyum atau apa pun menyertai perkataannya itu. Raut wajah Lance tetap saja datar dengan sorot mata yang dingin. "Charlotte pasti bangga padamu."Crystal tersenyum lebar. "Mama pasti akan lebih bangga lagi padaku saat aku berdiri di depan altar."Lance mengembuskan napas kasar melalui

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 97. (Bukan) Putri Bangsawan yang Rapuh

    "Anda dari mana, Nona?"Elsi yang tengah memasuki kamar tidurnya dengan mengendap dikejutkan oleh pertanyaan itu. Dia berjengit, menegakkan tubuh, dan melepas bandana yang menutupi kepalanya, lalu tersenyum lebar untuk menghapus kecurigaan Bibi Jane kepadanya. Bibi Jane adalah pengasuhnya. Wanita berusia lebih dari setengah abad itu sudah merawatnya sejak dia kecil. Di kastil ini, hanya Bibi Jane yang menyayangi dan menghargainya –menurutnya. Kedua orang tuanya selalu memojokkannya. Apalagi Papa, selalu membandingkannya dengan semua orang. Papa selalu menyebut nama keluarga Bryne setiap kali mengomelinya. Tak jarang kata-kata Papa sangat menyakitkan. Tak hanya baginya, tetapi Bibi Jane juga pasti merasakannya. Bibi Jane selalu menangis tersedu setiap kali mendengar Papa mengomel, apalagi sampai membanding-bandingkannya dengan George hanya karena dia perempuan. Itulah sebabnya dia meminta George untuk mengajarinya semua yang biasa dilalukan pria. Maksudnya, membela diri, agar Papa ti

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 96. Ketahuan

    Tak ada yang tahu bagaimana perasaannya karena ia tak memberi tahu siapa pun. Ia menyimpannya rapat-rapat agar tak ada seorang pun yang menyadari jika ia tengah menjalin hubungan secara diam-diam dengan putri dari musuh keluarganya. Hubungan mereka seolah sesuatu yang terlarang, padahal tidak demikian. Seandainya saja keluarga mereka tidak saling bermusuhan, tidak akan ada kata terlarang di antara mereka. Mereka akan dapat dengan bebas mendeklarasikan hubungan mereka di depan publik. Sayangnya, permusuhan keluarga yang sudah terjadi selama bertahun-tahun membuat mereka tidak bisa melakukannya. Bertemu pun mereka harus diam-diam di pinggiran hutan dengan Elsi yang mengenakan pakaian laki-laki agar tidak ada yang mengenali, mereka seperti sepasang penjahat saja. "Selamat sore, Yang Mulia!" George membungkuk hormat di depan Alexant yang tengah duduk di bangku taman. Dia sedang membersihkan pedangnya. Seharian ini George menghabiskan waktunya bersama Elsi. Mereka tidak hanya mengobrol

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 95. Pusat Duniaku

    "Kau harus yakin pada kekuatan cinta, Elsi. Jika pangeran Alexant dan Lady Mars bisa melewati tujuh tahun berpisah dan masih saling mencintai, begitu juga dengan kita." George meraih wajah Elsi, membingkainya dengan kedua tangannya. "Percayalah, kita juga pasti bisa menghadapi rintangan bersama-sama. Alexant dan Crystal dapat melewati waktu karena mereka saling yakin dan percaya, kita juga pasti bisa mendapatkan restu dari kedua orang tuamu." Elsi mengangguk, membuat dua bulir bening menuruni pipinya. Kata-kata George begitu mengena di hatinya. George benar, mereka harus bisa bertahan, harus kuat. Mereka tak boleh menyerah, seperti pangeran Alexant dan Lady Crystal Mars yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Mereka berdua dapat mengatasi jarak dan waktu yang memisahkan mereka. Mereka yakin jika pasangan mereka juga memiliki perasaan yang sama kuat dengan mereka. Dia juga harus kuat seperti Lady Mars, harus yakin jika mereka pasti dapat mengatasi segala rintangan dalam per

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status