Share

Bab 4. Mencoba Mengingkari

Suara burung berkicau, ditambah dengan sinar hangat matahari pagi yang jatuh tepat di wajahnya membuat anak laki-laki itu membuka mata. Alexant mengerjap beberapa kali sebelum memejamkan mata abu-abunya kembali, tak peduli dengan sinar matahari yang semakin tinggi. Ia masih mengantuk, masih memerlukan waktu untuk tidur beberapa saat lagi, sebelum ia ingat kalau tadi malam adalah malam pesta terakhir. Hari ini seluruh tamu undangan akan meninggalkan istana, termasuk keluarga bangsawan Mars.

Crystal!

Mengingat gadis kecil itu membuat kantuk yang tadi masih menggelayuti mata Alexant, seketika pergi. Bergegas anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu bangun. Tanpa memakai mantel atau mengganti piyama, juga tanpa alas kaki Alexant langsung berlari menuju ruangan yang digunakan keluarga Crystal. Betapa terkejut Alexant ketika menemukan ruangan itu telah kosong. Tidak ada lagi barang-barang yang kemarin masih mengisi ruangan. Begitu juga dengan Crystal dan keluarganya.

"Di mana Crystal?" tanya Alexant pada seorang pelayan yang lewat. Ia menghentikan langkah si pelayan dengan cara menarik lengannya. Persetan dengan aturan tidak boleh menyentuh pelayan. Ia perlu tahu di mana gadis kecilnya.berada.

Pelayan perempuan berusia lima belas tahun itu berdiri dengan tubuh gemetar, dia ketakutan. Setiap pelayan maupun prajurit sudah mengetahui aturan istana. Pelayan yang berani menyentuh anggota kerajaan akan dipenggal atau digantung.

"Jawab pertanyaanku, di mana Crystal?" Alexant berteriak di depan wajah pelayan itu. Meskipun usianya lima tahun lebih muda, tetapi tinggi tubuh mereka sama.

Teriakan Alexant terdengar sampai keluar ruangan. Selena Lloyd, pengasuh Alexant yang sejak tadi mencari ke mana anak itu pergi, segera menyusul. Dia tadi kehilangan Alexant, anak itu berlari terlalu cepat.

Selena memasuki ruangan dan menemukan Alexant tengah mencengkeram kuat dagu pelayan yang ditugaskan untuk merapikan ruangan yang digunakan keluarga bangsawan Mars selama di istana. Bergegas Selena menghampiri dan mencegah Alexant untuk berbuat yang lebih jauh. Anak itu memang masih berusia sepuluh tahun, tetapi ia sangat kuat, apalagi dalam keadaan emosi tak terkendali seperi sekarang.

"Hentikan, Yang Mulia!" pinta Selena berusaha menjauhkan tangan Alexant dari dagu pelayan perempuan yang meringis menahan sakit. "Dia kesakitan!"

Alexant menoleh cepat, melepaskan tangannya kasar. Berdiri tepat di depan Selena. "Apa kau tahu di mana Crystal, Selena?" tanyanya menahan kekesalan. "Apakah semua tamu ayahku sudah pulang?"

Selena tersenyum lembut. Tangannya terangkat mengusap rambut abu-abu Alexant. Dia sudah menganggap anak ini putra kandungnya sendiri. Sejak kecil dia yang merawat Alexant, sementara Ratu sakit-sakitan. Setelah melahirkan Alexant, kesehatan Ratu yang memang sudah memburuk sejak awal mengandung semakin bertambah buruk sehingga tidak bisa turun dari tempat tidur. Dia merawat Alexant sejak anak ini dilahirkan, bahkan rela mengorbankan putrinya sendiri untuk dirawat oleh ibunya yang tinggal di desa. Putrinya, Beatrice, pasti sudah besar sekarang. Usianya hanya dua tahun di bawah Alexant.

Selena menatap Alexant lembut, selembut senyum dan suaranya. "Semua tamu undangan akan pulang hari ini, Yang Mulia. Saya rasa keluarga Mars juga demikian. Kalau Anda memang ingin bertemu dengan Lady Mars, sebaiknya Anda mencarinya di halaman istana, semua kereta yang akan membawa tamu undangan pulang sudah berjejer di sana sejak tadi malam. Mungkin bangsawan Mars dan keluarganya masih berada ...."

Tanpa menunggu perkataan Selena lebih lanjut, Alexant kembali berlari menuju halaman. Kakinya yang tanpa alas sangat sakit ketika bersentuhan dengan batu kerikil di halaman istana. Sekali lagi Alexant tidak memedulikannya. Yang ia inginkan adalah bertemu dengan Crystal-nya sebelum gadis itu pergi, bukan yang lain.

Alexant terus memaksakan kakinya melangkah walaupun rasa perih kian menjalar. Sepertinya telapak kakinya terluka, bercak darah mulai terlihat. Alexant menggeleng, ia hampir putus asa karena tidak juga menemukan Crystal, padahal sudah sejak beberapa menit yang lalu ia mencari. Namun, sebuah suara halus yang begitu familiar menyapa indra pendengarannya, membuatnya kembali bersemangat.

"Alexant?"

Secepat kilat Alexant menoleh. Tersenyum lebar melihat gadis kecil yang dicarinya berdiri tepat di sampingnya.

"Kenapa kau di sini?" tanya Crystal heran. "Apa kau juga akan ikut pulang?"

Alexant berdecak. "Bodoh!" makinya lirih. "Aku tinggal di sini, ini rumahku, Crystal. Ke mana aku harus pulang?" Alexant mencubit pipi gembil yang memerah.

"Ah, iya!" Crystal berseru girang. Dia melompat-lompat, rambut pirangnya yang diikat dua ikut bergoyang ketika dia melompat. "Aku lupa." Dia meringis. "Lalu, apa yang kau lakukan di sini?" Gadis kecil itu kembali mengulang pertanyaannya.

"Aku mencarimu," jawab Alexant jujur. "Aku harus menemuimu sebelum kau pulang ke rumahmu."

Alis Crystal menekuk. "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Karena aku ingin bertemu!" ketus Alexant. Tingkah Crystal dan kepolosannya selalu saja menggemaskan.

"Aku juga ingin bertemu denganmu," sahut Crystal tersenyum lebar, menampilkan deretan gigi susunya yang rapi. Namun, segera saja senyum ceria itu hilang, berubah menjadi gumpalan awan mendung begitu dia ingat kata-kata ibunya. "Tapi, aku harus pulang dan tidak boleh bertemu lagi denganmu."

"Eh, kenapa?" tanya Alexant heran. Ia tidak tahu kenapa Crystal tak boleh bertemu dengannya lagi. Apakah ia berbahaya? Setahunya tidak. Mereka berteman dan berjanji akan menikah kelak ketika dewasa. Apakah itu salah? Ia memang ingin menikahi Crystal bila dewasa nanti. Tak ingin perempuan lain. "Kenapa kau tidak boleh bertemu denganku lagi? Kita, 'kan, akan menikah bila dewasa nanti, bagaimana mungkin kita tidak bertemu lagi?"

"Pangeran Alexant, apa yang Anda katakan?" tanya Edmund Mars. Sama seperti istrinya yang sedikit syok mendengar kata-kata itu, Edmund juga merasakannya. Ia tidak percaya, khawatir kalau-kalau ia salah mendengarkan kata-kata. "Maafkan saya, tetapi Anda tidak boleh berbicara sembarangan. Anda sudah tahu, 'kan, kalau apa yang Anda ucapkan berarti sebuah janji?"

Alexant mengangguk. Aku tahu!" jawabnya yakin. "Kata-kata yang aku ucapkan adalah ikrar. Aku akan menikahi Crystal ketika kami dewasa kelak, Duke Mars. Aku hanya akan menikah dengan Crystal!"

Edmund memijit pelipis. Kepalanya berdenyut disebabkan oleh kata-kata bocah berusia sepuluh tahun. Seandainya bocah itu bukan siapa-siapa, ia tidak masalah. Hanya saja, bocah di depannya yang masih mengenakan piyama dan tanpa alas kaki ini adalah seorang pangeran, putra mahkota di negara mereka. Apakah ini artinya putri kecilnya akan menjadi ratu Namira? Inikah takdir yang sudah digoreskan di tangan Crystal ketika gadis kecilnya dilahirkan?

Edmund menatap sekeliling, mereka dikerubungi oleh prajurit dan pelayan, termasuk pengasuh Alexant yang tampak sangat terkejut. Ada juga Wallace Bryne, jenderal besar Namira di antara orang-orang tersebut. Ini sangat gawat jika sampai Jenderal Bryne juga mendengarnya. Diam-diam Edmund berharap semoga pria itu tidak mendengarnya.

"Duke Mars...."

"Aku tidak mendengar apa pun, Jenderal!" potong Edmund cepat, ia menunduk hormat. "Maaf, tetapi kami akan pulang ke Rainbow Hill hari ini."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status