Seketika, tangan Zeeta menarik diri dari lengan Erga. Kembali ia semakin merekatkan selimut yang membalut tubuhnya.
"Sekarang kau mulai percaya dengan ucapanku juga, heh? Hah! Dasar polos sekali wanita ini! Rasanya ingin aku ... arrghhh!" cecar Rezvan.
"Sudahlah, jangan dengarkan dia!" ujar Erga menatap Zeeta yang masih meringkuk di balik selimut.
Erga Alterio Savian. Pria tampan bermata sendu ini adalah sepupu dari Rezvan Malven Oxley. Ia juga merupakan CEO dari perusahaan ternama SAVIAN yang juga sama bergerak dalam bidang property. Sikap lembut dan bijak dalam menghadapi sesuatu membuatnya banyak disukai bawahan maupun relasi bisnis. Namun, tak jauh beda dari kehidupan Rezvan—demi menghilangkan penat usai beraktivitas—kehidupan dunia malam juga menjadi candu baginya.
Kepolosan Zeeta tak mampu membedakan mana pria yang benar-benar tulus dan mana yang hanya modus. Ia hanya mampu menilai dari apa yang tertampak saja.
"Makanlah ini. Aku membelikan ini untukmu." Rezvan menyerahkan bungkusan kotak nasi sekaligus minuman. "Awalnya aku berniat makan berdua saja denganmu, sebelum aku menikmati tubuhmu. Sayang, para bajingan itu datang lebih dulu!"
Rezvan menatap Zeeta yang sekali lagi membulatkan matanya. "Sudahlah tidak perlu berterimakasih. Aku juga kebetulan lapar. Jadi kubelikan saja sekalian."
***Athikah_Bauzier***
"Istirahatlah malam ini! Besok ada yang ingin kutanyakan," suruh Rezvan seraya menatap Zeeta yang sedikit pun tak mau menatapnya.
"Sa–saya mau pulang, Tuan," lirih Zeeta."Hey, kau gila? Jam berapa ini? Tengah malam buta. Seenaknya kau minta pulang! Belum juga kau melayaniku." Rezvan mendengkus kesal."Ta–tapi, Tuan .... ""Kalau kau sudah melayaniku, baru kuizinkan kau pergi! Enak saja!" seloroh Rezvan lagi."Ya Allah!" seru Zeeta."Istirahatlah malam ini! Setidaknya tubuhmu kembali pulih sebelum esok malam melayaniku." Rezvan pun melangkah keluar dan menghilang di balik pintu kamar.***Athikah_Bauzier***"Ga, kau belum pulang?" Rezvan mendapati Erga tengah duduk santai di ruang tengah seraya menonton acara TV."Nanggung. Sebentar lagi sudah subuh," jawab Erga."Hey, Bro!" Rezvan menepuk bahu Erga. " Jangan bilang kau khawatir padanya," sindirnya kemudian."Hemh!" Erga menggumam."Apa pun, jangan pakai hati! Kau bisa terluka! Hahaha .... " Rezvan meraih kotak makan yang sudah mulai terasa dingin. "Arrggghhh! Anyep!" Ia pun meletakkan kotak itu kembali di meja."Ada yang ingin kutanyakan padamu?" tanya Erga terlihat serius."Ada apa, Kawan?" Rezvan mencomot kacang kulit dari meja."Gadis itu, bagaimana bisa di sini?" Erga menatap selidik."Ethan.""Ethan?!""Sepertinya gadis itu memang berniat untuk melamar pekerjaan di perusahaanku." Beberapa saat lalu Rezvan memang membuka lowongan pekerjaan pada bagian akuntasi di salah satu perusahaannya yang disebarkan melalui media cetak dan online. Banyak yang tergerak melamar dan beberapa di antaranya sudah melakukan interview.Na'asnya, rupanya Zeeta menjadi salah satu korban dari oknum yang menawarkan pekerjaan padanya melalui bujukan Rena atas suruhan Evant. Evant—yang juga termasuk salah satu relasi bisnis Rezvan sendiri—adalah dalang di balik semua ini. Seakan dengan sengaja melihat peluang keuntungan besar di balik keindahan yang Zeeta miliki, pria itu pun tergerak untuk melakukan pekerjaan setali tiga uang yaitu berkesempatan untuk menjual wanita itu pada CEO dari perusahaan besar tersebut."Maksudmu?""Ada yang mau aku tunjukkan padamu." Rezvan meraih map cokelat yang tadi diserahkan oleh Zeeta.Erga menerima map dari tangan Rezvan. Menyimak setiap barisan hutuf yang tertulis. Lalu, tak lama pria itu pun mengerutkan kening. "B*jing*n Ethan!" rutuknya seketika."Itulah! Aku baru menyadari setelah Danny dan yang lainnya pulang." Rezvan mengubah channel bola di TV.Erga menggeleng pelan. "Bagaimana jika Danny tadi berbuat nekat? Hsshhh!""Ya, pastinya dia memang wanita yang ditawarkan Ethan. Salahku di mana?" elak Rezvan."Sejak kapan kau meminta bantuan Ethan untuk mencarikan wanita?""Penasaran saja dengan promosinya," jawab Rezvan sekenanya."Sebaiknya kau temui Ethan, Van."***Athikah_Bauzier***Zeeta meremas kedua tangan yang ditautkan di atas pangkuan. Sesekali mengangkat kepala dengan gugup, menatap kedua pria yang tengah duduk berseberangan dengannya.Rezvan menyilangkan kaki kanan yang ditumpangkan di atas paha kiri dan kedua tangan bertumpu di bahu sofa. Terlihat ia tengah menggerak-gerakkan sepatu. Sementara Erga melipat siku kiri di atas bahu sofa, dengan posisi tangan kiri mengepal dan kepala bertumpu di atasnya. Posisi kaki kanan juga ia tekuk dan ditumpangkan di atas paha kiri. Ciri khas duduk pria kebanyakan.Hampir tiga puluh menit kedua pria itu menyorot tajam ke arah Zeeta. Tanpa patahan kata. Sementara Zeeta merasa kaku dibuatnya. Tak lama, wanita itu pun menghela napas panjang. "Tu–tuan!?" Keduanya masih menatap lekat pada wanita cantik, berkulit putih yang terlihat lucu dan menggemaskan itu."Tidak heran kalau wanita ini menjadi incaran," ucap Rezvan seketika."Hemhhh!" timpal Erga kemudian masih tak mengubah posisi duduk."Tuan! Anda berdua. Hey .... " Zeeta mengibaskan tangan ke atas. Mencoba memecah kebekuan di antara kedua pria di hadapannya."Hemh?!" sahut keduanya bersamaan."A–apa yang Anda berdua lakukan?""Hemh! Ya!" Rezvan meraih sebuah bungkusan di meja lalu mendorongnya ke arah Zeeta. "Pakailah!" suruhnya."Pakai?" tanya Zeeta."Apa kau tidak dengar?!" Rezvan menyorot tajam."Tidak usah, Tuan. Sa–saya pakai ini saja," timpal Zeeta."Hei, kau! Kau tidak menghargai usahaku? Kau itu bau! Setelah kau ganti pakaian, kita akan berbicara lagi," sergah Rezvan.Zeeta terhenyak mendengar ucapan Rezvan, lalu ia mengangkat lengan dan mencoba membaui tubuhnya. Memang sedikit masam."Bu–bukan begitu, Tuan. Hanya saja ... baju yang Tuan beri, sepertinya tidak layak dipakai." Zeeta menunduk."Tidak layak, katamu?!" Rezvan sedikit mencondongkan badan."Iya, Tuan," sahut Zeeta."Hey! Ini pertama kali bagiku memasuki toko pakaian wanita. Biasanya juga asistenku yang melakukan. Aku paling tidak suka dengan orang yang tak menghargai usahaku!" Rezvan tampak geram.Sementara di seberang sana, Erga terlihat menahan tawa. "Kalau aku yang memberimu pakaian, apa kau mau memakainya?" tanyanya kemudian."Mau, Tuan." Zeeta menatap Erga."Arrggghhh! Sh*t!" Rezvan mendengkus kesal. Lalu menatap tajam pada Erga. "Ga! Pulanglah kau sana! Kau ini!""Baiklah, nanti berbelanjalah bersamaku. Kau bisa pilih pakaian sesuai dengan kemauanmu, tapi pakailah ini dulu. Ini pakaian yang layak." Erga meraih tas di meja lalu menyodorkannya pada Zeeta."Baiklah, Tuan." Zeeta pun meraih tas tersebut dari tangan Erga."A ...! Hey! Apa-apaan ini?" Rezvan ternganga menatap drama di hadapannya."Ta–tapi, setelahnya ... Anda akan mengantar saya pulang, kan, Tuan?" Zeeta menatap iba pada Erga."Amhh ... itu .... " Erga menghentikan ucapan lalu menatap Rezvan. "Kalau begitu saya siap-siap dulu, Tuan." Zeeta pun membawa tas di tangan lalu bangkit hendak mengganti pakaian. "Iya, benar begitu! Tidak usahlah berterimakasih. Aku sudah biasa." Rezvan menyulut rokok di tangan. "Te–terima kasih, Tuan, atas pakaiannya," ucap Zeeta pada Rezvan, lalu kembali menundukkan pandangan. "Telat!" sahut Rezvan. "Ini ganti di mana, Tuan?" tanya Zeeta. "Ganti di depan kami berdua saja!" seloroh Rezvan. "Kau ini!" Ia pun menggeleng. "Ti–tidak bisa begitu, Tuan." Kedua bola mata Zeeta membulat sempurna. "Argghhh! Kamar ataslah!" Rezvan tampak meradang. "Apa aku saja ya
"Kau." "Iya, Tuan?" Zeeta menundukkan pandangan. "Untuk mengganti semua uangku yang hilang, kau harus melayaniku sampai batas waktu yang kutentukan," ucap Rezvan. "Me–melayani?" Wajah Zeeta tampak memucat. "Me–melayani bagaimana, Tuan? Sa–saya tidak mau melayani Tuan di tempat tidur. Kita bukan mahram, Tuan. Itu dosa." "Aarrgghhh! Ceramah lagi! Simpan saja ceramahmu!" Rezvan menggeleng seraya berkacak pinggang. "Ma–maaf!" "Kau punya keahlian apa?" "Saya bisa masak, mencuci, menyapu, dan melakukan apa pun di rumah ini untuk Tuan. Ta–tapi ... jangan suruh saya melayani Tuan di tempat tidur. Saya tidak mau, Tuan," tutur Zeeta tanpa basa-basi. "Melayani di tempat tidur saja tidak bisa.
"Baik, Tuan. Anda ke mari untuk mencari Tuan Rezvan, kah? Sayangnya Tuan Rezvan belum pulang ini." "Aku datang untuk menemuimu." "Sa–saya ...?" Zeeta menyentuh tepat pada bagian dada. "Yup! Boleh aku masuk?" "Ta–tapi ... sebelum saya mendapat izin dari Tuan Rezvan, saya tidak bisa membiarkan tamu pria masuk, Tuan." "Kau jangan lupa, kami sudah terbiasa menghabiskan waktu di sini bersama," tukas Erga. "Oh, iya ... tapi .... " "Kau ini berbicara seakan nyonya dari pemilik rumah," canda Erga kemudian. "Bukan begitu ...." Erga pun melangkah masuk. "Hemh ... aku mencium aroma masakan. Apa kau sedang memasak?"
***Athikah_Bauzier*** Semenjak kehadiran Zeeta di rumah Rezvan, tak seperti biasanya Erga menjadi lebih sering mengunjungi rumah Rezvan. Tak ayal, kedatangan Erga membuat Zeeta merasa aman. Terlebih lagi kedatangan pria itu dapat mengontrol sikap Rezvan yang seringkalinya membuat Zeeta kehabisan kata-kata dan mengurut dada. "Malam ini kau di kamar saja," perintah Rezvan. "Kawan-kawanku akan datang." "Tuan Erga juga datangkah, Tuan?" "Hei ... ada apa kau ini? Berlebihan sekali!" "Ti–tidak apa-apa, Tuan." "Jangan bermain hati, kalau tak mau terluka. Aku tidak mau tanggung jawab kalau kau bunuh diri karena patah hati," ucap Rezvan lagi. "Maksud Tuan apa?" "Ar
"Van .... " Erga berjalan cepat, mendekat pada Rezvan, mengangkat tangan lalu hendak melayangkan kepalan tangan tepat pada wajah Rezvan."Jangan, Tuan! Saya mohon jangan berkelahi! Jangan, Tuan Erga!" Zeeta berhasil melepaskan diri dari cengkeraman tangan Rezvan, lalu mendorong tubuh Erga tepat pada bagian dada. "Jangan, Tuan!" isaknya kemudian."Zeeta! Masuk ke kamarmu!" sentak Rezvan lagi."Tu–Tuan ... saya mohon Anda berdua jangan berkelahi!" Tangisan Zeeta semakin berderai. Ia menatap Rezvan seraya meremas kedua tangan tepat di depan dada."Masuk ke kamarmu!" Rezvan semakin geram.Tanpa dapat mengucapkan patahan kata, dengan tubuh bergetar, Zeeta pun berlari ke dalam."Ga, kali ini kau berurusan denganku! Jadi ... jaga sikapmu!" Rezvan menunjuk Erga, lalu berlalu mengikuti langkah Zeeta.***Athikah_Bauzier***Sesaat setelah Zeeta memasuki kamar dan hendak menutup p
Saat hendak menutup pintu kembali, Erga dikejutkan oleh Rezvan yang tengah berdiri dan bersandar pada dinding di dekat pintu kamar seraya melipat tangan di dada. "Sedang apa kau di sini? Bukankah malam ini kau serahkan dia ke dalam pelukanku?" Erga menautkan alis. Rezvan hanya bergeming dan berbalik menyorot tajam. "Apa kau mulai mengkhawatirkannya? Khawatir jika aku mengeluarkan taringku seperti biasanya?" lanjut Erga seraya menaikkan bibir sebelah. "Hati-hati, jangan bermain hati! Nanti kau akan terluka," sindirnya lagi kemudian. Lalu, berlalu dari hadapan Rezvan dan menyusuri tangga. "Aku ingin berbicara denganmu," ucap Rezvan. "Hemh!" "Apa yang kau inginkan, Ga?" "Apa yang aku inginkan?
Rezvan menatap punggung Zeeta yang berlalu hendak meninggalkannya. "Hei, kau, Zeeta?!" "Iya, Tuan?" Zeeta berbalik arah. "Kenapa bersikap tidak sopan?" "Ma–maaf, Tuan. Bukankah sudah saya bilang kalau pertanyaan saya itu tidak butuh jawaban? Itu cuma ... cuma ... cuma apa, ya, tepatnya?" Zeeta memutar bola mata ke atas seakan tengah berpikir. "Aku tidak membahas itu. Kau tidak sopan masuk kamar dulu sementara aku belum berangkat kerja." Rezvan melirik Zeeta dari atas ke bawah sehingga membuat Zeeta merasa risih. "Lha, memang saya siapanya Tuan? Itu bukan urusan saya mengantar Tuan ke depan. Tugas saya, kan, hanya memasak, mencuci, membereskan kamar Tuan. Tidak pernah Tuan membaha
***Athikah_Bauzier***"Hiks! Tuan!" Zeeta semakin memekik."Aarrgghhh!" Sontak Rezvan berteriak saat Zeeta berusaha menggigit lengannya.Zeeta pun berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Rezvan. Wanita itu pun berlari ke arah parkiran mobil seraya menutup wajah."Saya tidak mau, Tuan!" tangis Zeeta."Payah! Apa masalahnya? Kau ini apa-apa tidak mau," sergah Rezvan."Saya malu, Tuan! Kenapa Anda begitu tidak mengerti!?" pekik Zeeta kemudian."Lantas andai Erga yang mengajakmu, kau mau, begitu?" sindir pria berkaus putih santai itu kemudian."Sama saja saya tidak mau, Tuan! Ini adalah privasi seorang wanita," pekik Zeeta.Sontak, Rezvan terdiam usai mendengar ucapan wanita di hadapannya."Mengapa