Saat mendengar perkataan Cerano, Steven langsung ingin protes. Dia juga lelah! Kenapa Bos-nya sangat kejam sampai tidak mau berbagi kamar untuk bertiga?!
Namun, Steven tidak berani mengutarakan protesnya itu.
“Aku tidak keberatan,” bisik Raveena.
Cerano mengangguk, lalu berbicara dengan resepsionis, “Baiklah, aku akan memesan satu kamar dan tolong beritahu alamat hotel terdekat untuk temanku ini.”
Resepsionis tersenyum. “Baik, Tuan.”
Beberapa saat kemudian, akhirnya Cerano dan Raveena bisa masuk ke dalam kamar hotel. Kamar itu cukup luas, tetapi hanya ada satu tempat tidur di dalam kamar.
“Aku bisa tidur di sofa,” kata Raveena.
Cerano, “Kenapa kamu harus tidur di sofa? Apa kamu tidak lihat kalau sofanya kecil dan tidak bisa digunakan untuk berbaring? Tidurlah di tempat tidur, gunakan saja pembatas di tengah kasur jika kamu tidak mau tidur denganku.”
“Bukan begitu, kupikir kamu yang akan merasa tidak nyaman denganku,” bela Raveena.
Cerano tidak begitu menanggapi, dia melepaskan mantel hitamnya dan berkata, “Mandilah. Aku belum membelikan pakaian wanita untukmu, jadi untuk sementara pakai dulu jubah mandi dari hotel.”
Raveena mengangguk patuh, kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Begitu Raveena menghilang dari pandangannya. Cerano sontak membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Bayangan akan tubuh bagian atas Raveena yang terbuka masih menghantui pikirannya sampai sekarang, dan hal itu sangat membuat dirinya tidak nyaman.
Sekarang, dia malah harus berbagi kamar dengan wanita itu.
Memikirkannya saja sudah membuat jantung Cerano berdebar begitu keras.
Raveena mandi selama lima belas menit. Ketika dia keluar dari kamar mandi, dia berusaha mengencangkan tali pada jubah mandinya, tapi jubah itu terlalu besar, sehingga sedikit bagian atas dadanya agak terlihat.
Cerano sontak membuang muka, lalu langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk menenangkan dirinya.
“Cerano, apa aku boleh melihat-lihat kamar ini?” tanya Raveena dari balik pintu kamar mandi.
“Kenapa harus bertanya? Jika ingin lihat, maka lihat saja,” balas Cerano.
Raveena juga tidak tahu kenapa dia harus meminta izin sebelum melakukan sesuatu, mungkin itu adalah sebuah kebiasaan yang ia peroleh saat masih tinggal di rumah bordil.
Ketika dia berjalan mondar-mandir di dalam kamar hotel, Raveena terus menatap seisi ruangan dengan tatapan berbinar. Seumur hidupnya, dia belum pernah tidur di dalam kamar yang memiliki perabotan lengkap seperti ini. Kamarnya di rumah bordil dulu hanya berukuran sekitar 1,5 x 2 meter persegi.
Tempat kecil itu selalu terasa seperti kandang babi untuk Raveena. Jangankan perabotan seperti televisi atau sofa, radio saja dia belum pernah melihatnya. Karena itulah, kini Raveena tidak bisa berhenti untuk menyentuh semua perabotan yang ada di dalam kamar hotel.
Tak hanya perabotan yang lengkap, ruangan itu juga memiliki aroma lavender yang menyegarkan, sangat jauh berbeda dengan kamar lama Raveena yang selalu memiliki aroma lumut dan lendir busuk.
Raveena kemudian menutup dan membuka kulkas mini seraya merasakan suhu dinginnya. Saat melihat ada banyak minuman di dalam kulkas, Raveena jadi penasaran untuk mencoba satu.
“Cerano, apa aku boleh mengambil minuman di dalam kulkas?” tanya Raveena.
“Ambil saja!”
Raveena tersenyum senang, lalu mulai memilih minuman mana yang ia ingin coba. Hampir seluruh minuman di dalam kulkas adalah produk kalengan dengan warna yang beragam, jadi Raveena bingung harus mencoba yang mana.
Raveena akhirnya kembali bertanya, “Cerano, apa aku boleh minum lebih dari satu?”
“Kamu boleh melakukan apapun! Berhenti bertanya!” seru Cerano dari dalam kamar mandi.
Karena sudah mendapatkan izin, Raveena memberanikan diri untuk membuka lima kaleng sekaligus. Perlahan dia mulai mengendus-ngendus aroma dari masing-masing kaleng, kemudian mencicipi satu-persatu.
Minuman di kaleng pertama rasanya cukup manis dan memiliki aroma buah yang kuat. Jadi, Raveena langsung menghabiskannya dalam satu teguk. Dia kemudian mencicipi kaleng kedua, minuman itu rasanya agak pahit tapi Raveena masih mampu meminumnya.
Dua minuman lain rasanya mirip-mirip dengan minuman kedua, sehingga Raveena hanya mencicipinya sedikit dan meminum kaleng terakhir. Begitu dia menyesap minuman di kaleng terakhir, rasa pahit yang kuat langsung menyerang lidahnya. Tak hanya itu, kerongkongannya bahkan terasa sangat panas saat minuman itu masuk ke dalam tubuhnya.
Raveena sontak batuk beberapa kali dan mengambil minuman kaleng yang terasa manis.
Setelah meminum banyak minuman kaleng, Raveena mulai merasa kepalanya terasa pusing. Pandangan matanya bahkan tampak berkunang-kunang, sehingga dia berjalan dengan sempoyongan.
Meski begitu, entah mengapa Raveena merasa pikirannya sangat ringan, seolah seluruh beban di hidupnya menguap begitu saja. Rasa bahagia yang tak mendasar lantas merangkak naik, membuat Raveena yang sepanjang hari diam, kini mulai menunjukkan sikap hiperaktif.
Wanita itu melompat ke sana dan ke mari, berputar-putar di tengah ruangan sambil memeluk bantal.
Suara keributan yang ditimbulkan oleh Raveena membuat Cerano penasaran. Dia akhirnya segera mengenakan pakaiannya dan melangkah keluar dari kamar mandi. Alangkah terkejutnya Cerano, saat melihat Raveena sedang mengeluarkan seluruh pakaian Cerano dari dalam tas, lalu ia lemparkan ke lantai.
“Raveena! Apa yang kamu lakukan?!”
Raveena menghentikkan tangannya, lalu menatap Cerano dengan senyuman yang tampak bodoh. “Bajunya bilang di dalam sangat pengap, jadi aku membiarkan mereka jalan-jalan di luar.”
Apa-apaan!
Pandangan Cerano lantas mengarah ke bekas minuman kaleng yang berserakan di lantai. Mata pria itu langsung membelalak kaget dan mengecek minuman itu satu-persatu. “Kamu menghabiskan semuanya?!”
Raveena, “Kamu bilang aku boleh meminumnya. Apa sekarang tidak boleh?”
“Ini … Ini bir! Astaga! Bagaimana bisa kamu minum 5 kaleng bir sekaligus?!”
pantas saja Raveena bertingkah gila seperti itu, ternyata dia sedang di bawah pengaruh lima bir. Selama satu jam, Cerano berusaha untuk membuat Raveena tidur di ranjang. Namun, wanita itu tidak mau diam dan terus kembali menggeledah kamar seperti maling.
“Cerano, apa ini ruangan rahasia?”
“Itu lemari.”
“Cerano, apa kolam kecil ini bisa menampung ikan?”
Cerano menghela napas, “Itu bathub, Raveena. Tidak bisa menampung ikan.”
“Cerano—”
“Cerano—”
Sepanjang malam, Cerano disibukkan dengan menjawab berbagai macam pertanyaan Raveena yang aneh. Pria itu memijat keningnya yang terasa sakit dan pura-pura tidur agar Raveena berhenti bertanya kepadanya.
“Cerano, apa televisi ini bisa menyala?”
Cerano sengaja tidak menanggapi, dan Raveena berpikir sepertinya pria itu sudah tidur.
Jadi, Raveena berusaha mengeksplor televisi itu seorang diri. Dia menekan-nekan remot kontrol untuk mengganti banyak channel televisi, tapi tidak ada satu pun yang menarik.
Sampai Raveena mendapati ada satu tombol di remot yang tampak menarik, tombol itu berwarna merah terang sehingga terlihat berbeda dari tombol yang lainnya. Tanpa berpikir panjang, Raveena segera menekan tombol tersebut.
“Ah! Faster! Please, don’t stop!”
Cerano sontak membuka kedua matanya saat mendengar suara erangan itu. Dia kembali dikejutkan oleh video vulgar yang kini terpampang jelas di layar televisi lebar di hadapannya.
“Kenapa kamu bisa menyetel ini?!”
Pada tayangan video, terlihat seorang pria tengah menindih wanita lain di tempat tidur. Keduanya sama-sama tidak berbusana dan bermandikan keringat. Tangan si wanita terikat di ujung ranjang, sedangkan kakinya dilebarkan ke samping sampai bagian intinya yang basah terlihat dengan jelas.
Itu video berunsur bondage [1].
[1] Bondage, merupakan salah satu praktik seksual yang melibatkan permainan antara dominan dan submisif. Biasanya menggunakan alat bantu berupa tali untuk mengikat pasangan.
“Aku tidak tahu. Saat aku menekan tombol ini, tayangannya berubah,” jawab Raveena tidak mengerti.
Sialan.
Sepertinya hotel ini sering dikunjungi oleh pasangan, sehingga pihak hotel menyediakan tayangan khusus untuk memercikan gairah mereka.
“Matikan, cepat,” perintah Cerano.
“Kenapa harus dimatikan? Tayangannya cukup menarik. Saat di rumah bordil, aku belum pernah lihat ada wanita penghibur yang diikat.”
Cerano segera merebut remot dari tangan Raveena dan mematikannya. “Kamu bisa menontonnya sendiri nanti. Sekarang naiklah ke tempat tidur.”
Raveena memiringkan kepalanya. “Kamu ingin mempraktikan tayangan tadi bersamaku?”
Terima kasih karena sudah membaca! Silahkan tinggalkan jejak berupa vote dan komen ya!
“Aku hanya memintamu untuk tidur, astaga!” Setelah diam sebentar, Raveena akhirnya berjalan mendekati tempat tidur. Namun, dia tidak naik ke kasur, melainkan merangkak ke atas tubuh Cerano dan membuat pria itu kalang kabut. “Kamu ingin apa?!” “Cerano,” panggil Raveena. “Saat kamu memilihku, katanya kamu ingin meniduri perawan, tapi kenapa sampai sekarang kamu belum menyentuhku?” “Apa maksudmu? Bukankah aku sudah pernah bilang, aku hanya membutuhkan perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos Vincente. Aku tidak ingin menidurimu.” Raveena mengerutkan keningnya. “Kenapa tidak mau? Apa kamu berpikir aku tidak berpengalaman?” “Raveena, kamu mabuk. Berhentilah meracau dan segera tidur,” kata Cerano dengan lelah. Raveena masih bergeming di atas Cerano, wanita itu bahkan mulai menurunkan jubah bagian atasnya sehingga pundaknya dapat terlihat dengan jelas. “Aku merasa panas. Apa karena pendingin ruangannya belum dinyalakan?”
Tatkala Raveena membuka mata, dia merasa tubuh bagian bawahnya tidak nyaman, terasa lengket seolah ada banyak cairan yang menumpuk di sela-sela kakinya. Selain itu, rasa sakit yang tajam turut ia rasakan ketika Raveena berusaha untuk duduk, membuat wanita itu langsung kembali berbaring tanpa berani untuk bergerak lagi.Raveena terdiam selama beberapa saat, berusaha keras untuk mencerna situasi yang kini tengah ia alami. Secara tiba-tiba kepingan ingatan yang memalukan mulai menghujani benaknya, memaksa Raveena untuk melihat setiap adegan yang dipenuhi oleh gairah dan rasa panas. Raveena bahkan bisa ingat, saat di mana ia bergerak seperti wanita murahan di atas tubuh Cerano, mengingat saat dia melebarkan kedua kakinya supaya pria itu bisa melesakkan kejantanannya lebih dalam.Raveena Hesper ingat, dialah orang yang sudah memancing Cerano dan membuat pria itu kehilangan kendali.Klek. Suara pintu kamar yang terbuka membuat sekujur tubuh R
Hari esoknya, tatkala matahari belum terbit sepenuhnya. Cerano sudah membawa Raveena pergi menuju bandara. Sepanjang jalan, Raveena menatap jalanan Kota Philadelphia dengan perasaan hampa. Meskipun, seluruh memorinya buruk tentang kota ini, dia tidak dapat memungkiri bahwa dia sudah tinggal selama 12 tahun di Philadelphia.“Raveena, anak-anak buahku sudah menunggu kita di bandara Italia. Mereka memang terlihat kasar dan tidak baik, tapi tidak perlu takut, mereka tidak akan menyakiti kamu,” kata Cerano.Karena yang terkendala passport hanyalah Raveena, anak-anak buah Cerano sudah pulang lebih dahulu ke Italia sejak kemarin. Namun, mereka akan menjemput Cerano di bandara.Raveena akhirnya menoleh. “Aku mengerti.”Cerano, “Apa kamu sedih karena akan meninggalkan Philadelphia?”“Dibandingkan dengan sedih, hatiku sepertinya terasa kosong,” Ravena menambahkan, “Mungkin karena kehidupanku terlalu monoton saat tinggal di Distrik Merah. Tapi, aku
Raveena Hesper tercengang saat Cerano membawanya ke kediaman utama Acheron Familia, yang terletak di bagian paling utara dari Pulau Sisilia. Tempat itu sangat rahasia dan tertutup, bahkan sekitar 3 meter dari kediaman utama, terdapat peringatan bahwa mereka akan memasuki wilayah terlarang, sehingga orang yang tak memiliki izin tidak diperbolehkan untuk masuk.Raveena juga perlu memasukan data sidik jari serta retina matanya terlebih dahulu sebelum diperbolehkan masuk ke lingkungan Acheron.Kediaman utama dari Acheron Familia berupa sebuah mansion mewah bertingkat lima, di mana warna eksteriornya didominasi oleh warna hitam dan kelabu, membuat mansion itu memancarkan aura yang kelam. Di sekeliling mansion, terdapat jalan setapak dan lahan hijau yang terbentang begitu luas. Bahkan Raveena sempat berpikir, dia pasti akan tersesat apabila berjalan-jalan sendirian di dalam lingkungan mansion.“Apa kamu pernah berjalan kaki dari pintu masuk ke gerbang utama?” ta
Dante berbincang-bincang sebentar dengan Raveena, intonasi suaranya begitu lembut, tak terdengar mengerikan atau kejam seperti bayangan Raveena. Alih-alih tampak seperti seorang pimpinan dari kelompok mafia, Dante malah terlihat seperti seorang pria tua yang ramah.Beberapa saat kemudian, akhirnya Dante meminta Raveena untuk keluar lebih dahulu karena ingin membicarakan sesuatu dengan Cerano. Wanita itu jelas langsung menurut dan meninggalkan ruangan.“Nak, dia tampaknya tidak ingat kamu,” kata Dante dengan iba.Cerano tersenyum getir. “Dia melupakan ingatannya sejak berada di rumah bordil. Aku tidak tahu kenapa bisa begitu, mungkin trauma berat telah menghancurkan isi ingatannya.”Dante, “Maka, kamu hanya bisa menarik ingatannya pelan-pelan. Menyembuhkan trauma seseorang adalah sesuatu yang sulit, apalagi Raveena sudah mengalami banyak penyiksaan dan pelecehan saat di rumah bordil. Teman lamamu ini, jelas rusak parah sekaran
Pria yang membawanya pergi adalah Dante Acheron, yang kemudian menjadikan Cerano sebagai anak angkatnya. Di bawah bimbingan Dante pula, Cerano berlatih begitu keras untuk menjadi lebih kuat, belajar lebih giat agar ia tak mudah ditipu oleh siapa pun.Cerano ingin menjadi kuat, supaya ia mampu menyelamatkan Raveena, seperti sekarang ini.“Tapi, bagaimana kamu tahu dia adalah teman yang kamu cari?” tanya Dante.Cerano, “Awalnya aku tidak tahu, sampai aku melihat gelang di tangannya. Gelang itu adalah buatanku, jadi aku bisa tahu kalau itu adalah Raveena yang kucari.”Ketika mereka bertemu di atap, Cerano tanpa sengaja melihat gelang yang Raveena pakai saat wanita itu menarik lengannya. Setelah itu, Cerano menyelidiki Raveena dan tahu kalau dia tinggal di sebuah rumah bordil sebagai perawan tua. Karena itulah, akhirnya Cerano datang ke rumah bordil dan berpura-pura mencari perawan untuk menyusup masuk ke dalam kediaman Carlos.
Raveena berjalan dengan mata yang mengantuk. Semalam, dia tanpa sadar membaca begitu banyak buku sampai pukul 4 pagi. Tatkala dia baru tertidur selama satu jam, seseorang menggedor pintunya dan meminta Raveena untuk segera pergi ke ruang pelatihan. “Kenapa jalan begitu lelet! Cepatlah! Bos, pasti sudah menunggu!” pria bernama Diego itu sejak tadi terus berteriak kepada Raveena, sampai membuat telinga Raveena berdengung. “Aku sudah berusaha jalan secepat mungkin,” tukas Raveena, “Lagi pula, kenapa aku harus pergi ke tempat pelatihan sepagi ini? Cerano bahkan tidak memberitahuku jamnya.” Diego menghentikkan langkahnya, lalu berbalik dengan ekspresi wajah gelap. “Kamu memanggil Bos dengan nama?! Beraninya kamu bersikap tidak sopan seperti itu! Anak baru, siapa namamu?!” “Raveena Hesper,” jawab Raveena tanpa gentar. Dia sudah biasa dibentak-bentak oleh Hose dulu, jadi teriakan Diego tidak ada artinya untuk Raveena. “Bisa-bisanya kau membalas denga
Awalnya, seluruh anggota baru itu bisa berlari dengan kecepatan yang sama. Namun, lambat laun, beberapa anggota baru itu mulai memelankan lari mereka karena kelelahan. Sedangkan tiga anggota lain masih mampu berlari tanpa menunjukkan tanda-tanda kelelahan.“Matilda, Saro, Sergio! stamina kalian sudah cukup bagus, tapi coba berlari lebih cepat lagi.” Cerano lantas memperhatikan tiga orang yang ada di belakang mereka. “Raveena, Paolina, Antonio! siput bahkan jauh lebih cepat daripada kalian! Jika kalian berlari seperti ini saat menjalankan misi, aku jamin kalian akan langsung mati dalam waktu satu hari!!”Paolina yang berlari di samping Raveena terus mengeluh di sedari tadi. “Kakiku bahkan terasa ingin lepas! Jika berlari lebih cepat lagi, maka aku akan lumpuh!”“Paolina, aku bisa mendengar keluhanmu! Kalau kau tidak lulus minggu depan, maka kau bisa-bisa disuruh berlari sebulan penuh!” teriak Cerano.Mendenga