Share

BAB 8 : Mabuk

Saat mendengar perkataan Cerano, Steven langsung ingin protes. Dia juga lelah! Kenapa Bos-nya sangat kejam sampai tidak mau berbagi kamar untuk bertiga?!

Namun, Steven tidak berani mengutarakan protesnya itu.

“Aku tidak keberatan,” bisik Raveena.

Cerano mengangguk, lalu berbicara dengan resepsionis, “Baiklah, aku akan memesan satu kamar dan tolong beritahu alamat hotel terdekat untuk temanku ini.”

Resepsionis tersenyum. “Baik, Tuan.”

Beberapa saat kemudian, akhirnya Cerano dan Raveena bisa masuk ke dalam kamar hotel. Kamar itu cukup luas, tetapi hanya ada satu tempat tidur di dalam kamar.

“Aku bisa tidur di sofa,” kata Raveena.

Cerano, “Kenapa kamu harus tidur di sofa? Apa kamu tidak lihat kalau sofanya kecil dan tidak bisa digunakan untuk berbaring? Tidurlah di tempat tidur, gunakan saja pembatas di tengah kasur jika kamu tidak mau tidur denganku.”

“Bukan begitu, kupikir kamu yang akan merasa tidak nyaman denganku,” bela Raveena.

Cerano tidak begitu menanggapi, dia melepaskan mantel hitamnya dan berkata, “Mandilah. Aku belum membelikan pakaian wanita untukmu, jadi untuk sementara pakai dulu jubah mandi dari hotel.”

Raveena mengangguk patuh, kemudian berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Begitu Raveena menghilang dari pandangannya. Cerano sontak membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Bayangan akan tubuh bagian atas Raveena yang terbuka masih menghantui pikirannya sampai sekarang, dan hal itu sangat membuat dirinya tidak nyaman.

Sekarang, dia malah harus berbagi kamar dengan wanita itu.

Memikirkannya saja sudah membuat jantung Cerano berdebar begitu keras.

Raveena mandi selama lima belas menit. Ketika dia keluar dari kamar mandi, dia berusaha mengencangkan tali pada jubah mandinya, tapi jubah itu terlalu besar, sehingga sedikit bagian atas dadanya agak terlihat.

Cerano sontak membuang muka, lalu langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk menenangkan dirinya.

“Cerano, apa aku boleh melihat-lihat kamar ini?” tanya Raveena dari balik pintu kamar mandi.

“Kenapa harus bertanya? Jika ingin lihat, maka lihat saja,” balas Cerano.

Raveena juga tidak tahu kenapa dia harus meminta izin sebelum melakukan sesuatu, mungkin itu adalah sebuah kebiasaan yang ia peroleh saat masih tinggal di rumah bordil.

Ketika dia berjalan mondar-mandir di dalam kamar hotel, Raveena terus menatap seisi ruangan dengan tatapan berbinar. Seumur hidupnya, dia belum pernah tidur di dalam kamar yang memiliki perabotan lengkap seperti ini. Kamarnya di rumah bordil dulu hanya berukuran sekitar 1,5 x 2 meter persegi.

Tempat kecil itu selalu terasa seperti kandang babi untuk Raveena. Jangankan perabotan seperti televisi atau sofa, radio saja dia belum pernah melihatnya. Karena itulah, kini Raveena tidak bisa berhenti untuk menyentuh semua perabotan yang ada di dalam kamar hotel.

Tak hanya perabotan yang lengkap, ruangan itu juga memiliki aroma lavender yang menyegarkan, sangat jauh berbeda dengan kamar lama Raveena yang selalu memiliki aroma lumut dan lendir busuk.

Raveena kemudian menutup dan membuka kulkas mini seraya merasakan suhu dinginnya. Saat melihat ada banyak minuman di dalam kulkas, Raveena jadi penasaran untuk mencoba satu.

“Cerano, apa aku boleh mengambil minuman di dalam kulkas?” tanya Raveena.

“Ambil saja!”

Raveena tersenyum senang, lalu mulai memilih minuman mana yang ia ingin coba. Hampir seluruh minuman di dalam kulkas adalah produk kalengan dengan warna yang beragam, jadi Raveena bingung harus mencoba yang mana.

Raveena akhirnya kembali bertanya, “Cerano, apa aku boleh minum lebih dari satu?”

“Kamu boleh melakukan apapun! Berhenti bertanya!” seru Cerano dari dalam kamar mandi.

Karena sudah mendapatkan izin, Raveena memberanikan diri untuk membuka lima kaleng sekaligus. Perlahan dia mulai mengendus-ngendus aroma dari masing-masing kaleng, kemudian mencicipi satu-persatu.

Minuman di kaleng pertama rasanya cukup manis dan memiliki aroma buah yang kuat. Jadi, Raveena langsung menghabiskannya dalam satu teguk. Dia kemudian mencicipi kaleng kedua, minuman itu rasanya agak pahit tapi Raveena masih mampu meminumnya.

Dua minuman lain rasanya mirip-mirip dengan minuman kedua, sehingga Raveena hanya mencicipinya sedikit dan meminum kaleng terakhir. Begitu dia menyesap minuman di kaleng terakhir, rasa pahit yang kuat langsung menyerang lidahnya. Tak hanya itu, kerongkongannya bahkan terasa sangat panas saat minuman itu masuk ke dalam tubuhnya.

Raveena sontak batuk beberapa kali dan mengambil minuman kaleng yang terasa manis.

Setelah meminum banyak minuman kaleng, Raveena mulai merasa kepalanya terasa pusing. Pandangan matanya bahkan tampak berkunang-kunang, sehingga dia berjalan dengan sempoyongan.

Meski begitu, entah mengapa Raveena merasa pikirannya sangat ringan, seolah seluruh beban di hidupnya menguap begitu saja. Rasa bahagia yang tak mendasar lantas merangkak naik, membuat Raveena yang sepanjang hari diam, kini mulai menunjukkan sikap hiperaktif.

Wanita itu melompat ke sana dan ke mari, berputar-putar di tengah ruangan sambil memeluk bantal.

Suara keributan yang ditimbulkan oleh Raveena membuat Cerano penasaran. Dia akhirnya segera mengenakan pakaiannya dan melangkah keluar dari kamar mandi. Alangkah terkejutnya Cerano, saat melihat Raveena sedang mengeluarkan seluruh pakaian Cerano dari dalam tas, lalu ia lemparkan ke lantai.

“Raveena! Apa yang kamu lakukan?!”

Raveena menghentikkan tangannya, lalu menatap Cerano dengan senyuman yang tampak bodoh. “Bajunya bilang di dalam sangat pengap, jadi aku membiarkan mereka jalan-jalan di luar.”

Apa-apaan!

Pandangan Cerano lantas mengarah ke bekas minuman kaleng yang berserakan di lantai. Mata pria itu langsung membelalak kaget dan mengecek minuman itu satu-persatu. “Kamu menghabiskan semuanya?!”

Raveena, “Kamu bilang aku boleh meminumnya. Apa sekarang tidak boleh?”

“Ini … Ini bir! Astaga! Bagaimana bisa kamu minum 5 kaleng bir sekaligus?!”

pantas saja Raveena bertingkah gila seperti itu, ternyata dia sedang di bawah pengaruh lima bir. Selama satu jam, Cerano berusaha untuk membuat Raveena tidur di ranjang. Namun, wanita itu tidak mau diam dan terus kembali menggeledah kamar seperti maling.

“Cerano, apa ini ruangan rahasia?”

“Itu lemari.”

“Cerano, apa kolam kecil ini bisa menampung ikan?”

Cerano menghela napas, “Itu bathub, Raveena. Tidak bisa menampung ikan.”

“Cerano—”

“Cerano—”

Sepanjang malam, Cerano disibukkan dengan menjawab berbagai macam pertanyaan Raveena yang aneh. Pria itu memijat keningnya yang terasa sakit dan pura-pura tidur agar Raveena berhenti bertanya kepadanya.

“Cerano, apa televisi ini bisa menyala?”

Cerano sengaja tidak menanggapi, dan Raveena berpikir sepertinya pria itu sudah tidur.

Jadi, Raveena berusaha mengeksplor televisi itu seorang diri. Dia menekan-nekan remot kontrol untuk mengganti banyak channel televisi, tapi tidak ada satu pun yang menarik.

Sampai Raveena mendapati ada satu tombol di remot yang tampak menarik, tombol itu berwarna merah terang sehingga terlihat berbeda dari tombol yang lainnya. Tanpa berpikir panjang, Raveena segera menekan tombol tersebut.

“Ah! Faster! Please, don’t stop!”

Cerano sontak membuka kedua matanya saat mendengar suara erangan itu. Dia kembali dikejutkan oleh video vulgar yang kini terpampang jelas di layar televisi lebar di hadapannya.

“Kenapa kamu bisa menyetel ini?!”

Pada tayangan video, terlihat seorang pria tengah menindih wanita lain di tempat tidur. Keduanya sama-sama tidak berbusana dan bermandikan keringat. Tangan si wanita terikat di ujung ranjang, sedangkan kakinya dilebarkan ke samping sampai bagian intinya yang basah terlihat dengan jelas.

Itu video berunsur bondage [1].

[1] Bondage, merupakan salah satu praktik seksual yang melibatkan permainan antara dominan dan submisif. Biasanya menggunakan alat bantu berupa tali untuk mengikat pasangan.

“Aku tidak tahu. Saat aku menekan tombol ini, tayangannya berubah,” jawab Raveena tidak mengerti.

Sialan.

Sepertinya hotel ini sering dikunjungi oleh pasangan, sehingga pihak hotel menyediakan tayangan khusus untuk memercikan gairah mereka.

“Matikan, cepat,” perintah Cerano.

“Kenapa harus dimatikan? Tayangannya cukup menarik. Saat di rumah bordil, aku belum pernah lihat ada wanita penghibur yang diikat.”

Cerano segera merebut remot dari tangan Raveena dan mematikannya. “Kamu bisa menontonnya sendiri nanti. Sekarang naiklah ke tempat tidur.”

Raveena memiringkan kepalanya. “Kamu ingin mempraktikan tayangan tadi bersamaku?”

Shafazana

Terima kasih karena sudah membaca! Silahkan tinggalkan jejak berupa vote dan komen ya!

| Like
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kikiw
orang mabok bikin darting ya Ce wkwkkw
goodnovel comment avatar
Fajri Masihu
cukup baik ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status