Dalam kondisi lemah dan syok, Milly dirawat oleh Minerva dengan sangat baik. Terkadang demam menyerang dan Milly menggigil kedinginan.
Jetro menengoknya diam-diam tanpa sepengetahuan Milly. Pada malam kritisnya karena luka di kepala yang baru mulai meradang, pria itu duduk di samping tempat tidur Milly sembari menenangkan. Jahitan sejumlah lima tisikan memang tidak seberapa. Namun kenyataannya, Milly sempat mengalami demam yang cukup parah. Selama Milly sakit, Jetro makin sering menemaninya. Biarpun hanya duduk dan memastikan Milly baik-baik saja, tapi Virgp bisa melihat bahwa Jetro sangat mengkhawatirkan wanita yang telah menjadi istri kontraknya. Empat hari berlalu dan Jetro tahu jika Milly sudah cukup membaik. Malam itu ia berpamitan untuk mengunjungi salah satu bisnis mereka. Virgo mengingatkan untuk tidak berlama-lama. Jetro membalas dengan tepukan pelan."Aku harus memutuskan rantai Sybil sepenuhnya." Virgo tahu dengan bMilly melangkah masuk rumahnya dengan semangat. Ketika mencoba mencari kunci, pintu terkuak dan Prana muncul."Milly?" sapa Prana heran.Wanita itu tertegun. Sejak kapan Prana sering datang ke rumahnya?"Martin di mana?" tanya Milly mendadak tidak menyukai kehadiran Prana yang tidak pernah ia harapkan. Ada sesuatu dalam diri pria tersebut yang membuat Milly tidak nyaman."Dia ada di dalam. Aku hanya mengunjungi dan memastikan semua keadaan baik-baik saja," cetus Prana seraya memberi alasan yang membuat dirinya ada di rumah tersebut."Terima kasih, Dok. Aku masuk dulu," pamit Milly kikuk.Prana menyingkir ke samping dan memberi ruang untuk Milly berlalu."Martin!" Kakinya terus melangkah ke ruang dapur yang merangkap meja makan.Tangannya menyibak tirai kamar adiknya yang kebetulan ada paling belakang. Adiknya tidur dengan posisi miring dan mukanya menghadap ke tembok.Milly mengira Mar
Makan malam yang Milly harapkan bisa melunturkan kekakuan dan kebekuan hubungannya dengan Martin, berakhir menjadi semakin memburuk. Tidak pernah menyangka jika saat ini dirinya telah kehilangan Martin. Tidak ada yang bisa mengendalikan kemarahan Martin yang terlihat sudah melampaui batas. Prana sendiri terlihat serba salah. "Kita lanjut makan, Pran," ajak Milly dengan suara seperti tercekik. Prana tidak lagi berselera. Kesedihan Milly yang jelas tampak dari raut wajahnya, membuat Prana iba sekaligus bersimpati. "Kita beresin semua aja, Mill. Aku tahu perasaanmu. Jangan paksa diri terlalu kejam," tutur Prana. Milly akhir meletakkan sendok dan garpunya, lalu mulai terisak. Kedua telapak tangannya menutup wajah rapat-rapat. "Martin menjadi pribadi yang aku nggak kenal, Pran," keluh Milly tergugu. "Beri dia waktu," hibur Prana. Setelah memeras mata kuat-kuat, Milly memutuskan untuk tidak lagi menangis. Ini semua me
Virgo sempat khawatir ketika melihat Milly mendadak meminta menjemput malam itu. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk bertanya. Milly terlihat murung dengan wajah ditekuk. Selama perjalanan kembali ke pulau pribadi Jetro, keduanya tidak banyak bicara.Setelah tiba di villa, Milly memilih untuk berpamitan dan masuk ke kamarnya untuk menyendiri. Virgo tidak memiliki alasan yang tepat untuk menahannya. Dengan anggukan pelan, Virgo membiarkan Milly berlalu.Kini Virgo tidak lagi akan tinggal diam. Dia bisa merasakan ada kesedihan yang begitu mendalam pada Milly. Dengan langkah panjang, Virgo bergegas menuju ruangan Jetro biasa berada.Pria itu sedang sibuk menatap layar laptopnya dengan pandangan yang serius.“Virgo, sudah kembali?” sapa Jetro tanpa mengalihkan matanya dari layar laptop.“Milly terlihat jauh lebih buruk dari yang terakhir,” sahut Virgo.Jetro tersenyum miring.“Sudah kukatakan sejak awal, kelua
Semangat untuk menjalani hidup yang baru memang tidak mudah untuk Milly. Terkadang kenangan akan adiknya kembali menyulut kecewa yang membuatnya resah. Ada ganjalan yang membuatnya tidak mampu merasakan damai.Virgo tahu mengenai hal tersebut. Namun untuk mengungkit, pria itu tidak berani. Milly sangat sensitif setiap membicarakan tentang masalah dengan adiknya, Martin.Sudah beberapa hari ini, Virgo sibuk memastikan tower yang khusus dia pesan untuk memperkuat sinyal di pulau pribadi Jetro berjalan seperti yang diharapkan. Setelah badai beberapa kali, tower tersebut sempat tidak berfungsi dengan maksimal. Kedatangan tehnisi yang memperbaiki sistem akhirnya berhasil dengan baik.Milly memekik gembira dan mengatakan akan memasak untuk Virgo sebagai hadiah.“Lain kali, Mill! Ingat, malam ini kau akan pergi untuk undangan pesta dengan Jetro,” tukas Virgo.Milly seketika terdiam. Ada rasa enggan yang menguasai hatinya. Dirinya jarang berkom
“Apa rencanamu, Pran? Kau tahu jika Jetro tahu, aku mungkin tidak akan hidup lagi,” tanya Milly masih terlihat cemas dan khawatir.Prana mengajaknya menjauh dan menuju ke buritan kapal. Pria itu memastikan tidak ada yang melihat mereka.“Pengacara yang akan membantumu adalah manusia seperti Jetro. Tapi jangan takut, dia adalah temanku. Selama kau belum mendapat panggilan dari pengadilan, jangan membuat reaksi apa pun. Bersikaplah seakan tidak tahu apa-apa, Mill. Aku tahu ini bahaya, oleh karena itu, Virgo juga tidak perlu tahu mengenai hal ini sedikit pun.”Milly mengerutkan keningnya dengan heran.“Dari mana kau tahu banyak tentang Jetro? Bahkan mengenal Virgo?”Prana menghela napas panjang.“Aku sudah menyelidiki selama ini. Jetro memang belum lama di daerah Bandung. Tapi sepak terjangnya sangat mengkhawatirkan. Terakhir kali, dia mencoba menguasai supplai obat-obatan yang dipergunakan untuk rumah
Virgo terlihat geram dan matanya jelas menunjukkan kecewa yang begitu mendalam. Tidak pernah ia sangka jika Milly mengkhianati kepercayaannya selama ini. Diam-diam, Milly mengajukan gugatan cerai tanpa memberitahu terlebih dahulu Virgo.Selama ini, janji yang Milly ucapkan hanyalah kebohongan semata!“Aku tidak sanggup hidup bersama dalam pernikahan palsu ini,” kelit Milly dengan tergagap.Wanita itu menelan ludah dan mencoba menenangkan diri untuk tidak tersudut dan hilang keberanian menjawab.Virgo melangkah ke depan mendekati Milly yang mundur dengan sikap waspada.“Cukup, Virgo! Jangan mendekat! Satu langkah lagi, aku akan mengambil tindakan membela diri!” ancam Milly. Tangannya gemetar, teracung ke depan dengan pistol berisi peluru.“Aku bisa meremukkan tubuhmu dalam sedetik! Kau mengkhianatiku dan Jetro!” desis Virgo dengan wajah bengis.Milly tampak ketakutan. Ia tidak menyangka jika Virg
Dengan langkah ragu, Milly berjalan menuju ke arah mini market yang tak jauh dari pengadilan. Sepatu ketnya membantu Milly untuk terus menahan diri supaya tidak pingsan. Kekhawatiran baru yang muncul setelah sidang pertama, membuat Milly merasakan penyesalan yang mulai menumpuk.Ia tidak memperhitungkan akan situasinya saat ini. Tidak ada bekal cukup dan Jetro memang benar-benar mengabaikan dirinya setelah pasca perpisahan mereka. Selama tinggal bersama Jetro, Milly tidak butuh uang karena mendapatkan segalanya. Kini dirinya terjebak akan situasi sulit yang tidak bisa dengan mudah ia selesaikan.Milly meneguk botol aqua dengan cepat dan rasa haus yang tadinya mencekik mulai hilang. Peluhnya bercucuran dan Milly memilih tempat di ujung supaya bisa berpikir sejenak. Untunglah ibu penjual makanan itu sangat baik dan membiarkan Milly menumpang beristirahat sembari menentukan langkah selanjutnya.Kemana ia harus pergi saat ini? Tidak memiliki tempat tinggal dan dirin
Prana bisa merasakan jika Milly dalam kondisi yang tidak menentu. Setelah kembali dari pengadilan, wanita itu tidak lagi keluar kamar hingga keesokan harinya. Walau ada rasa penasaran bercampur khawatir, tapi Prana menekan semua itu dan mencoba memberi Milly ruang untuk menyendiri.Ia meninggalkan catatan singkat yang tertempel di kulkas dan berharap Milly akan membacanya sebelum berangkat kerja. Perasaannya pada Milly terlampau kuat dan Prana sendiri tidak memahami jika hatinya menjatuhkan pilihan sejak pertama bertemu.Rasanya mustahil bisa mencintai dan mengagumi seorang wanita yang masih cukup asing dan belum ia kenal dengan baik. Akan tetapi, Instingnya terus mengatakan jika Milly akan menjadi jalan yang terbaik bagi Prana mencapai kebahagiaannya.Akhirnya ia memendam dalam-dalam seluruh rencana dan keinginannya, Prana belajar untuk bersabar. Menghitung hari-harinya di masa lalu yang harus menempuh perjuangan sulit demi mengadaptasi hidupnya selama ini, Pra