Setelah kembali ke pulau pribadi Jetro, Milly hanya duduk termenung dengan wajah melamun. Koper dan semua benda miliknya yang baru saja Maxer letakkan di kamarnya belum tersentuh sedikit pun.
‘Kenapa aku menjalani kehidupan ini?’ batin Milly masih tidak mengerti bisa terjebak dalam kehidupan seperti ini.
Pikirannya kembali terbayang saat merunut semua perjalanan hidupnya dari pertama bertemu mereka semua.
Waktu remaja, bukan ini yang ia cita-citakan untuk terjadi. Bahkan ketika menjalani profesi sebagai pelacur pun, Milly tidak pernah memiliki imajinasi akan berada dalam lingkungan para siluman, monster, bahkan iblis.
“Aku adalah manusia yang tidak pernah menginginkan hal besar terjadi dalam hidupku. Aku bukan wanita serakah. Tapi kenapa alur hidup bisa sedemikian rumit?” gumam Milly pada dirinya sendiri.
Wajah cantiknya menengadah dan memandang langit-langit kamarnya.
Pertama kali ia datang tiba di kamar ini, dirinya
Ketika memasuki ruangan yang tampak terang itu, Milly melihat semua hadir. Bahkan pilot dan sopir Jetro yang tidak pernah nimbrung juga ada di sana.Virgo memberi isyarat pada Minerva untuk mendekat. Jetro dalam posisi duduk menatap Milly dengan wajah pucat. Matanya cekung dan tulang pipinya tampak tirus.Pria gagah yang pernah Milly kenal berubah menjadi mayat hidup, yang tinggal tulang belulang berbalut kulit.Minerva dan Virgo berdiri berhadapan, sementara saling berpegangan tangan. Entah apa yang mereka gumamkan, tapi Milly mendengar dengung halus seperti mantra terlontar dari semuanya. Trey memberikan tabung kaca yang berisi Blood Diamond sebesar bola kelereng itu, lalu memberikan pada Frey.Sementara dalam hati ia terus bertanya dan menebak rentetan pengembalian batu ke dalam tubuh Jetro. Frey mengambil batu tersebut lalu mendekati Jetro yang tersenyum tipis kepadanya.Tidak pernah Milly duga sebelumnya, jika proses tersebut akan begitu memil
Pagi itu, Milly terbangun dan jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Tidak biasanya ia terbangun lambat.Ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan beringsut turun. Setelah mengingat ingin segera memeriksa kondisi Jetro, ia bergegas menuju kamar mandi.Tadi malam, Milly sempat menengok sebentar sebelum tidur. Betapa batu permata ajaib itu memang bereaksi sangat cepat pada Jetro. Tubuh pria yang tadinya mengalami sakit parah dan tinggal kulit yang membalut tulang, kini mulai mengubah Jetro kembali seperti sebelumnya.Sangat mengesankan!Harapan Milly, semoga pagi ini Jetro sudah pulih seutuhnya. Setelah berganti baju, Milly merapikan tempat tidur. Meski Frey selalu membongkar dan merapikan kembali, tapi Milly tetap merapikan setiap harinya.Sebelum keluar dari kamar, ia mematutkan diri di depan kaca. Pantulan bayangan yang di depannya, membuat Milly tersenyum.Baju terusan sederhana dan sedikit longgar ini, dengan kancing kecil dari
Kapal pesiar yang sedang menyelenggarakan pesta pernikahan Virgo dan Joya itu tampak dihadiri oleh ratusan, bahkan mungkin ribuan tamu. Semua tampil dengan baju mahal dan elegan. Masing-masing tidak menyembunyikan diri dari wujud aslinya. Para siluman, manusia keturunan iblis, dan juga makhluk unik lainnya menunjukkan diri mereka yang sesungguhnya. Milly duduk dengan mempelai wanita, Joya, Gen, Trey dan Minerva juga Greta. Wanita tambun yang terlihat mulai bisa berbaikan dengan Jetro dan Virgo itu, terlihat ingin mengenal Milly lebih dekat lagi. Hidangan mewah terhidang terus menerus tanpa berhenti. Sementara minuman yang mahal, seperti sampanye dan wine, juga mengalir non-stop. Virgo menyalami satu persatu kawan lama yang sudah lama tidak ia temui. Mereka sangat terkejut ketika melihat Virgo akhirnya menjatuhkan pilihan pada seorang wanita cantik yang sangat eksotis. Ketika pembawa acara mengumumkan mengenai sambutan dari mempelai wanita, Mil
Lampu remang club berkedip liar seiring hentakan musik yang makin cepat. Para pencari hiburan satu persatu meninggalkan gelas minumannya dan mulai bergerak sesuai tempo lagu.Wanita penghibur yang bekerja untuk club tersebut mulai menjaring tamu dan menyebar ke berbagai sudut.Renzo memang terkenal dengan tangan dinginnya dalam mengelola hotel berkelas bintang lima yang juga memiliki club terbaik di kota Bandung.Wanita penghibur yang ia pilih juga merupakan seleksi terbaik. Dalam tempo dua tahun, Renzo berhasil membawa hotel tersebut menjadi terkenal dalam dunia hiburan malam.Dari sekian jajaran wanita koleksinya, Renzo memiliki tiga perempuan andalan; Jena, Lora dan Milly. Ketiga wanita tersebut selain cantik juga paling menawan, mereka pandai menarik tamu, kecuali Milly tentunya.Wanita yang memiliki fisik paling sempurna tersebut terkenal dengan sifat pendiam dan dingin.Namun minat semua tamu selalu tertuju padanya. M
Pagi itu, Milly menemani ayahnya ke rumah sakit. Ketika menunggu proses pencucian darah selesai, Milly menghabiskan waktu untuk membaca buku.Biasanya proses tersebut akan memakan waktu sekitar tiga jam lebih. Milly harus merogoh kantung untuk sekali cuci darah ayahnya sekitar satu setengah hingga dua juta rupiah, dan itu harus dilakukan tiga hingga empat kali setiap minggunya. Kondisi ayahnya sudah cukup payah.Sebetulnya ada yang lebih ekonomis, tapi bagi Milly, ia selalu memberikan rumah sakit yang terbaik.Tadi malam ia berhasil mendapatkan uang tips yang fantastis dan bisa memperpanjang kontrak rumah tahunannya sebesar dua puluh juta.Mereka menunggak tahun lalu dan setelah mendapat ancaman dari pemilik rumah, Milly terpaksa membayar untuk tahun berikutnya sekaligus.Milly juga memberikan sejumlah biaya kuliah adiknya, Martin, yang tidak sedikit. Dalam sehari ini, tiga puluh juta sudah melayang.Begitulah nasibnya. Tid
Setelah menghabiskan malam yang melelahkan tanpa penghasilan sepeser pun, Milly jatuh sakit.Derry menyelipkan uang dua ratus ribu untuknya berobat dan Milly hanya terdiam. Dalam kamar kecil rumahnya yang berukuran tiga kali tiga, Milly menarik selimutnya hingga batas leher dengan tubuh menggigil.Demam ini terasa menyiksa Milly. Bagaimana tidak jatuh sakit? Milly menghabiskan sepuluh jam lebih non-stop untuk melayani para tamu.Ingin rasanya bunuh diri, tapi ketika rintihan ayahnya terdengar dari kamar, Milly menangis sejadinya dan keinginan itu lenyap.Apa salah dan dosanya hingga harus menerima cobaan begitu berat? Kenapa hidup memperlakukan dirinya dengan sangat tidak adil?Martin muncul dengan teh hangat di tangannya."Minum dulu," ajak Martin. Milly tersenyum samar dan dengan gemetar berusaha bangun.Adiknya tertegun ketika tangan kakaknya tersentuh oleh jemarinya."Panas banget badanmu, Mb
Sejak subuh Milly sudah bangun dan mandi keringat. Tubuhnya jauh lebih segar dan demamnya hilang.Entah, obat apa yang telah dokter kemarin berikan padanya tapi Milly langsung membaik.Pagi itu ia sudah masak nasi goreng untuk sarapan adik dan ayahnya. Martin yang terbangun kemudian terlihat heran. Kakaknya tampak ceria dan sehat.Setelah membuatkan beberapa lauk untuk makan siang, Milly meminta Martin untuk menjaga ayahnya."Mau langsung kerja, Mbak?" tanya Martin heran."Iya. Tapi mau mampir ke kilinik buat ambil hasil tes darah kemarin. Sesuai saran kamu juga, harus jaga diri. Kamu nggak kuliah 'kan?""Enggak. Tapi jangan maksa diri bangetlah! Sepenting apa 'sih sampe buru-buru balik kerja lagi?" Martin terlihat kesal.Milly menelan cairan di mulut dengan resah. Ia meninggalkan meja tempat meramu obat ayahnya dan duduk di sebelah adiknya.Jarinya yang lentik walau tanpa perawatan mengelus lengan Mar
Pesta yang diadakan oleh Jetro terus berlangsung. Sementara mereka berdansa, Milly menjadi sasaran cibiran semua rekan kerjanya, terutama Jena.Beberapa tamu undangan memandang mereka seperti pasangan yang sangat serasi. Sedangkan tidak sedikit yang mencibir tentang kebersamaan mereka."Ayo, kita minum!" Jetro menggandeng pergelangan mungil Milly.Wanita itu seperti robot yang telah terprogram. Ia tidak menjawab atau merespon. Ekspresinya kadang sedih, seringkali datar.Jetro membelikan margarita untuk mereka. Setelah berdansa selama satu jam, keduanya terlihat lelah.Jetro menarik Milly untuk duduk dengannya. Dengan satu sentakan, Milly duduk. Giginya terpaut menyatu menahan lelah juga geram.Tangannya meraih gelas dan menenggak habis margarita tersebut tanpa jeda."Wah kau terlihat haus, Milly! Mau minum lagi?" tanya Jetro. Milly terdiam dan hanya melirik sinis."Herto, bisakah kau membantu mem