Menjelang malam, Milly ingin rasanya keluar kamar dan menikmati suasana villa yang terlihat begitu mengagumkan, tapi hatinya sungkan. Ada rasa kikuk yang menyelimutinya.
Mengingat Jetro adalah pria yang penuh dengan aturan aneh, Milly akhirnya memilih untuk berdiam di kamar dan menunggu hingga perintah datang untuknya. Ketukan di pintu terdengar dan Milly bergegas membukanya. "Kamu sampai kapan ada di kamar?" tanya Jetro dengan tatapan heran.Mulut Milly membeku. Ia tidak memiliki keberanian menjawab. "Aku ...." "Makan malam sudah siap, cepat ke bawah sebelum semua dingin," potong Jetro. Pria itu berbalik dan meninggalkan Milly. Dengan langkah tergesa, ia pun menyusul. Berbagai hidangan tersusun dengan indahnya di atas piring dan mangkuk porselen. Saking terpesonanya, Milly hanya menatap piring dengan mulut membulat. Terasa sayang untuk menyentuh dan merusak penampilan masakan tersebut. "Tutup mulutmu dan mulailah bersantap, Milly!" cetus Jetro tanpa mengangkat wajahnya. Milly merasa malu dan segera mengangkat garpunya dengan gerakan perlahan. Matanya mencari sendok, tapi hanya tersedia garpu dan pisau saja. Akhirnya, tanpa bertanya lagi, dia menyantap dalam diam. Jetro tidak bicara sepatah kata pun. Hanya denting garpu dan pisau yang menyentuh piring saja yang terdengar. Milly merasakan tekanan yang tidak menyenangkan mulai terjadi. Apakah hidupnya akan terus seperti ini? Diperlakukan seperti sebuah robot yang hanya bergerak jika diperintah? "Aku bukan pria yang kau pikirkan dalam otakmu, Milly! Malam ini kau bisa tidur sendiri dan besok aku akan hadir untuk kau layani!" seru Jetro tanpa perasaan. Milly tertegun. Status istri hanyalah untuk mengikatnya selama satu tahun penuh secara legal. Namun cara Jetro memperlakukan dirinya tetap tidak berubah. Ia hanyalah wanita yang dibayar untuk memuaskan nafsunya setiap saat. Jetro tidak lagi mengucapkan kalimatnya dan setelah selesai menyantap seluruh makanan di piring, ia meninggalkan Milly."Selamat malam," pamitnya dengan suara dingin. Milly tetap tidak menjawab. Sepeninggal Jetro, ia baru merasakan emosinya meledak. Dengan buru-buru, ia bangkit dan berlari menuju kamarnya. Ketika menaiki tangga, Milly berpapasan dengan Virgo. Wanita itu hanya mengangguk sembari menahan tangis dan meneruskan langkahnya. Tangisnya meledak ketika masuk ke dalam kamar. Ia membenamkan wajah di bantal dan hatinya berdenyut sakit. ***Pagi itu Milly bangun terlalu pagi. Setelah membersihkan tubuh dan berganti baju, Milly memutuskan untuk berkeliling di sekitar Villa. Virgo terlihat sedang memotong ranting bunga bougenville yang mulai merambat liar di tembok depan villa."Pagi, Milly! Kamu baik-baik saja?" sapa Virgo dengan nada sedikit khawatir. Bahasanya terlalu formal. Walaupun tampang Virgo dan Jetro tidak menyerupai pria Indonesia, logat bicara mereka sangat fasih. "Lebih baik dari tadi malem," jawab Milly jujur. Virgo tersenyum samar. Pria itu melanjutkan memangkas ranting dengan cekatan. "Jetro memang terkadang lupa akan sopan santun. Tapi sebetulnya dia baik," timpal Virgo. Milly membantah dalam hatinya. "Dia paling lemah jika berhubungan dengan wanita," sambung Virgo."Kamu lagi nggak bela dia 'kan?" tuduh Milly dengan kerlingan tajam. Virga tertawa kecil. "Jetro tidak perlu dibela. Dia bisa mempertahankan dirinya sendiri. Tapi seandainya mau bersabar sedikit saja, kamu akan menemukan bahwa dia adalah pria yang luar biasa."Milly tidak memiliki keinginan untuk berdebat pagi itu. "Aku akan menikmati laut, Virgo. Semoga itu bukan salah satu aturan yang tidak boleh kulanggar," pamit Milly. Virgo berhenti dan memandang Milly. "Pergilah. Kamu bebas menikmati pulau ini. Jetro tidak akan mengusikmu untuk hal itu." Seperti sebuah janji, Virgo mempersilahkan Milly dengan diiringi senyum yang lembut. ***Entah berapa lama ia tertidur, ketika terbangun, Milly merasa jauh lebih segar. Dirinya menghabiskan pagi hingga siang hari dengan bermain di pantai. Pasir putih yang bagaikan serpihan berkilau menjadi pengalih dukanya. Milly ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi. Bunyi dentang jam enam kali mengingatkan dirinya jika waktu sudah beranjak malam. Milly beringsut bangun dan segera mandi. Makan malam kali ini hanya ada dirinya. Ketika ia bertanya pada pelayan yang menghidangkan makanan untuknya, wanita itu hanya menjawab dengan gelengan kepala lalu segera pergi. Milly tidak tahu, kenapa Jetro dan Virgo tidak hadir saat ini? Virgo memang tidak pernah bergabung sejak hari pertama. Tapi Jetro? Hingga makan malam berakhir, Milly hanya bersantap sendiri di meja makan tersebut. Dihinggapi rasa malas untuk mencari tahu, ia memutuskan untuk masuk kamar dan akhirnya kembali terlelap. ***Sentuhan lembut di leher dan bahunya, membuat Milly terjaga. Ia terkejut dan hampir berteriak. Ketika menyadari bahwa itu adalah Jetro, Milly terlihat kesal. "Kamu bisa bangunin aku dulu nggak sih?" ucap Milly pelan. Jetro tidak menjawab dan terus bergerilya menyentuh tubuhnya dengan penuh kelembutan. Ini yang Milly tidak pernah habis pikir! Sebenci apa pun dirinya pada Jetro, ketika pria tersebut mulai mencumbu, semua pertahanannya melemah. Milly terhanyut oleh sentuhan yang seperti dilakukan dengan penuh perasaan. Jetro bagaikan memahami titik terlemahnya dan melambungkan angan Milly hingga lupa diri. Setiap lumatan, sapuan lidahnya yang begitu nikmat, membuat Milly memekik liar dan melupakan semua kejengkelannya. Sentuhan kulit Jetro saat menempel di tubuhnya, membuat Milly ingin terus merengkuh dan berlindung dalam dekapan tubuh kekarnya. Hempasan yang terkadang lembut dan sesekali kasar, memberikan sensasi tersendiri dalam keintiman mereka. Jetro terus memberikan kenikmatan tiada tara dengan pelayanan yang maksimal untuknya. Milly merasa bukan dirinya yang sedang melayani, melainkan Jetro yang berusaha memuaskan dirinya, hingga Milly menjerit berkali-kali mencapai puncak kenikmatan. Saat berada dalam suasana seperti ini, Milly melihat Jetro dari sudut pandang yang berbeda. Pria angkuh dan dingin tersebut berubah total menjadi begitu penyayang dan lembut. Semua tercermin dari setiap sentuhan yang ia lakukan. Jetro dengan bersabar dan telaten, memberikan waktu dan durasi yang cukup untuk Milly merasakan nikmatnya bercinta. Terakhir, sebelum keduanya saling memacu hasrat menuju puncak bersama, Jetro mengucapkan sesuatu yang membuat Milly makin mengelinjang liar."Nikmati aku, sepuasmu," bisik Jetro sembari melumat bulatan kenyal yang membuat Milly menggigit bibir sekuatnya. Inilah kelemahannya! Kini ia menyadari kenapa pilihannya jatuh pada Jetro. Prana tidak memiliki hal yang membuatnya luluh lantak hingga tidak berdaya! Jetro mampu membuat Milly menjadi wanita yang bahagia seutuhnya di atas ranjang!Sudah hampir sebulan lamanya Milly tinggal di pulau terpencil tersebut bersama Jetro.Terlepas dari kehangatan di ranjang yang membuatnya terlena, Milly baru menyadari jika Jetro ternyata sangat posesif!Pagi itu, Virgo berpamitan untuk menuntaskan beberapa urusan bisnis Jetro dan mengatakan mereka akan kembali besok.Milly tidak melihat ada yang darurat dengan kepergian mereka dan akhirnya ia memilih berpetualang.Setelah menyiapkan bekal makan siang, Milly menelusuri tepi hutan yang langsung menghadap ke laut. Betapa indahnya pulau tersebut pada sisi bagian utara.Milly menghabiskan waktu untuk berenang dan membawa peralatan snorkeling.Virgo telah mengajarkan beberapa teknik canggih yang membuatnya makin mahir dalam menggunakan peralatan tersebut.Setelah menjelang sore, Milly kembali dan menemukan Jetro berteriak murka padanya."Siapa yang mengijinkan kau keluar, Milly?!" teriaknya penuh amar
Milly memicingkan mata untuk menghindari sinar matahari yang menerobos lewat kisi-kisi jendela atas. Ketika menyadari ia berada di kamar Jetro, Milly bergegas bangkit serta menyambar pakaiannya.Ada rasa malu bercampur jengah yang menguasai dirinya. Setiap berada dalam radius satu meter dengan Jetro, ia tidak mampu mengendalikan diri.Badai telah berakhir dan matahari telah bersinar kembali. Tidak ada alasan untuk Milly tetap berada di kamar tersebut.Jetro sendiri entah ada di mana, tapi Milly memilih menjauh hari ini. Ia tidak akan membiarkan dirinya tenggelam dalam jerat yang tidak bisa hindari.Ketika akhirnya jam makan siang berdentang, Milly meneguhkan hati untuk bergabung dengan siapa pun di meja makan."Kamu tidak muncul makan pagi ya?" sapa Virgo dengan ramah."A-aku ketiduran," jawab Milly gugup. Jetro tidak terlihat saat ini.“Teh atau kopi?” tawar Virgo dengan nada yang sama, ramah.&
Semenjak kunjungan terakhirnya ke rumah, Milly tidak lagi merasakan bahagia tinggal di pulau terpencil tersebut. Jetro yang memahami gejolak yang sedang Milly alami, tidak mengusiknya sedikit pun.Seminggu berlalu dan Milly tidak keluar kamar sama sekali.Menginjak hari ke delapan, Jetro mulai tidak sabar. Sulit untuknya mentolerir sikap Milly yang bungkam dan menolak untuk bicara.Ketika mendesak Milly untuk membuka mulut, Jetro hanya mendapatkan tanggapan dingin. Wajah wanita itu kembali, dalam versi Jetro tentunya, tampak konyol juga menjengkelkan."Kehadiran ayah juga adikmu, bukan hanya membuatmu jadi aneh tapi juga mengubahmu menjadi pribadi yang getir! Lebih baik tidak usah kau temui mereka lagi!" Keputusan Jetro membuat Milly meledak."Kau hanya mengikatku sebagai istri! Bukan membeli hidupku secara keseluruhan, Jetro Six!""Ya! Itu betul! Tapi kau buta! Dua manusia yang kau banggakan sebagai sumber kebahagiaan, sesungguhnya merekalah sumb
Tanah merah itu hanya terselimuti bunga yang ia dan Martin taburkan. Tidak ada sanak saudara yang datang dan memang mereka tidak memiliki kerabat dekat.Martin terpekur dengan wajah membeku dan tatapan mata kosong. Sejak bertemu dengan Milly, adiknya tidak berkata sepatah kata pun.Ada tatapan Martin yang terkesan menyalahkan kakaknya yang tampak tidak peduli sejak menikah dengan pria arogan tersebut.Langit mulai mendung dan hujan deras mungkin akan segera turun. Milly tidak berniat untuk meninggalkan tempat tersebut secepatnya.Martin bangkit dan tanpa mengucapkan kata, ia berjalan menjauh. Hati Milly semakin þerpuruk. Adiknya memperlakukan dirinya seperti orang asing.Virgo yang sedari tadi berdiri di kejauhan, mulai mendekat dengan dua buah payung yang entah kapan ia siapkan."Milly, hujan akan turun. Kita harus bergegas." Kalimat formal Virgo terdengar begitu lembut. Milly masih tertunduk dan menatap makam ayahnya. Hendra Gunawan,
"Virgo, jangan bercanda. Ini bukan waktu yang tepat untuk ....""Ini fakta, Milly Berliana!" potong Jetro yang sedari tadi terdiam, kini mulai turut andil.Istrinya berpaling dan menatap Jetro dengan napas sesak dan jantung berdebar."Iblis? Ba-bagaimana mungkin ... kalian ta-tampak normal," ucap Milly dengan susah payah.Virgo ingin menahan Jetro, tapi pria itu tidak peduli. Setelah berdiri dan menggulung lengan kemejanya, Jetro menjentikan jarinya. Muncul api kecil meliuk di atas telunjuknya seperti sihir mentalis yang sering ia saksikan di televisi."Itu tidak cukup bukti, maksudku, mentalis profesional akan dengan mudah melakukan hal tersebut, bukan?" Milly makin tampak gelisah serta mencoba menyangkal.Jetro tidak berhenti di situ. Lelaki itu kemudian mengubah wujud, serta menunjukkan bentuk aslinya dalam satu kedipan mata!Milly sontak berteriak ketakutan. Ia merapatkan tubuhnya ke sandaran sofa sementara tubuhnya gemetar.&nbs
Jawaban Jetro yang terlontar membuat Milly makin merasakan kemuakan. Mengetahui bahwa dirinya hidup bersama dua makhluk yang bukan manusia sepenuhnya, menciptakan kengerian begitu mendalam.Milly meningkatkan waspada dan selalu menjaga jarak dengan mereka. Semua yang biasa ia lakukan dengan Virgo, ditolak dengan halus.Memahami jika wanita tersebut sedang dalam proses penerimaan atas fakta yang mereka ungkapkan, Virgo membiarkan Milly untuk menikmati waktu sendiri.Sementara itu Jetro terus menyibukkan diri dengan urusan dengan kekacauan Sybil. Sudah beberapa kali ia mengalami serangan dan entah kenapa, Sybil semakin gencar dan bahkan mengetahui semua gerak geriknya selama ini.Permusuhan yang sudah dimulai sejak ratusan tahun lalu, semakin meruncing. Sybil juga mencoba menghancurkan bisnis yang Jetro dan Virgo telah bangun selama ini."Aku akan mencoba menyelidikinya," pamit Virgo pada Jetro.Pria itu masih cukup ragu akan keper
Dalam kondisi lemah dan syok, Milly dirawat oleh Minerva dengan sangat baik. Terkadang demam menyerang dan Milly menggigil kedinginan.Jetro menengoknya diam-diam tanpa sepengetahuan Milly. Pada malam kritisnya karena luka di kepala yang baru mulai meradang, pria itu duduk di samping tempat tidur Milly sembari menenangkan.Jahitan sejumlah lima tisikan memang tidak seberapa. Namun kenyataannya, Milly sempat mengalami demam yang cukup parah.Selama Milly sakit, Jetro makin sering menemaninya. Biarpun hanya duduk dan memastikan Milly baik-baik saja, tapi Virgp bisa melihat bahwa Jetro sangat mengkhawatirkan wanita yang telah menjadi istri kontraknya.Empat hari berlalu dan Jetro tahu jika Milly sudah cukup membaik. Malam itu ia berpamitan untuk mengunjungi salah satu bisnis mereka. Virgo mengingatkan untuk tidak berlama-lama.Jetro membalas dengan tepukan pelan."Aku harus memutuskan rantai Sybil sepenuhnya."Virgo tahu dengan b
Milly melangkah masuk rumahnya dengan semangat. Ketika mencoba mencari kunci, pintu terkuak dan Prana muncul."Milly?" sapa Prana heran.Wanita itu tertegun. Sejak kapan Prana sering datang ke rumahnya?"Martin di mana?" tanya Milly mendadak tidak menyukai kehadiran Prana yang tidak pernah ia harapkan. Ada sesuatu dalam diri pria tersebut yang membuat Milly tidak nyaman."Dia ada di dalam. Aku hanya mengunjungi dan memastikan semua keadaan baik-baik saja," cetus Prana seraya memberi alasan yang membuat dirinya ada di rumah tersebut."Terima kasih, Dok. Aku masuk dulu," pamit Milly kikuk.Prana menyingkir ke samping dan memberi ruang untuk Milly berlalu."Martin!" Kakinya terus melangkah ke ruang dapur yang merangkap meja makan.Tangannya menyibak tirai kamar adiknya yang kebetulan ada paling belakang. Adiknya tidur dengan posisi miring dan mukanya menghadap ke tembok.Milly mengira Mar