Share

8 | Hari Tanpa Deana

Sabtu pagi. Delta terbangun dari tidur lelapnya karena merasa terganggu oleh bunyi jam beker yang terus saja berdering. Masih dengan setengah mengantuk, ia bangun dan mencari sumber suara tersebut lalu mematikannya. Delta tidak ingat kapan ia mulai menggunakan jam beker karena sehafalnya, dirinya tidak pernah menggunakan benda yang menurutnya mengganggu indera pendengaran dan tidur gantengnya.

Tak mau ambil pusing memikirkannya, Delta memilih untuk beranjak ke kamar mandi dan membersihkan diri.

Jam 08.45, Delta turun ke bawah dengan wajah yang sedikit lebih segar. Ia berjalan ke arah pantri, membuka kulkas dan mengambil air minum.

Sambil bersandar pada meja dapur, Delta menatap ke sekeliling. Apartemennya terasa sunyi dan sepi seperti lama tidak ditempati. Padahal biasanya tidak. Setiap pagi telinganya selalu mendapat nutrisi omelan-omelan Deana mengingat dirinya yang susah dibangunin lah, ngaret lah, susah di suruh sarapan lah, lupa buat tugas lah, dan lain sebagainya yang membuat kupingnya seperti berakar serabut.

Tapi, mulai hari ini semuanya berubah 180° dan Delta harus mulai terbiasa dengan kehidupan barunya yang tanpa Deana.

Tanpa Deana? Ia bahkan tidak pernah berani membuat doa agar hal ini terjadi dalam hidupnya. Tidak sama sekali.

Delta menarik salah satu sudut bibirnya, tersenyum seolah mengejek jalan hidupnya. Ia kemudian berjalan ke arah meja, mengambil roti dan mulai mengoleskan selai.

Selain harus membuat sarapannya sendiri, ia sepertinya harus mengubah kebiasaannya untuk tidak meminum kopi sebagai teman sarapan. Biasanya, Deana akan melakukannya untuknya, berhubung kini hanya tinggal dirinya dan Delta paling malas membuat kopi sendiri, ia memutuskan untuk mengganntinya dengan yang ada di kulkas saja. Atau mungkin ia bisa membeli kopi kemasan yang siap minum sebagai stock.

Di kunyahan pertama, Delta menaruh kembali roti tersebut ke piring, tidak melanjutkan acara sarapannya yang sendirian itu dan memilih untuk buru-buru kembali ke atas.

Delta membuka pintu kamar yang terlihat sangat berantakan gara-gara ulahnya itu. Dengan gusar, ia mulai mencari benda yang kemarin sempat dia banting namun tak menemukannya, terselip entah di mana.

"Sialan!" rutuknya kesal. Ia menyerah lalu keluar dari kamar tersebut.

Setelah mengambil kunci mobil di kamarnya, Delta segera bergegas meninggalkan apartemen. Ia hampir lupa jika hari ini memiliki janji dengan Kenna.

"Ta?" panggil Kenna pelan. Tetapi lelaki yang sedari tadi memandang ke arah luar restoran itu tidak menggubris sama sekali.

"Delta!" ulangnya dengan nada sedikit lebih tinggi. Namun, masih tidak ada jawaban.

Merasa kesal, Kennara menarik dagu Delta mengarah ke arahnya yang refleks membuat lelaki itu tersadar dari lamunannya.

"Hah? Kenapa, Ken?" tanya Delta refkeks.

"Kamu lagi mikirin apa sih, Ta? Hah? Sampe aku dicuekin gitu? Gak asik banget sih kamu!" keluh Kennara sambil memasang wajah cemberut.

"Ha? Astaga Ken maaf aku gak maksud nyuekin kamu," ucap Delta sambil meraih lengan Kenarra dan menciumnya lembut.

"Maafin aku ya. Aku bener-bener gak maksud kayak gitu," lanjutnya sambil menatap Kennara dengan penuh penyesalan.

Kennara tersenyum, melepaskan tangannya lalu mengelus lembut pipi Delta. "Iya, aku maafin. Kamu lagi mikirin apa emang? Hm?"

"Anna, Ken... Dia pergi dari rumah," ungkap Delta jujur.

"Ha?" Kennara terlihat terkejut. "Kok ... kok bisa, sih?"

"Aku juga nggak tahu apa alasannya, tapi yang bikin aku khawatir adalah ... dia pergi sama cowok. Kamu tahu sendiri kan Ken gimana Anna? Dia bahkan nggak punya temen deket cowok selain aku. Gimana kalau dia kenapa-napa? Gimana kalau ... akkkhhhh—" Delta tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Ta ..." panggil Kennara pelan. "Kamu harus cari Deana sampai ketemu, ya? Biar gimana pun dia isteri kamu."

"Ken?" Delta menatap gadis cantik di hadapannya lekat. "Aku udah bilang kan pernikahan kami hanya formalitas. Aku pasti bakal cari Anna sampai ketemu tapi bukan karena dia isteri aku. Kamu tahu kan, kalau aku udah anggap dia adik aku sendiri," paparnya.

"Tapi Ta ... tetep aja—"

"Kennara, sayang," Delta kembali meraih kedua tangan Kennara dan menggenggamnya erat. "Pokoknya aku cuman sayang sama kamu. Cuman kamu wanita yang aku inginkan. Gak ada yang lain sekalipun itu Deana. Okay?"

Kennara tersenyum senang. "Kamu gak bohong, kan?"

"Sejak kapan seorang Delta berani bohong sama orang yang paling dia sayang? Hmm?"

Gadis itu menggeleng pertanda Delta tidak pernah berbohong padanya. Bagaimana bisa berbohong jika selama ini Delta selalu menjadi pasangan yang sempurna. Mengerti apapun yang Kennara inginkan dan selalu mengabulkan permintaannya. Mobil, baju, tas branded, sepatu mahal, ponsel model terbaru, perhiasan, semuanya terkecuali satu, making love.

"Kalau gitu, gimana kalau aku gantiin tugas Deana?" Kennara mengusulkan.

Delta mengernyit tidak mengerti.

"No no no. Aku nggak tinggal di apartemen kamu. Maksud aku, gimana kalau aku yang bangunin kamu tiap pagi dan buatin kamu sarapan? That's good idea, right?" ujar Kennara penuh semangat.

Mendengar penuturan tersebut, Delta terdiam sejenak, mempertimbangkan usul yang dilayangkan oleh Kennara.

"Baiklah," putus Delta akhirnya. Ia tersenyum sambil mengusap penuh sayang pipi Kennara. Salah satu kelemahannya memang susah menolak apapun yang berhubungan dengan Kennara.

Ah, bukankah hidupnya akan kembali sempurna? Tidak, maksudnya lebih sempurna karena sekarang, Kennara yang akan melakukan segalanya untuknya. Delta tidak sabar menunggu hari esok dimulai.

Arash melempar anak busur pada papan target berwajah Delta, beberapa meter di hadapannya. Ia tersenyum puas ketika anak busurnya mengenai bagian-bagian tertentu seperti mata, pipi, dan mulut seolah itu benar-benar targetnya yang asli. Dia juga tidak segan mengganti kertas wajah Delta dengan yang baru ketika yang sebelumnya sudah penuh dengan bekas tancapan anak busurnya.

Apa yang sempat direnggut dari tangannya, Arash pastikan orang itu sendiri yang akan menanggung akibatnya. Arash tidak suka menggunakan orang lain sebagai ancaman, untuk itu Deana tidak dijadikannya opsi karena menurutnya, permainannya akan mudah selesai.

Maka dari itu, ia menggunakan Kennara, gadis polos yang amat mencintainya dan rela melakukan apa saja untuk dirinya.

Mata Arash memicing tajam pada objek di hadapannya. "Bakal gue pastiin lo mati di tangan gue, badebah!" tekadnya tak main-main, kembali melayangkan busur kecill yang menancap tepat di kening Delta.

Arash meraih ponsel yang sedari tadi tergeletak di meja sampingnya. Ia mencari nama Kennara dan segera mengetikkan sesuatu di sana.

Cepatlah pulang sayang. Aku mengingin, ah tidak. Maksudku, aku merindukanmu. √√

Pukul 05.30 pagi, Kennara bangun dari tidur ketika alarm ponselnya berdering untuk yang kesekian kali. Ia segera mencari ponsel tersebut dan mematikan alarmnya. Perlahan, Kennara memindahkan lengan besar yang melingkar di pinggangnya, berusaha agar sebisa mungkin tidak membangunkan pria itu. Masih ditutupi oleh selimut, Kennara meraih lingerie hitam yang berada di bawah ranjangnya, memakainya secepat kilat kemudian segera beranjak dari tempat tidur.

Tiga puluh menit berlalu, Kennara keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah rapi. Namun, Ia kaget saat melihat Arash sudah bangun dan kini sedang menatapnya.

"Kamu akan pergi pagi-pagi begini?" tanya Arash sambil bersandar pada bantal di belakang punggung. Menampilkan tubuh bagian atasnya yang tanpa sehelai benang.

"Ah? Iya. Mulai hari ini, setiap pagi aku akan pergi ke apartemen Delta untuk membangunkannya," jawab Kennara jujur. "Kamu tidak keberatan, bukan?" lanjutnya.

"Aaaam, tidak. Asal kamu tidak melupakan tugas utamamu."

Kennara tersenyum kemudian berjalan mendekati Arash. Ia duduk tepat di pangkuan lelaki itu sambil melingkarkan tangannya pada leher Arash.

"Tentu saja tidak. Aku akan segera melakukannya untukmu. Setelah itu, aku pastikan akan mencapakknya dan kita akan hidup bahagia," ujarnya diiringi senyum mengembang.

Arash meremas dada Kennara sekilas, "Good! Cepat lakukanlah, jika kau ingin hidup bersamaku." 

"Sure! Aku hanya butuh meyakinkannya sedikit lagi,” ucap Kennara sangat percaya diri. Ia bangkit dari posisinya, disusul oleh Arash.

"Baiklah. Lakukan tugasmu dengan baik." Arash kemudian mengambil kaos miliknya lalu memakainya.

"Jangan lupa minum pilmu. Aku tidak ingin kau melewatkannya meski hanya sekali. Paham?"

"I—iya," jawab Kennara patuh.

Mendengar jawaban tersebut, Arash tersenyum lalu mengelus pucuk kepala Kennara. "Good girl!" katanya, kemudian berlalu dari kamar gadis tersebut.

Kennara memandang nanar kepergian Arash. Dia mencintai lelaki itu, sangat. Bahkan, dirinya rela melakukan semua ini hanya demi Arash bersamanya. Meskipun perlakuan lelaki itu dingin dan kasar, Kennara tetap mencintainya. Ia yakin jika dirinya bisa merubah Arash secara perlahan dengan mengikuti semua alurnya.

Seolah teringat sesuatu, Kennara segera berjalan ke sisi meja rias dan mengambil botol kecil berisi pil. Mengeluarkannya satu butir dan segera meminunnya.

“Hampir saja lupa!” ujarnya menghela napas lega. Setelah itu Kennara langsung mengambil tas kecilnya dan bergegas ke apartemen Delta untuk melakukan tugas barunya.

Hello! Im so sorry kalau bab ini pendek banget. Semoga tetap membuat kalian menikmati cerita absurd ini ya. ❤

See u next part, guys!

Salam penulis amatir,

CHACHARAMEL

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status