Share

EMPAT

Priska dan Arya pun mulai berbincang-bincang mengobrol mengenai keadaan masing-masing sepanjang perjalanan.

“Oya, bagaimana kabar Putri? Kalian masih pacaran kan?” tanya Priska.

Pertanyaan Priska itu membuat raut wajah Arya  tiba-tiba berubah. Sejenak pemuda tersebut terdiam. Dari raut wajah pemuda itu, Priska seakan telah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Pasti bukan sesuatu yang menggembirakan.

“Kami telah putus. Nggak lama setelah Putri lulus.” Jawab Arya akhirnya.

“Putus? Kenapa?”  tanya Priska.

“Kamu sudah bisa tebak.”

“Karena orang ketiga?”

Arya mengangguk pelan.

“Mungkin ini merupakan cerita klise. Setelah lulus, Sikap Putri mulai berubah. Kami jadi sering bertengkar, bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Apalagi sejak Putri pulang ke rumah orang tuanya di Sumedang, hubungan kami semakin renggang. Komunikasi semakin jarang. Sampai akhirnya Putri meneleponku, hanya untuk memutuskan hubungan kami. Tapi dia tidak mau mengatakan alasannya. Dia juga melarangku mencarinya ke rumah orang tuanya. Bahkan sampai mengancam, dia akan ngusir gue kalau gue sampai nekat datang. Gue baru tahu alasannya sebulan kemudian ketika bertemu dengan adik Putri di Bandung. Adiknya mengatakan kalau Putri telah menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Putri sekarang ada di Batam, ikut dengan suaminya yang bekerja di sana.” Kata Arya.

Priska menghela nafasnya mendengar cerita Arya.

“Bener. Ceritanya emang klise banget. Kayak cerita cinta jaman dulu,” komentar Priska.

“Sampai sekarang Gue nggak tahu alasan Putri kenapa mau menikah dengan pria yang tidak dikenalnya.” Kata Arya lagi.

Priska melihat ada raut kesedihan dalam wajah Arya saat pemuda itu bercerita. Ingatan gadis itu kembali pada masa lalunya, saat dia masih kuliah. Priska mengenal Arya karena sama-sama tinggal di lingkungan kos mahasiswa di Bandung, walau mereka berbeda rumah kos. Mereka sering makan di warung makan yang sama dekat tempat kos, dan sering berangkat kuliah bersama kalau jam kuliahnya sama, walau tempat kuliah mereka berbeda.

 Tanpa terasa hubungan Arya dan Priska menjadi sangat dekat. Walau begitu hubungan mereka hanya merupakan hubungan persahabatan tanpa ada niat mengubah hubungan itu menjadi hubungan asmara. Sifat Priska yang cenderung tomboi dan senang bicara ceplas-ceplos apa adanya membuat Arya senang bersahabat dengan gadis itu. Arya sering curhat mengenai masalahnya pada Priska, demikian pula sebaliknya. Dari Priska pulalah Arya mengenal Putri yang merupakan teman satu kos Priska.

Berbeda dengan Priska, sifat Putri sedikit pendiam, lembut dan selalu senang memakai rok ke mana-mana. Mungkin itulah yang membuat Arya jatuh hati kepada Putri, hingga akhirnya mereka berpacaran. Walau merasa senang saat Arya dan Putri pacaran, tapi diam-diam Priska merasa cemas dengan hubungan mereka, terutama jika melihat sifat Putri yang menurutnya sedikit kekanak-kanakan dan kadang-kadang  lebih mengutamakan egonya sendiri serta selalu bertindak terburu-buru, tanpa berpikir terlebih dahulu.  Ini berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sifat Arya yang dewasa dan selalu berpikir dahulu  sebelum bertindak.

Dan sekarang kekhawatiran Priska terbukti. Hubungan Arya dan Putri ternyata tidak sampai berlanjut ke jenjang selanjutnya. Kalau dengar dari cerita Arya, putusnya

“Maaf kalau Gue menyinggung hal itu.” Kata Priska lagi.

“Nggak papa kok. Itu kan udah lama.” Sahut Arya.

“Omong-omong, Lo nggak pernah kontak dengan Putri lagi?” tanya pemuda itu.

Priska menggeleng.

Priska lulus kuliah setahun lebih cepat dari Putri. Begitu lulus, gadis itu  Priska pulang dulu ke rumah orang tuanya di Jayapura, Papua sebelum datang ke Jakarta mencari pekerjaan. Sejak itu Priska dan Putri mulai jarang berkomunikasi. Saat itu alasannya karena Putri sedang sibuk dengan skripsinya, dan Priska juga sibuk mencari pekerjaan.

Tidak hanya terhadap Putri, hubungan Priska dan Arya juga ikut menjadi renggang. Terus terang, ketika Arya resmi pacaran dengan Putri, hubungannya dengan Priska memang tidak seakrab dulu. Selain karena Arya lebih sering menghabiskan waktunya bersama Putri, Priska memang sengaja menjaga jarak. Dia tidak ingin Putri berprasangka buruk padanya. Putri pernah marah kepada Priska saat dia melihat  Priska makan berdua dengan Arya di kafe, dan menurut Putri, Priska terlihat sangat akrab dengan Arya. Walau bagi Priska dan Arya itu adalah hal yang biasa karena mereka sering melakukannya sejak lama, tapi tidak bagi Putri. Keakraban Priska dan Arya menimbulkan rasa cemburu di dalam hatinya, dan dia tidak bisa menerimanya. Sejak saat itu Priska berusaha tidak terlalu akrab dengan Arya, terutama di hadapan Putri. Bahkan ketika Arya lulus dan kembali ke Jakarta, Priska tidak berusaha menghubungi  pemuda itu lebih dahulu. Hingga akhirnya, semakin lama dia semakin kehilangan kontak dengan Arya, akhirnya mereka bertemu di kereta.

Arya membuka kantong plastik kecil yang dibawanya. Ternyata kantong plastik itu berisi beberapa potong roti kecil dan sebotol kecil air putih.

“Mau?” Arya menawarkan roti pada Priska.

“Kamu serius?” tanya Priska sambil  menatap tajam pada Arya.

Seketika itu juga Arya menepuk keningnya.

“Oh God! Sorry Gue lupa! Lo pasti lagi puasa.” Kata pria itu.

Priska hanya tersenyum.

“Kok nggak jadi makan?” tanya Priska melihat Arya menyimpan roti dan minumnya kembali.

“Gak ah! Ntar aja.”

“Kenapa? Nggak enak ama Gue? Cuek aja.”

“Tapi Lo kan lagi puasa?”

“Memang kenapa? Kalau Gue puasa berarti Lo juga ikut puasa? Kita kayak baru kenal aja. Gue tahu Lo pasti belum sarapan kan? Makanya Lo bawa roti ke kereta. Daripada Lo kelaparan, mending Lo makan aja. Gue nggak merasa terganggu kok.” Ujar Priska.

Arya memandang ke arah Priska sambil menimbang-nimbang. Priska benar. Dia memang sedari pagi belum sarapan. Selain terburu-buru, di bulan puasa ini hampir tidak ada tempat makan yang buka pagi-pagi. Roti ini pun dibelinya tadi di minimarket di depan stasiun.

“Lo sedang puasa, kenapa nggak pesen tiket untuk gerbong yang khusus bagi yang berpuasa?” tanya Arya sambil mengunyah rotinya.

“Buat apa? Bagiku semua sama saja. Justru menurutku Priska, ibadah puasa akan semakin berarti jika godaannya banyak. Semakin banyak godaan di sekeliling kita, kadar keimanan kita akan semakin diuji. Dan semakin kita kuat menahan godaan, makna puasa bagi kita akan semakin terasa.” Jawab Priska.

“Gitu ya?”

 “Iya. Dan Gue sebetulnya nggak setuju jika di bulan puasa ini umat muslim diperlakukan lebih istimewa dari yang lain. Seperti mengharuskan rumah makan tutup siang hari, menjatuhkan sanksi bagi umat agama lain yang makan di luar, dan segudang aturan yang menurutku sangat aneh. Bagaimana dengan umat beragama lain atau yang tidak berpuasa karena sakit, atau suatu hal yang membuat mereka tidak puasa dan mereka butuh makan? Indonesia kan bukan negara Islam. Memang kita harus menghormati orang yang sedang berpuasa, tapi Gue rasa kita harus bertindak sewajarnya. Makanya kadang-kadang Gue salut dengan orang yang berpuasa di negara-negara non muslim. Godaannya lebih besar, tapi mereka tahan melaksanakannya.”  Lanjut Priska bersemangat

“Lo memang nggak berubah. Anti mainstream.” Ujar Arya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

11.00 WS

BRAK!!

“ANGKAT TANGAN! JANGAN BERGERAK!”

Puluhan orang polisi bersenjata lengkap masuk ke dalam sebuah rumah yang cukup besar dan megah. Para polisi yang berasal dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat  itu telah bersiap sejak pagi menunggu perintah untuk menggerebek rumah yang dicurigai merupakan tempat berkumpulnya sekelompok orang yang tergabung dalam sebuah sekte yang mereka beri nama Sekte Hari Kiamat, yaitu sebuah sekte agama yang dibentuk oleh seorang mantan pendeta bernama Albertus Somata.

Dinamakan Sekte Hari Kiamat karena orang-orang yang bergabung dalam sekte ini percaya jika hari kiamat akan datang sebentar lagi. Tepatnya pada tanggal 15 November tahun ini. Itu menurut Albertus yang diyakini 100% kebenarannya oleh para pengikutnya, yang sebagian adalah bekas jemaatnya saat masih menjadi pendeta dulu. Albertus bahkan mulai menyebarkan ajarannya dalam setiap khotbah saat dirinya masih menjadi pendeta di sebuah gereja di kawasan Bandung Utara.  Karena khotbahnya yang dinilai menyimpang, dia pun dikeluarkan dari gereja tempatnya mengabdi. Dikeluarkan dari gereja tidak membuat Albertus menghentikan kegiatannya, sebaliknya dia malah lebih aktif dan intens mengadakan pertemuan dengan orang-orang yang menjadi pengikutnya yang semakin lama jumlahnya semakin bertambah. Semakin lama kegiatan sekte ini semakin menyimpang dari ajaran agama dan meresahkan. Oleh karena itu, berdasarkan laporan dari masyarakat, pihak kepolisian akhirnya memutuskan untuk melakukan penggerebekan dan membubarkan kegiatan Albertus dan para pengikutnya yang dilakukan di sebuah rumah besar dan megah milik salah satu pengikutnya yang terletak sekitar 10 Km di sebelah selatan kota Bandung.

Polisi tidak mendapat kesulitan berarti saat memasuki rumah tempat kegiatan Sekte Hari Kiamat. Petugas keamanan sekte yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang tidak bisa berbuat apa-apa ketika puluhan petugas kepolisian mendobrak pintu gerbang yang tinggi secara paksa. Mereka semua segera diamankan. Polisi pun kini mengarahkan sasarannya ke dalam rumah.

Tidak ada perlawanan berarti ketika polisi masuk ke dalam rumah. Hanya ada wajah-wajah terkejut dan panik dari para pengikut Sekte Hari Kiamat yang jumlahnya sekitar 200 orang itu. Mereka bukan saja para pria, tapi juga wanita dengan berbagai tingkatan usia, bahkan juga ada anak-anak. Sebagian dari mereka telah ada dan tinggal di rumah ini sejak 4 hari yang lalu, menunggu datangnya hari kiamat yang mereka yakini akan datang besok.  Mereka juga percaya, saat hari kiamat itu tiba, tubuh mereka akan langsung diangkat ke surga oleh para malaikat yang datang menjemput. Setidaknya begitulah yang dikatakan Albertus  pada para pengikutnya.

Albertus sendiri masih mencoba meyakinkan para pengikutnya untuk tidak goyah pada keyakinannya walau puluhan anggota polisi telah mengepung mereka.

“Yakinlah anak-anakku, bahwa keadilan Tuhan akan segera tiba! Lihatlah tanda-tanda kekuasaan Tuhan dan segeralah bertobat!” Seru Albertus sebelum polisi meringkusnya.

Dalam waktu singkat pihak kepolisian dapat menguasai keadaan. Para pengikut Sekte Hari Kiamat segera digiring keluar halaman, untuk selanjutnya diangkut dengan beberapa truk menuju ke markas Polda Jawa Barat untuk di data sebelum dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing. Albertus dan para pengurus Sekte Hari Kiamat lainnya segera ditahan untuk diproses secara hukum. Saat ditangkap, Albertus tetap berteriak-teriak dan mengutuk tindakan polisi yang disebutnya melawan takdir Tuhan. Tapi polisi tidak memedulikannya, dan  Albertus dimasukkan langsung dimasukkan ke dalam mobil polisi yang terpisah dari para pengikutnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status