Share

Jagalah Dirimu Dengan Baik

"Kita akan pulang lebih awal hari ini." kata Jihan setelah mendengar percakapan antara Yusuf dan salah seorang guru lainnya.

"Kau benar, jika rapat guru diadakan, di sanalah letak kebahagiaan para murid yang bisa pulang lebih awal." kekeh Indah.

"Dan setelah ini, kau akan langsung pulang?"

Jihan mengangguk "Yah, sepertinya begitu. Tidak ada hal lain yang akan kulakukan hari ini."

Dini datang untuk bergabung bersama mereka.

"Hai, apa yang sedang kalian bicarakan?"

Tanpa menjawab pertanyaan Dini, Indah langsung mengemukakan pendapatnya setelah terlintas sebuah ide di benaknya.

"Bagaimana jika kita pergi jalan-jalan hari ini? Ayo kita pergi bermain."

Saran Indah saat itu langsung disetujui oleh Jihan dan mereka pun menunjuk sebuah mall di Cilegon untuk menjadi tempat tujuan mereka hari itu.

"Tapi bukankah itu terlalu jauh?" tanya Dini.

"Tidak perlu ikut jika kau tak mau." sahut Indah yang lagi-lagi bicara tanpa menatap wajah Dini.

Tidak ingin membiarkan Indah bersama dengan Jihan, Dini pun memutuskan untuk bergabung bersama mereka hari ini.



•••


Seperti biasa Jay sedang bermain ke rumah Ardhy.

Sebuah rumah berlantai dua bergaya minimalis modern yang hanya dihuni oleh seorang pemuda itu tampak rapih dibanding rumah pemuda seusianya yang kebanyakan akan meletakkan barang-barang di sembarang tempat.

Ardhy memanglah seorang pria yang perfeksionis.

"Kapan kau akan mulai masuk sekolah?" tanya Jay pada Ardhy yang baru saja meletakkan semangkuk mie instan favoritnya di meja makan.

Pemuda itu tak menghiraukan pertanyaan yang diajukan Jay dan hanya terus menyeruput beberapa helai mie dari sendoknya.

"Itulah kebiasaan burukmu yang tak pernah hilang. Tak akan peduli apapun jika sudah berhadapan dengan semangkuk panas mie instan. Seolah kau akan menikahi semua mie instan itu." sindir Jay.

"Jika bisa, akan kunikahi mereka semua." Ardhy terkekeh mengatakannya.

Jay yang kesal tiba-tiba menepuk punggung Ardhy dengan keras hingga menyebabkan temannya itu tersedak kuah mie yang seolah mencekik tenggorokannya hinga Ia terbatuk-batuk dibuatnya.

"Sial, akan kubalas kau nanti." kata Ardhy di sela-sela batuknya sembari meminum air putih sedikit demi sedikit.

"Kau sudah dengar tentang murid baru di sekolah kita?"

Jay menunjukkan sebuah foto dari akun i*******m @G.ace pada Ardhy.

Foto yang berhasil membuat Ardhy semerta-merta merebut ponsel Jay dari tangannya.

"Hey, lihatlah dirimu. Ternyata foto gadis cantik bisa lebih berharga dari semangkuk mie instan bagimu ya?"

"Dia murid barunya?"

Ardhy semakin menjelajah lebih jauh di akun I*******m milik G-Ace tersebut. Ia memperhatikan setiap foto dan vidio yang diunggah oleh Jihan dengan seksama.

Mulai dari foto-foto Jihan bersama The Gold, foto saat mereka menerima beberapa penghargaan, foto ketika Jihan lulus SMP dan lain-lain.

Beberapa lama Ia menyusuri setiap foto, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah foto yang tidak asing baginya.

Foto masa kecil Jihan kala Ia memenangkan sebuah kompetisi menari untuk pertama kalinya.

Terlihat gadis kecil itu tersenyum bahagia sembari memegang sebuah piala dan sebuah papan bertuliskan nominal uang sebagai hadiah untuk kemenangannya hari itu.

Ini adalah piala pertamaku di dunia tari. Piala yang hingga kini menjadi penyemangatku untuk terus berusaha menjadi yang terbaik bagaimanapun caranya.

Aku tidak akan mengecewakan kedua orang tuaku yang sudah mendukungku selama ini.

Dan untuk sahabatku, akan kubalas semua kebaikan dan perngorbananmu dengan kesuksesanku.

Dimanapun kau berada, lihatlah aku yang berada di puncak untukmu.

Deskripsi foto itu berhasil membuat Ardhy tersenyum bangga.

Pemuda itu sangat merindukan sahabat masa kecilnya hingga tanpa sadar Ia mengetikkan sebuah komentar pada foto tersebut menggunakan akun milik Jay.

Jadilah yang terbaik untuk dirimu sendiri. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup. Kau bukanlah penari dalam sebuah kotak musik. Bermainlah keluar sesekali seperti yang biasa kau lakukan. Aku bangga padamu atas apapun yang kau lakukan.

Melihat Ardhy mengetikkan sesuatu di layar ponselnya, membuat Jay was-was dan langsung merebut kembali ponsel itu dari tangannya.

Ponsel yang sebenarnya milik Ardhy itu dirampas dengan tiba-tiba oleh Jay yang notabene statusnya saat ini hanya sebagai peminjam ponsel.

"Hey hey, lihatlah ponselku direbut dariku." sindir Ardhy.

"Aku meminjamnya karena ponselku tertinggal, tapi bukan berarti kau bisa melakukan apapun dengan akunku. Ingat, ini privasiku." jawab Jay.

"Seolah aku tidak tahu apa yang kau lakukan dengan akunmu itu. Kau menggoda semua gadis yang kau lihat di sana, kan?"

"Hey, aku tidak menggoda mereka. Aku hanya sedang mencari yang terbaik, itu saja." kelaknya.

"Lagi pula, apa yang kau ketik tadi? Di foto yang mana kau berkomentar?"

Jay berusaha melihat satu per satu foto yang diunggah Jihan untuk menemukan komentar Ardhy, Ia khawatir Ardhy akan memberikan komentar aneh menggunakan akun miliknya.

Sementara itu Jihan telah membaca komentar yang sedang diperdebatkan oleh Jay dan Ardhy sebelumnya.

Gadis itu tersenyum, namun merasa aneh dengan komentar tersebut.

"Tidak seperti Jay yang biasanya."

Indah datang bersama Dini dengan membawa beberapa makanan dan minuman bersoda.

Namun Dini tidak terlihat senang dengan hal itu.

Tentu saja, Dini tidak menyukai minuman bersoda namun Indah tetap memesannya karena Jihan meminta mereka untuk memesan minuman favoritnya tersebut.

"Minumlah sekali ini saja, jangan membuatnya tersinggung dengan membeli jus buah sendiri."

Kata-kata Indah di meja kasir tadi terus terngiang di kepala Dini.

Orang yang dianggapnya sebagai teman dekat itu kali ini lebih mementingkan teman barunya.

Beberapa menit berlalu, minuman Jihan sudah hampir habis sementara milik Dini masih utuh.

Menemukan cara untuk tidak meminum soda tersebut, Dini menawarkan minumannya pada Jihan.

"Sepertinya kau sangat menyukainya. Aku tidak sanggup dengan sensasi aneh yang seperti mencekik kerongkonganku itu." ucap Dini.

Jihan mengangguk "Tentu saja. Aku justru menyukai sensasi itu. Kau tahu? Bahkan aku pernah minum sebotol bir"

Kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Jihan, seolah gadis itu lupa bahwa Ia harus bersikap baik di hadapan teman-teman barunya.

Kini kedua gadis itu sedang terpaku menatap Jihan dengan ekspresi wajah tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

"Maksudku, bir pletok. Kalian tahu? Minuman khas Jakarta. Bukan bir yang sesungguhnya."

"Itu hanyalah campuran rempah-rempah tradisional." Jihan masih berusaha menetralisir keadaan.

"Ah, aku pernah mendengarnya. Kakakku juga pernah meminumnya." sahut Indah.

Sekali lagi, Indah menyelamatkan Jihan dari situasi yang tidak diinginkan.

Jihan memang pernah meminum sebotol bir beralkohol, kala itu Henry sang ketua dari grupnya mengajak beberapa anggotanya untuk pergi ke sebuah club malam.

Meski begitu tak ada dari mereka yang diperbolehkan memesan minuman keras.

Namun Jihan yang diselimuti rasa penasaran, diam-diam meminum bir tersebut di dalam toilet.

Rasa bir yang aneh membuat Jihan ingin memuntahkannya pada awalnya. Namun makin Ia meminumnya, gadis itu justru menyukainya.

Beruntung Clara menemukannya dan mengantarkannya pulang.

Pagi harinya, Jihan merasakan sakit kepala yang amat sangat hingga Ia merasa kapok dan tak akan meminum minuman haram itu lagi.

- To Be Continued -

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status