"Jika mereka benar-benar temanmu, mereka akan menerimamu apa adanya. Tidak ada syarat dalam sebuah pertemanan"
- Abdul Qadir Jaelani ( Jay ) -
•☆☆☆•
Dini berjalan seorang diri memasuki perpustakaan sekolah dengan membawa beberapa buku yang hendak Ia kembalikan dan meminjam buku lainnya.
Ketika hendak mengambil buku dari salah satu rak, lagi-lagi Ia mendapati Indah sedang bersama dengan Jihan.
Dini menghampiri mereka, namun Jihan segera memutuskan untuk meninggalkan tempat itu."Aku harus keluar sebentar." katanya sembari menunjukkan ponselnya, memberikan isyarat bahwa Ia harus menerima panggilan telepon dari seseorang.
"Dia langsung pergi setelah aku duduk di sini."
Indah menghela nafas atas perkataan temannya itu.
"Tidakkah kau merasa ada yang aneh dengannya? Ingat ketika dia bilang bahwa dia pernah minum bir? Kurasa Ia sungguh-sungguh meminum alkohol itu." lanjut Dini.
Kali ini Indah mengalihkan pandangannya ke arah Dini.
"Tidakkah kau merasa bahwa dirimulah yang aneh di sini? Tak ada yang aneh dengan sikap Jihan. Kaulah yang selalu berpikiran buruk tentangnya."
"Bukankah kau yang terlalu memiliki pemikiran baik terhadapnya? Huft, sepertinya dengan wajah yang cantik, semua orang akan menganggap hatinya juga baik."
Indah yang sudah lelah mendengar perkataan Dini itu pun langsung memasangkan sepasang headset di telinganya dan memutar lagu kesukaannya.
"Aku tahu ada yang aneh dengan gadis itu." gumam Dini.
Sementara itu di taman sekolah, Jihan sedang menelpon seseorang.
Seorang pria bernama Raihan yang tiba-tiba menelponnya melalui fitur telepon suara I*******m."Aku sedang di sekolah, kau tidak bisa selalu menelponku."
"Maafkan aku, aku begitu bersemangat ketika mengetahui bahwa kau membalas pesanku. Aku ingin mengobrol banyak denganmu."
"Yah, aku membalas pesanmu setelah mengetahui ternyata banyak pesanmu yang tak sempat kubalas."
"Dan oh ya, sepertinya aku pernah melihatmu."
"Yah, kau benar. Aku beberapa kali menonton pertunjukanmu bersama The Gold. Dan kali terakhir, aku juga menontonnya bersama dengan temanku. Kau ingat? Pandangan mata kita bertemu saat itu."
Jihan mencoba memutar kembali kenangan beberapa minggu yang lalu dan mendapati pria yang sekarang sedang bicara dengannya itu sebagai pria yang dahulu mendapat perhatiannya lantaran terus memandanginya dengan cara yang aneh.
"Ah, kau adalah pria aneh itu."
Terdengar Raihan tertawa geli di seberang panggilan telepon.
"Ya, aku adalah pria aneh itu. Kau pasti merasa risih karena sikapku saat itu, aku hanya terus mengagumi kecantikanmu, itu alasannya."
"Aku bahkan berpikir bahwa kau adalah orang jahat yang akan menculikku." kekeh Jihan.
Raihan sedikit berdehem "Aku akan menculikmu dan membawamu ke pelaminan."
Candaan mereka terus berlangsung hingga beberapa lama.
Raihan adalah seseorang yang menyenangkan dan pandai berbicara, hal itu membuat Jihan senang mengobrol dengannya."Jagalah dia untukku sementara waktu, aku akan segera datang untuk menjaganya sendiri."
Sebuah pesan dari Ardhy untuk Jay.
"Kau selalu menjaga orang lain. Jagalah dirimu sendiri, kau harus segera mendapatkan perawatan."
"Aku sudah lelah mendengarnya." jawab Ardhy.
Pemuda itu seolah sudah berputus asa dengan hidupnya sendiri. Yang Ia inginkan sekarang hanyalah menjalani sisa waktunya dengan melakukan hal yang terbaik.Jay kembali ke kelas dan memberikan segelas susu dingin untuk Jihan yang kala itu sedang mengobrol dengan Indah dan para gadis lainnya.
"Hey, apa hanya aku yang merasa bahwa Jay begitu perhatian pada Jihan?" kata Dini.
Mendengar itu, Jay segera menjawab pertanyaan Dini dari tempat duduknya.
"Tentu saja, aku adalah penggemarnya."
"Lihatlah, dia bilang "penggemar"? Kau pikir dia adalah artis dan kau adalah seorang penggemar yang beruntung karena bisa dekat dengannya? Jangan terlalu banyak membaca novel romantis." sahut Indah.
Jay tersenyum "Kalian tidak tahu? Aku mendapatkan banyak followers hanya dengan berfoto dengannya. Dia adalah..."
Belum sempat Jay menyelesaikan kalimatnya, Jihan langsung menjatuhkan gelas susu yang berada di atas mejanya sehingga semua perhatian orang-orang di sana teralihkan pada hal itu.
Selain membasahi seluruh meja, cairan susu itu juga membasahi rok bagian bawah juga sepatu Indah yang saat itu sedang berada di sisi meja di dekat gelas susu diletakkan.
"Maafkan aku, aku akan membantumu." kata Jihan.
"Tidak, biar aku yang membantunya." kata Dini dan segera membantu Indah untuk keluar kelas menuju toilet.
Sebelum menyusul Indah, Dini sempat melihat Jihan menghampiri Jay segera setelah semua orang pergi.
"Cepatlah." kata Indah.
Jihan menghampiri Jay dan berbisik padanya.
"Jangan sampai siapapun mengetahui siapa aku sebenarnya. Aku bahkan tak memberitahukan akun sosial mediaku pada mereka."
"Apa yang terjadi? Kenapa kau tidak ingin mereka tahu?"
Jihan menghela nafas dalam sebelum bisa mengatakan maksudnya pada Jay.
"Aku tidak bisa kehilangan temanku di sini, bahkan jika aku harus berbohong untuk hal itu."
"Kau benar-benar menganggap mereka sebagai temanmu?" tanya Jay.
"Jika mereka benar-benar temanmu, mereka akan menerimamu apa adanya. Tidak ada syarat dalam sebuah pertemanan."
Jihan mengangguk pelan "Aku tahu, tapi mereka tidak bisa berteman dengan gadis sepertiku. Mereka orang baik. Muslimah yang baik mana mungkin mau berteman dengan gadis sepertiku yang tak pernah menutup aurat?"
"Jihan, sampai kita diadili di akhirat nanti, tak ada yang bisa menjamin apakah kita orang baik atau bukan. Islam bukanlah agama yang merendahkan orang lain hanya karena cara mereka berpakaian. Semua orang sama di mata Allah, hanya amal ibadah kita yang membedakan. Pakaian tidak semerta-merta membuatmu menjadi ahli surga atau neraka."
"Jika ada yang salah, maka sebagai seorang teman, mereka akan membantumu memperbaikinya. Bukan menjauhimu."
Jihan terdiam mendengar perkataan Jay.
Jay benar, namun kenyataan tak semudah itu.Jihan tetap bersikeras agar Jay merahasiakan semuanya dari mereka.
Jay menerima hal itu meski Ia pun mengkhawatirkan jika nanti kebohongan Jihan akan terbongkar.•••
Di sebuah apartemen bernomor pintu 1035, Raihan terlihat serius memandangi setiap lekuk tubuh Jihan pada layar monitor laptopnya.
"Kau benar-benar sudah tergila-gila pada gadis itu." celetuk Kevin.
Raihan tersenyum mendengarnya.
"Dia gadis yang sangat cantik, tentu saja aku tergila-gila padanya. Tak lama lagi, akan kudapatkan dia dalam pelukanku"
"Apa kau yakin? Tidak seperti gadis lainnya, dia hidup dengan harta yang berkecukupan dan juga karir yang sukses, dia tak akan bisa kau dapatkan hanya dengan iming-iming uang." kata Kevin.
"Bukan dengan uang. Dia adalah seorang Puteri Raja, tentu saja seorang Pangeran baik hati akan datang untuknya. Dan pangeran itu adalah aku."
"Tipu daya lainnya dari seorang Raihan." sahut Kevin.
"Kau tahu? Dengan namamu, orang akan mengira kau adalah seorang pria yang baik tanpa mengetahui sifat aslimu."
"Aku tahu." Raihan tersenyum puas dengan semua rencananya yang selalu berjalan mulus.
- To Be Continued -
Tak perlu selalu bersama untuk bisa melindungi.Bahkan meski aku tidak di sini, aku tetap akan bersamamu. - Ardhy Wijaya - •☆☆☆• Seketika Ardhy menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur setibanya Ia di kamarnya yang bernuansa warna putih dan hitam itu.Tangannya menggapai sebuah remote control dan ketika Ia menekan salah satu tombol di sana, tirai yang menutup atap kamar tersebut terbuka secara otomatis.Terlihatlah pemandangan langit malam yang begitu indah dari atap yang terbuat dari kaca tebal tersebut. Bulan sabit terlihat begitu tenang duduk di tempatnya ditemani sebuah bintang paling terang yang berada di sisinya. "Apa kalian mengejekku? Ya, benar dia tidak menepati janjinya, tapi buk
"Hai, aku rasa aku telah menyinggungmu dengan sikapku tadi. Aku bersalah, maafkan aku yah?"Jihan melatih dirinya di depan kamera ponsel untuk meminta maaf atas sikapnya yang kasar pada Dini.Gadis itu memiliki rasa gengsi yang terlalu tinggi untuk meminta maaf terlebih dahulu meski itu adalah kesalahannya sendiri.Namun, jika Ia mau memperbaiki semuanya, Jihan tahu bahwa Ia harus menyingkirkan rasa gengsi itu terlebih dahulu."Kau baik-baik saja?" Indah menegur temannya yang sedang bicara sendiri di bangkunya itu.Jihan mengangguk mengiyakan. Namun ketika Ia melihat Dini berjalan memasuki kelas, tiba-tiba Ia merasa gugup dan segera mengemasi tasnya dan memindahkannya ke meja tempat Jay belajar."Aku rasa akan lebih nyaman jika aku kembali duduk di sini."Indah menatapnya, heran."Jay sudah kembali, ada hal yang ingin kutanyakan padanya hehe" kekehnya dengan gari
"Jangan merubah dirimu demi orang lain, lakukan itu demi dirimu sendiri. Maka kau tak akan merasa terbebani. Dirimu berhak untuk tidak merasa terkekang." - M. Ardhy Wijaya -•☆☆☆•Jihan terus mengomel di sela-sela langkah kakinya yang dihentakkan dengan keras kala menaiki satu persatu anak tangga menuju rooftop sekolah."Seolah mengejekku adalah passion mereka dan ketika memiliki kesempatan itu, mereka menggunakannya sebaik mungkin.""Lagipula apa salahku jika aku tidak bisa mengaji? Toh jika nanti aku sudah dewasa, mengaji bukanlah prioritas utama untuk diterima bekerja di dalam sebuah perusahaan."Ketika Jihan hendak membuka pintu, sebuah tangan kekar muncul dari belakang dan membukakan pintu itu hingga gadis itu cukup terkejut dengannya.
Setengah jam berlalu.Lagi-lagi Jihan terjebak di satu-satunya mata pelajaran yang selalu membuatnya merasa keringat dingin."Intinya adalah pelajaran agama Islam, tapi kenapa mereka membaginya ke dalam beberapa materi? Seolah sekolah ini begitu berniat untuk memojokkanku"Bukannya fokus pada mata pelajaran, gadis itu justru tengah fokus pada layar obrolannya dengan Clara.Meski dirinya juga sedang sibuk mempersiapkan materi kuliahnya, Clara tetap saja meladeni sahabatnya yang sedang meracau tak jelas di laman pesannya."Al-Qur'an Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak dan Bahasa Arab. Bisakah kau membayangkannya? Aku bahkan hanya bisa membaca Iqro'." lanjutnya.Sembari mengetikkan begitu banyak kata di keyboard komputernya guna menyelesaikan tugas kuliahnya, Clara mengirimkan pesan suara pada sahabatnya itu."My dear Ji, tentang semua itu ... aku tidak mengetahui apa
Tak ada waktu istirahat dalam mengejar mimpi.- Ardhy Wijaya -•☆☆☆•"Kuharap hari ini akan berlalu dengan mudah." ucap Jihan ketika Ia melangkahkan salah satu kakinya melewati pintu kelas saat itu.Hanya ada tiga orang siswa di sana termasuk dirinya. Tentu saja, itu karena Jihan datang terlalu awal hari ini dibanding biasanya.Menurut jadwal, kelas baru akan dimulai dalam 2 jam lagi.Gadis itu memeriksa sosial medianya sebentar lalu melihat daftar pesan yang Ia terima. Merasa tak ada yang begitu penting, Jihan memutuskan untuk menonton vidio-vidio di Youtube yang menampilkan pertunjukkan dari TVXQ.TVXQ adalah grup idola favorit Jihan.Dia begitu mengagum
Dengan mengenakan pakaian muslim berwarna putih bersih lengkap dengan kerudungnya yang panjang, gadis itu terlihat sangat cantik di antara indahnya pemandangan di sebuah tempat dengan hamparan bunga yang begitu cantik di atas sebuah bukit tak dikenal. Langkahnya begitu ringan seolah tak ada yang membebani pikiran dan jiwanya. Semilir angin yang sejuk menyambut setiap alunan langkahnya yang ringan. Angin lembut yang membelai wajah dan menerbangkan kerudung yang dipakainya itu seolah menandakan bahwa alam begitu memanjakannya saat itu. Sungguh itu adalah hal yang sangat kudambakan selama ini, sebuah kedamaian yang belum pernah kurasakan.Dari belakang, kuikuti setiap langkah yang diambilnya. Berharap ada secercah kedamaian miliknya yang akan menular padaku. Berharap sebuah kegundahan tak berujung ini a