Jena merasa gugup saat tiba hari di mana ia akan berkunjung dan menghabiskan akhir pekan bersama keluarga kekasihnya itu, sedangkan Drew, sudah tampak siap untuk segera berangkat. Jena menghela napas sembari menatap kekasihnya itu.
"Jantungku berdebar, Drew, apa kau yakin keluargaku akan menerimaku?" Jena menunjukan wajah sendu yang menggemaskan bagi Drew. Pria itu mendekat dan mencium lembut bibir Jena.
"Jelas, mereka sudah menyukaimu sejak awal, Sayangku. Ayo lekas, kita hanya punya waktu sampai besok sore, karena hari minggu siang aku ada siaran langsung penjurian acara itu."
"Ya, baiklah. Kau menyetir sendiri?" Jena menyambar tas miliknya.
"He-em," jawab Drew sembari memeluk mesra wanitanya itu.
"Drew!" pekik Jena saat tangan nakal kekasihnya itu menelusup masuk ke pakaiannya, mengusap perut ratanya sembari bibirnya tak henti menciumi leher jena yang terekspos karena ia menguncir tinggi rambutnya.
"Sssttss..
Suara kocokan alat pengocok bertemu dengan adonan dan mangkuk besar transparan itu terdengar Jenna dari dalam kamarnya hingga membuat ia segera beranjak setelah setelah berpakaian. Sambil bersandar di ambang pintu kamar, ia menatap Drew yang sedang sibuk di meja dapur. Jenna melangkah mendekati meja dapur, Drew melirik sekilas lalu menyunggingkan senyumnya."Pindahkan saja kemejaku ke dalam lemarimu, Jen, lebih pantas jika kau yang memakainya," ledek Drew. Ya, Jenna memakai kemeja Drew setelah ia mandi. Ia berkolah jika pakaiannya masih di laundry. Jelas memang, pakaian Jenna tak sebanyak milik Drew, apalagi rata-rata hanya kaos dan jeans."Morning, Babe," sapa Jena sambil mencium sekilas bibir kekasihnya itu lalu duduk di kursi tinggi yang membuat mereka berhadapan."Morning, sweet heart," balas Drew sembari terus mengocok adonan putih telur dengan gula secara bertahap hingga cukup kaku, atau saat mangkuk besar itu di balik, adonan tidak tumpa
Lampu-lampu studio sudah begitu menerangi seluruh area tempat shooting berlangsung. Meja peserta lengkap dengan peralatan memasak, bak cuci dan berbagai bahan yang sedang di eksekusi peserta tampak meramaikan studio itu. Aroma bumbu masakan yang tercium juga semakin menambah proses shooting ajang lomba memasak itu semakin penuh semangat bagi juri penonton yang terdiri dari 20 orang selain juri tetap, termasuk Drew dan Camile.Camile berjalan menghampiri beberapa peserta yang menurutnya, masakan menarik, tapi kemudian ia mundur kembali karena takut terciprat minyak. Drew tak peduli, walau Camile berusaha mendekat ke dirinya seolah berlindung dari hawa panas kompor. Kekasih Jena itu mendekat ke salah satu peserta yang mengolah hati sapi, ia tertarik karena bahan itu termasuk yang sulit diolah beberapa peserta yang tampak kebingungan. Namun peserta pria yang berusia tiga puluhan itu tampak percaya diri."Kau masak untuk dijadikan apa?" tanya Drew saat be
Jena selesai melakukan pekerjaannya di restoran pie itu, ia terkejut saat berjalan keluar dari resto, banyak wartawan yang menghampiri. Jena kikuk, ia ingin menghindar dari mereka tapi tak bisa.“Jena, apa kau tau skandal yang pernah dibuat Drew dan Camile? Mereka sepasang kekasih bukan?!”“Nona Jena, apa kau tau tentang hubungan mereka di masa lalu? Gosip ini sudah sampai ke banyak media. Apa kau perebut kekasih orang?!”“Nona Jena jawab, kami butuh jawaban dari mu. Apa kamu selingkugan Drew? Karena sesungguhnya Drew kekasih Camile, bahkan sejak mereka kecil sudah dekat dan dijodohkan!”Rentetan pertanyaan ditanyakan Jena, wanita it uterus menutup wajahnya dengan lengan, berjalan cepat namun sinar menyilaukan dari kamera terus menyerangnya. Hingga ia merasakan seseorang menutupi dirinya dengan jas. Jena menoleh, Maden, pria itu membawanya masuk ke dalam mobil sedan mewahnya, kemudian melesat cepat menjauh dari area itu
Sofa ruang TV berbahan beludru itu sudah di duduki keduanya yang saling berhadapan. Kaki jenjang Jena menimpa kaki besar dan kokoh Drew, Jena mengusap wajah prianya yang tampak takut untuk mulai bercerita. Jena tersenyum, ia kini siap mendengarkan cerita Drew.Pria itu memejamkan kedua matanya sejenak, lalu mulai bercerita, awalnya, Jena masih menunjukkan ekspresi biasa, hingga…“Kalian, tidur, bersama? Saat senior high school?” kedua mata Jena menunjukkan keterkejutan yang cukup mewakilkan hatinya yang mendadak nyeri. Jena tau Drew sering tidur dengan banyak wanita sebelum dirinya, namun wanita itu pelacur, berbeda dengan Camile.“Ya, Jen, dia yang memintaku, aku menolak, namun kami berdua mabuk, maksudku ia yang pada akhirnya membuat ku mabuk, dan hal itu terjadi, hingga aku merasa bertanggung jawab karena sudah mengambil keperawanannya, dan hubungan kami tetap berteman tapi kami sering melakukan hal itu lagi dan lagi, sampai,
“Iya, aku minta maaf Paman, merepotkanmu karena mendadak berhenti bekerja, aku tidka mau mengganggu restoranmu, maafkan jika aku selama bekerja memiliki kesalahan…”“….”“Ya, sehat selalu Paman, aku akan mampir ke sana jika memang sempat. Sekali lagi terima kasih.” Jena menyudahi sambungan teleponnya, ia lalu memasukan k etas yang sudah ia siapkan, tak lupa ia memeriksa kotak makan siang yang ia siapkan untuk Drew. Wanita cantik itu akan datang ke lokasi syuting, membawakan makanan sekaligus berjumpa dengan para wartawan yang akan berada di sana. Jena memakai pakaian yang menunjukan jati dirinya, ia tak ingin berpenampilan berlebih yang bukan dirinya. Drew juga pasti tak suka hal itu. Kemeja oversize warna putih, celana blue jeans, sepatu hak lima belas sentimeter warna merah cabai, dan tas bertali panjang warna cokelat, ia jadikan outfit-nya hari itu.Di basemen, sudah ada supir pribadi Drew yang menjem
“Argh!” teriak Camile saat memasuki unit apartemennya, ia baru saja tiba setelah menyelesaikan syuting bersama Drew. Emosinya tertahan sejak Jena melakukan konferensi pers siang hari, ditambah, saat Jena mencium Drew begitu penuh rasa cinta.“Aku tidak tahan lagi! Drew hanya milikku! Bukan perempua itu! Sial!” teriak Camile sembari melempari banyak barang yang ada di sekitarnya ke sembarang arah.Ia duduk di kursi, menatap layar ponsel, tak bisa menunda lagi. Ia menghubungi seseorang, dengan senyum liciknya, ia meminta pria tersebut mengirimkan video tentang Drew saat bersama Camile ke ponsel Jena yang nomornya didapat dari seseorang yang ia percaya.“Kirim sekarang, aku mau ia tau siapa Drew yang sebenarnya.” ucap Camile licik. Ia sudah begitu gerah melihat kemesraan Jena dan Drew, membuatnya mual, namun bergairah juga. Ia berjalan menuju ke kamarnya, membuka laci, dan melihat banyak ‘mainannya’ yang siap memuaska
Desahan juga deritan ranjang itu begitu liar, bukan dari Drew desahan itu terucap, namun dari Camile yang akhirnya kembali merasakan inti miliknya dimasuki Drew. Berapa kali Drew memberikan pelepasan bagi wanita sinting yang ia tiduri demi membungkam mulutnya.“Puas, hah?!” tanya Drew yang dianggap menggoda oleh Camile padahal hal itu muak bagi Drew.“Yes, baby. Sangat!” jeritnya. Drew tak ingin ia sampai pada pelepasannya. Hingga akhirnya ia melepaskan miliknya dari dalam tubuh Camile, lalu membuat wanita itu klimaks dengan jemarinya. Begitu emosi Drew lakukan, Camile menjerit bukan sakit, namun nikmat. Sungguh sinting.Drew segera pergi, meninggalkan Camile yang masih terengah. “Drew! Jawabanmu aku tunggu esok, jika kau tidak memberikan jawaban, maka, kau tau kan?” ucapnya. Drew membanting pintu kamar bergitu keras, menimbulkan dentuman kencang.Di dalam mobil, ia memukur setir berkali-kali, bahkan begitu keras hingga
Jena beranjak perlahan dari ranjang, mendorong tubuh Drew pelan ke posisi samping, Drew masih berderai air mata. Ia menarik tangan Jena namun wanita itu melepaskan begitu cepat. Kedua kakinya begitu lemas, lembek semeprti jelly yang membuat dirinya terjatuh begitu saja di atas lantai tanpa sehelai benang ditubuhnya. Drew beranjak cepat, membantu Jena berdiri tapi halau dengan telapak tangannya yang terbuka tepat di depan wajah Drew.Jena beranjak pelan, sakit rasanya, semua yang ada di tubuhnya – hatinya pun – begitu terasa sakit. Ia memejamkan mata, mencoba mengatur napasnya.“Jen …” panggil Drew begitu memohon, ia segera memakai celana pendek dan memeluk Jena dari belakang. Tangan Jena melepaskan rengkuhan tangan besar kekasihnya yang mungkin, sebentar lagi tidak akan lagi menjadi miliknya.Apa semua ini? Mengapa mendadak semua kacau dan berubah. Apa semua hanya mimpi dengan kebohongan yang ikut di belakangnya? Jena menutup pintu