Share

Orang Asing

"Maaf, sepertinya aku tidak bisa ikut bersamamu," tolak Jesper pada akhirnya. "Kami harus kembali melanjutkan perjalanan."

"Kalian akan pergi ke mana?" tanya wanita tadi penasaran. "Sungguh, maksudku hanya Tuan dan bayi itu saja?"

"Ya," jawab Jesper cepat. "Kalau begitu selamat tinggal."

"Anda serius? Bagaimana bisa Anda melakukan perjalanan panjang dengan bayi ini tanpa seorang pun yang menemani?" protes wanita tadi. Ia lalu segera menghalangi langkah Jesper. "Anda setega itu?"

"Apa maksudmu, Nona?" Jesper merasa tidak suka. Sejujurnya obrolannya dengan wanita itu sangat tidak jelas dan hanya menghabiskan waktunya saja.

"Maksudku, lihatlah bayi itu!" wanita itu kemudian beranjak menuju ke keranjang bayi. Ia lalu menggendong bayinya. "Kasihan sekali dia. Dia pasti merasa kedinginan dan lapar."

"Letakan dia kembali! Jangan sentuh dia!" Jesper berusaha menghalangi.

"Oh sayangku, tenang. Kita akan ke rumahku dan aku akan memberimu susu hangat," ucap wanita itu sambil menggoyang sedikit bayi Putri sehingga bayi itu bisa merasa tenang.

Jesper sungguh merasa kesal karena wanita asing itu berani sekali menyentuh Putri. Namun dia tidak bisa melarang apalagi ketika Putri kecilnya terlihat sudah agak tenang ketika digendong oleh wanita tadi.

"Hm, baiklah. Kalau begitu aku akan ikut denganmu," kata Jesper pada akhirnya.

"Baguslah!" wanita itu terlihat gembira. "Ayo bayi kecil. Mari kita pergi!"

Pada akhirnya Jesper membiarkan wanita itu terus menggendong sang Putri. Ia mengikuti wanita itu berjalan di belakangnya sambil membawa kudanya. Ia belum sepenuhnya percaya kepada wanita yang baru saja ditemuinya. Namun ia berusaha untuk mempercayai.

Sudah cukup lama mereka berjalan, namun rasanya mereka masih belum juga sampai ke rumah wanita itu. Jesper mulai jengah karena ia takut hanya diperdaya olehnya.

"Berapa jauh lagi?" tanya Jesper yang sudah mulai lelah.

"Sebentar lagi. Tempat tinggalku memang letaknya cukup terpencil. Hanya berada di desa kecil yang berpenduduk jarang," jawab wanita itu.

Jesper menghela napas panjang. Sungguh ide yang bodoh untuk setuju ikut dengan wanita asing itu. Jesper tak berhenti meruntuki dirinya ketika seruan wanita tadi membuyarkan lamunannya.

"Kita sudah sampai!" seru wanita itu riang.

Jesper melihat lingkungan baru yang ia datangi. Benar-benar desa yang jarang penduduk. Suasananya juga lumayan sunyi. Jarak antar rumah sangat jauh dan lingkungannya masih dipenuhi oleh pepohonan juga rumput tinggi. Jesper sempat berpikir, tempat itu sepertinya cocok untuk dijadikan tempat singgah beberapa waktu.

"Tuan, kenapa diam saja? Ayo cepat! Nanti tertinggal!" teriak wanita tadi yang sudah berjalan jauh di depan.

Jesper kembali menghela napas. Dia pikir sudah benar-benar sampai di tempat tujuan. Rupanya rumah wanita itu letaknya masih jauh ke dalam. Jesper benar-benar lega ketika ia pada akhirnya sampai di rumah wanita itu. Ia tambatkan kudanya di pohon dekat ilalang, agar kudanya bisa leluasa makan rerumputan.

"Mari anggap saja rumah sendiri," ucap wanita tadi dari dalam rumah.

Jesper masuk ke dalam sambil membawa barang-barangnya. Wanita itu mempersilahkan Jesper untuk menggunakan kamar kosong di dalam rumahnya yang sederhana. Sementara Jesper membereskan barangnya, wanita tadi dengan cekatan menyalakan tungku dan memanaskan sesuatu. Tak lama ia membawa susu hangat untuk semua orang.

"Silahkan diminum Tuan." wanita itu mempersilakan. 

"Terimakasih," kata Jesper sembari menerima gelas kayu berisikan susu kambing hangat yang dengan segera ia nikmati. Susu itu sangat gurih dan cukup menghangatkan tubuh.

"Nah, bayi kecil. Sekarang giliranmu untuk minum susu. Biar bibi yang menyuapimu ya," wanita itu lalu meniup susu yang masih agak panas untuk diminumkan kepada Putri kecil.

Jesper tertegun melihat wanita itu. Entah mengapa wanita itu terlihat sangat menyukai bayi. Jesper lalu melihat sejenak ke sekelilingnya. Di tempat yang cukup besar ini rasanya aneh jika wanita itu tinggal sendirian. 

"Kau tinggal sendirian?" tiba-tiba pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Jepser.

Wanita itu terlihat terkejut dengan pertanyaan Jesper. Namun pada akhirnya ia membalas dengan senyuman kecil namun hampa.

"Ya. Aku tinggal sendirian. Awalnya aku memiliki keluarga. Ada suami dan juga bayi kecilku." wanita itu menceritakan dengan pilu. "Namun siapa yang peduli dengan nasib rakyat kecil seperti kami."

"Maksudmu?" Jesper tidak mengerti.

"Nasib rakyat di desa kecil seperti ini lebih terasingkan. Kami kelaparan, kurang gizi dan kurang perhatian dari petinggi Istana," lanjut wanita itu. "Aku dan beberapa orang bisa bertahan karena kami berusaha untuk tetap hidup."

Jesper tidak bisa menjawab apapun. Kenyataan seperti itu memang selalu ada. Sekalipun pihak Istana berusaha untuk mensejahterakan semua rakyatnya, namun di masa yang penuh gejolak ini hampir tidak mungkin semua itu terealisasi.

"Lalu apa lagi yang terjadi?" tanya Jepser lagi.

"Anakku meninggal karena penyakit. Sedangkan suamiku meninggal karena peperangan. Dia menjadi salah satu Prajurit tingkat rendah di Istana," jawab wanita itu sambil menerawang jauh.

"Oh begitu," kata Jesper kemudian. Dia enggan bertanya lebih jauh karena takut menyinggung wanita itu. Namun wanita itu belum puas bercerita.

"Istana mengembalikan suamiku dalam keadaan yang sudah tidak bernyawa. Mereka memberikan kompensasi beberapa bahan makanan selama beberapa bulan saja. Selebihnya, kami berjuang hidup sendiri." wanita itu bercerita lagi.

"Tapi kau memiliki ladang dan juga hewan ternak," sanggah Jesper setelah ia melihat sendiri ada ladang dan peternakan besar saat perjalanan ke rumah.

"Itu karena aku meminta tambahan kompensasi kepada pihak Istana. Kulakukan hal itu untuk membantu warga desa ini," terang wanita tadi tidak mau kalah. "Kami bisa bertahan karena hal itu hingga detik ini. Kami juga berhasil menjadi pemasok bahan makanan untuk pasar rakyat."

Jesper mengangguk mengerti. Kemudian dia mengalihkan perhatiannya kepada Putri kecilnya. Ia merasa sebentar lagi, wanita itu akan balik menanyai tentangnya.

"Lalu Anda sendiri bagaimana? Mengapa memutuskan berkelana sendirian? Kemanakah tujuan Anda?" sesuai dugaan Jesper, wanita itu benar-benar bertanya.

Sebelum menjawab, Jesper pun menghela napas lagi. Ia memutuskan untuk berbohong saja kepada wanita itu.

"Aku berkelana karena ingin pergi ke tempat yang aman. Kau tahu? Aku takut kami tidak selamat akibat peperangan," tutur Jesper.

"Benar! Peperangan yang terjadi belakangan ini memang meresahkan. Gempuran pihak Utara membuat kekacauan di mana-mana. Kudengar Earjar Giovanni juga diserang," timpal wanita itu antusias.

"Maka dari itu kami berkelana. Belum tahu akan pergi ke mana. Yang pasti kami hanya mencari tempat yang aman," papar Jesper lagi. "Ngomong-ngomong apakah aku tidak merepotkanmu?"

"Tentu saja tidak! Aku justru senang ditemani seperti ini. Apalagi oleh Si kecil yang menggemaskan seperti dia," ungkap wanita tadi. "Oh iya, perkenalkan. Namaku Brynja."

"Aku Jesper." Jesper memperkenalkan dirinya. 

"Lalu siapa nama bayi yang menggemaskan ini?" tanya Brynja penasaran.

Jesper terdiam sejenak. Sejujurnya dia sama sekali belum memikirkan nama untuk bayi itu. Namun dia teringat dengan ucapan mendiang Ratu.

"Elleonora."

"Wah nama yang sungguh cantik! Sangat cocok untukmu anak manis." Brynja terlihat begitu gembira sambil mengajak bicara bayinya. 

"Ya, sangat cocok untuknya," gumam Jesper sambil tersenyum tipis. Sejujurnya ia merasa sangat sedih karena nama itu jadi mengingatkannya dengan mendiang Ratu.

"Elleonora sayangku, aku akan memberimu wool hangat. Supaya kamu bisa tidur dengan nyenyak." Brynja beranjak menuju ke kamarnya. "Semoga masih kusimpan ya. Aku lupa menyimpannya di mana."

Brynja lalu pergi ke kamarnya dan meninggalkan Jepser bersama bayinya. Jesper lalu beranjak melihat bayinya. Bayi itu tertawa saat melihat Jesper. Jesper tersenyum kecil.

"Elleonora ya. Pasti ibumu gembira melihatmu dari rumah Dewa. Semoga kau senantiasa diberkahi oleh Dewa," gumam Jesper pelan. "Rupanya kita harus tinggal di sini untuk sementara waktu. Semoga kamu pun menyukainya."

Bayi itu hanya tertawa sambil menggapai wajah Jesper. Jesper balas menggenggam tangan kecil bayi itu. Ia lalu melihat ke arah leher bayi Elleonora. Tanda lahir itu berbentuk bulan penuh setengah gerhana. Perlahan ia mengusapnya.

"Kasihan sekali nasibmu, Anakku. Kau adalah anak yang terbuang oleh Orang tuamu. Aku hanya berharap semoga bisa menjaga dan membesarkanmu dengan baik."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status