Share

Penyanderaan

"Selamat pagi," sapa Brynja pagi-pagi sekali. Saat itu Jesper tidak menjawab sapaan pagi dari Brynja. Dia justru sibuk menguap beberapa kali. 

"Kau sudah siap pagi-pagi sekali? Mau ke mana?" tanya Jesper sambil membereskan alas tidurnya yang berantakan.

Brynja tidak langsung menjawab. Dia sibuk membuka jendela, membiarkan udara dingin masuk ke dalam rumah.

"Ke kebun. Sekaligus memerah susu kambing," jawab Brynja. Dia lalu keluar kamar dan mempersiapkan keranjang anyaman untuk sayuran dan gerabah tanah liat untuk susu perah.

"Bolehkah aku ikut?" tanya Jesper lagi. 

"Boleh saja," kata Brynja enteng. "Aku memang butuh asisten untuk membawa hasil pertanian hari ini."

"Kalau begitu ayo!" ajak Jesper cepat. Dia mengenakan lagi jubah hangatnya sebelum pergi.

Mereka akhirnya berjalan membelah kabut, menuju ke perkebunan. Perkebunan itu cukup luas, sebagian besar didominasi oleh sayuran. Sedikit lahan untuk menanam gandum. Di sisi kirinya ada kandang kambing dan domba. Brynja mulai memetik sayuran hijau terlebih dahulu.

"Tuan, bantu aku memerah susu kambing ya. Aku sering kali merasa kesulitan dalam memerah. Kambing sulit sekali dijinakkan," pinta Brynja.

"Baiklah." ada nada tidak yakin dalam ucapan Jesper. Namun dia tidak berani membantah. 

Ia segera pergi ke kandang kambing dan berusaha untuk memerah susu kambing. Jesper merasa kesulitan melakukannya apalagi baru pertama kali. Aroma kandang yang sangat bau, dan juga kambing yang begitu aktif membuat susunya berceceran. Jesper harus mengejar kambing-kambing yang kabur. Sungguh hal itu menghilangkan kewarasannya.

Jesper baru selesai mengumpulkan air susu dengan waktu yang sangat lama. Ia kembali ke perkebunan saat Brynja sudah menyimpan keranjang berisi sayuran dan buah ke atas gerobak kayunya. Brynja tertawa melihat kondisi Jesper yang sangat berantakan.

"Hahaha! Apa yang telah terjadi, Tuan?" Brynja tak bisa menahan tawanya. Jesper membalas dengan ekspresi sebalnya.

"Kurasa aku tidak mau lagi melakukan ini," cetus Jesper sebal.

"Kenapa? Kupikir Tuan sudah terbiasa melakukannya," celetuk Brynja masih dengan tawa yang mengambang di wajahnya. "Memangnya Tuan belum pernah memerah susu kambing sebelumnya?"

"Tidak," ucap Jesper pendek. Ia lalu menyimpan satu gerabah air susu kambing. Ternyata masih ada dua gerabah besar lagi yang harus terisi. "Lagi?"

"Tidak perlu. Biar aku saja," ujar Brynja kemudian. Ia segera mengambil satu gerabah. "Tuan kerjakan hal yang lain saja."

"Apa?" Jesper malah terus bertanya.

"Memberikan makan ternak misalnya," tunjuk Brynja. "Ah iya! Jangan lupa untuk mengambil wool juga. Penjahit di Grythe sedang membutuhkan wool yang cukup banyak."

"Hahhh, baiklah," keluh Jesper yang sebetulnya malas melakukan itu semua. Namun dia tak punya pilihan lain. Ia harus sedikit membalas budi untuk orang yang sudah membantunya. 

Kini, Jesper harus memberikan rumput segar untuk para domba. Juga kembali menangkap domba yang sedang makan untuk digunting bulu woolnya. Ia memasukan gumpalan wool ke dalam karung dan mengangkatnya ke atas gerobak juga. Ia berhasil mengumpulkan tiga karung besar untuk dibawa ke penjahit.

Ketika hampir tengah hari, mereka baru siap dengan barang bawaan mereka. Brynja bersiap untuk mengantar barangnya ke pasar rakyat. Namun dia terlihat begitu kesulitan mendorong gerobaknya. Melihat itu semua, Jesper merasa tidak tega. Ia memutuskan untuk membantunya.

"Aku saja yang mengantarkan barangnya," tawar Jesper.

"Kalau Tuan yang pergi, apakah Tuan tahu ke mana harus mengantarkannya?" sela Brynja.

"Tidak. Kalau begitu kita pergi bersama," desak Jesper lagi. 

"Lalu Elleonora, apakah kita harus meninggalkannya di rumah?" tambah Brynja lagi. Membuat Jesper langsung terdiam.

"Tidak mungkin aku meninggalkannya begitu saja. Lalu bagaimana?" Jesper mulai merasa bingung.

"Begini saja. Aku akan menitipkan Elleonora ke tetangga kita. Lagipula kita tidak akan pulang terlalu lama," usul Brynja.

"Baiklah." Jesper terpaksa menyetujui usul Brynja tersebut. Padahal hatinya merasa tidak tenang jika harus membiarkan Putri dititipkan kepada orang lain. Namun dia tidak memiliki pilihan.

Akhirnya mereka menitipkan Elleonora kepada tetangga yang cukup dekat. Seorang nenek berusia hampir enam puluh tahun yang bersedia mengurus Elleonora untuk sementara. Brynja dan Jesper lalu bergegas pergi dan berjanji akan menjemput Elleonora sebelum malam datang.

Perjalanan yang cukup menyita tenaga. Mereka sampai di pasar rakyat ketika tengah hari. Udara sedang cukup panas. Namun pasar itu begitu ramai oleh pembeli. Brynja lalu mengajak Jesper ke kios sayuran dan kedatangan mereka disambut oleh amukan dari pemilik kios.

"Pergilah! Aku tidak mau membeli sayuranmu!" usir pemilik kios.

"Tapi aku sudah menepati janji! Sayuran hijau dengan jumlah yang lebih banyak!" seru Brynja kesal.

"Tapi kau terlambat! Pembeliku sudah pergi dan tidak jadi membeli sayuranmu! Aku kan sudah mengatakan jika sayuran itu harus diantarkan pagi-pagi sekali!" sembur pemilik kios dengan tatapan tajamnya. "Sudah sana pergi! Lain kali saja!"

"Ayo pergi," desis Brynja sambil berusaha menahan emosinya. Akhirnya dia dan Jesper menepi di tengah keramaian itu. 

Dengan putus asa, Brynja mencoba menjajakan sayurannya kepada pejalan kaki yang lewat. Namun tidak ada yang membeli sayurannya.

"Bagaimana ini?" desah Brynja bingung. Jesper memperhatikannya dengan iba.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Jesper lagi.

"Aku harus menjual semua sayuran dan buah-buahan ini. Kita tidak mungkin membawanya kembali," jelas Brynja dengan lesu. "Tapi kalau sudah siang begini, jarang orang yang mau membeli."

"Kalau begitu, biar aku saja yang membelinya. Berapa harganya?" Jesper dengan senang hati merogoh kantung uang miliknya. Namun ditolak oleh Brynja.

"Tidak perlu. Simpan saja uang Tuan. Tuan lebih membutuhkan uang itu daripada aku," tolak Brynja halus. Ia lalu membawa dua gerabah berisi susu kambing dan mengantarkannya ke penginapan. "Tuan tunggu di sini."

Dengan patuh, Jesper diam di tepian jalan menunggu Brynja kembali. Brynja bolak-balik mengantarkan gerabahnya ke penginapan. Hingga akhirnya dia kembali dengan senyuman di wajahnya.

"Akhirnya aku berhasil mendapatkan uang," ujar Brynja puas. "Seratus lima puluh Pening."

"Untunglah!" Jesper ikut merasa gembira. "Berarti tinggal menjual sayuran dan buah ini ya?"

"Ah, dan juga wool ini. Kalau begitu, aku pergi dulu ke Kota Grythe. Tuan tolong bantu aku untuk menjual sisa bawaan kita hari ini," tambah Brynja.

"Grythe? Bukankah letaknya cukup jauh dari sini?" sanggah Jesper cepat. "Biar aku antar!"

"Jangan. Aku akan naik kereta kuda sewaan. Tuan tunggu di sini saja," tolak Brynja lagi. "Nah itu kereta kudanya sudah datang!"

Sebuah kereta kuda berhenti di depan mereka. Brynja lalu menaikan tiga karung besar wool. Lalu ia pun duduk diantaranya. Ia melambaikan tangan kepada Jesper dan tak lama setelahnya kereta kuda itu pun pergi.

Jesper menatap ke arah kereta kuda yang sudah menjauh. Entah mengapa perasaannya agak khawatir. Ia takut jika terjadi sesuatu terhadap Brynja di tengah perjalanannya. Apalagi kota yang Brynja datangi itu jauh letaknya. Jesper berusaha percaya jika Brynja akan baik-baik saja. Dia berusaha untuk menjual sayuran dan buah yang masih belum laku dijual.

                                    ***

"Nyonya, kemana tujuan Anda?" tanya Pengemudi kereta kuda.

"Antarkan aku ke Kota Grythe. Aku mau bertemu Nyonya Freyja, penjahit di sana." Brynja menjelaskan maksud dan tujuannya. Pengemudi kereta kuda hanya mengangguk tanpa menjawab.

Mereka melewati jalanan sempit yang cukup berbatu sehingga kereta kuda itu bergoyang berkali-kali. Jalur yang mereka tempuh adalah area perhutanan yang hanya dibuka sebagai jalur transportasi darat. Tidak ada penduduk yang tinggal di sana. Di sekeliling mereka hanya ada pepohonan.

Brynja cukup lelah dengan kegiatannya hari ini. Ia bermaksud untuk beristirahat sejenak di tengah perjalanannya. Namun suara berisik terdengar di luar. Ringkikan kuda terdengar nyaring, mengakibatkan gerbong kereta kuda condong ke belakang.

"Aaaaaargh!" 

Tak lama kemudian terdengar teriakan memilukan dari luar. Brynja kini merasa panik apalagi saat kereta kudanya mulai miring.

"Apa yang terjadi? Pak Kusir? Apakah semua baik-baik saja?" teriak Brynja. "Aaaaaa!"

Suara gedebuk kencang terdengar disusul oleh kereta kuda yang jatuh ke sisi kiri. Brynja meringis karena tubuhnya menghantam bagian dari gerbong dengan cukup keras. Perlahan, ia merangkak dan keluar dari kereta kuda itu. Brynja berhasil ada di luar dengan susah payah.

"Pak Kusir?" tanya Brynja perlahan. "Oh Dewa!"

Didapatinya kondisi Kusir kereta kuda itu sudah tewas di tempat dengan luka di bagian dada. Nasib yang sama juga dialami oleh kudanya yang tumbang akibat sayatan pedang. Brynja merasa gemetar. Hal itu mengingatkannya dengan kematian suaminya dahulu.

Brynja merasa otaknya beku. Ia ingin secepatnya kabur dari sana, namun kakinya seolah kaku tak bisa bergerak. Tiba-tiba dari kegelapan muncul sekelompok orang dengan pakaian zirah besi lengkap menutupi tubuhnya. Mereka langsung menangkap Brynja dan menawannya.

"Tolong! Lepaskan aku! Aku tidak bersalah!" teriak Brynja semakin menjadi.

"Diam atau kami bunuh!" ancam salah seorang berzirah yang menawannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status