Share

Laporan

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, akhirnya Raja tiba di Istananya ketika malam menjelang. Seluruh tubuhnya benar-benar lelah. Luka di bagian tubuhnya semakin lama membuatnya lemah. Ia bahkan harus dipapah oleh Prajuritnya untuk bisa masuk ke dalam Istana.

Raja berbaring perlahan di atas ranjangnya. Sementara Tabib Istananya yang baru, mengobati lukanya dengan dedaunan tradisional yang dihaluskan. 

"Aduh!" keluh Raja saat dedaunan basah itu ditempelkan pada lukanya. 

"Mohon tahan sebentar lagi, Yang Mulia. Saya akan membebat tubuh anda dengan kain," kata Tabib itu.

Raja berusaha menahan rasa sakit dan perih ketika Tabib mulai membebat tubuhnya dengan kain.  Tabib Istana yang ini sungguh telaten dalam melakukan pekerjaannya. Tak membutuhkan waktu yang lama hingga dia selesai.

"Sudah, Yang Mulia," ucap Tabib Istana. Ia kemudian membereskan peralatannya.

"Baiklah. Kau boleh pergi. Nanti aku akan mengutus Prajurit untuk mengantarkan sedikit hadiah untukmu," kata Raja kemudian.

"Hadiah apa Yang Mulia? Terimakasih banyak." Tabib Istana itu terheran-heran.

"Pengawal, segera kirimkan kepada Tabib ini beberapa karung gandum, sayuran segar dengan kualitas terbaik, dan beberapa buah-buahan segar ke rumahnya!" perintah Raja cepat.

"Baik Yang Mulia." Pengawal segera menjalankan perintah Rajanya.

"Terimakasih banyak Yang Mulia untuk kemurahan hati Anda." Tabib Istana itu membungkuk memberikan penghormatan. Kemudian dia pergi diantar oleh Pengawal Istana.

Raja merebahkan dirinya untuk beristirahat. Sejujurnya obat-obatan yang diberikan oleh Tabib mulai bereaksi terhadap tubuhnya. Ia memutuskan untuk segera tidur. Namun kegiatannya terinterupsi oleh kedatangan Pengawal Tertinggi.

"Hormat hamba kepada Yang Mulia." 

"Kau sudah kembali." Raja berusaha untuk duduk. 

"Hamba mau melaporkan penemuan yang kami temukan di perbatasan Sunnmore." Pengawal Tertinggi melaporkan.

"Apa itu?" Raja mulai tertarik.

Pengawal Tertinggi lalu mengeluarkan potongan jubah yang diduga milik Jesper kepada Raja. Raja terkejut ketika melihat jubah itu.

"Ini kan ... Tidak mungkin!" sangkal Raja.

"Tapi itulah yang kami temukan, Yang Mulia. Kemungkinan Tuan Jesper terluka akibat pertempuran," lanjut Pengawal Tertinggi. "Bisa jadi Tuan Jesper sudah meninggal."

"Tidak! Dia pasti masih hidup," sanggah Raja cepat. "Jesper bukanlah orang yang lemah. Keahlian bertarungnya tidak kalah denganmu. Dia tidak akan mati dengan semudah itu."

"Maaf Yang Mulia. Tadi saya hanya berpendapat," ucap Pengawal Tertinggi dengan menyesal.

"Lagipula ada yang aneh. Sobekan di jubahnya ini masih terbilang rapi. Berbeda dengan sobekan akibat terkoyak." Raja mulai menganalisis. "Apa mungkin dia sengaja? Jesper sengaja kabur dan menghilangkan jejaknya."

"Tapi apakah mungkin? Mengapa Tuan Jesper melakukannya? Bukankah itu sebuah bentuk pengkhianatan?" Pengawal Tertinggi bertanya-tanya.

"Tidak ada yang tahu pasti apa yang sedang Jesper pikirkan. Kalau tidak salah aku sempat melihat dia sewaktu dalam perjalanan pulang tadi," papar Raja panjang lebar.

"Anda melihat Tuan Jesper di mana?" tanya Pengawal Tertinggi dengan terkejut.

"Aku melihat dia di pasar tradisional Romsdal. Tapi karena aku sedang terluka sehingga pandanganku agak kabur," cerita Raja. "Aku tidak begitu yakin jika itu Jesper."

Pengawal Tertinggi tidak berkata apapun. Dia terlihat berpikir keras. Kemudian, Raja kembali melanjutkan perkataannya.

"Pokoknya, aku percaya Jesper masih hidup namun berada di tempat yang entah ada di mana," lanjut Raja. "Sepertinya misi ini akan berlanjut untukmu."

"Maksud Yang Mulia?" Pengawal Tertinggi tidak mengerti.

"Kau dan Anak Buahmu akan terus mencari jejak Jesper sampai dia berhasil di temukan. Apapun yang kau temukan, apakah Jesper hidup atau mati." Raja menjelaskan maksudnya. "Selalu laporkan kepadaku apapun yang kalian temukan."

"Baik Yang Mulia. Kalau begitu, kami akan mulai bergerak besok pagi." Pengawal Tertinggi mengerti.

"Baiklah, kalau begitu beristirahatlah," kata Raja.

"Baik. Hamba undur diri. Semoga Yang Mulia segera sehat kembali," kata Pengawal Tertinggi seraya memohon pamit.

Raja hanya menjawab dengan sebuah anggukan kepala. Ia berpikir keras sepeninggal Pengawal Tertinggi tadi. Ia masih bingung dan harus menerka-nerka apa maksud dari semua itu. Mengapa Jesper berani pergi darinya? Sampai harus membelot darinya. 

"Apakah menyingkirkan monster itu begitu menyulitkanmu, Jesper? Sehingga kau lebih memilih pergi dariku ketimbang melakukannya," desah Raja frustasi. Namun pada akhirnya Raja tertidur karena lelah.

Keesokan harinya, Pengawal Tertinggi beserta kedua Anak Buahnya sudah bersiap. Mereka kali ini memakai pakaian santai tanpa zirah besi. Hanya berbalutkan jubah polos agar tidak terlalu menyita perhatian. Misi penting mereka dimulai lagi hari itu.

"Berhati-hatilah. Karena kita tidak tahu hal apa yang menanti kalian nantinya." Raja memberikan wejangan.

"Akan kami ingat nasihat dari Yang Mulia," ucap ketiga Pengawal itu secara serempak.

Kemudian ketiga Pengawal itu pergi meninggalkan Istana menggunakan kuda mereka. Mereka memacu kecepatan agar sampai di perbatasan tidak terlalu larut. Pada akhirnya mereka berhasil sampai di perbatasan ketika hari menjelang petang.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita tidak tahu harus mencari kemana," ujar salah seorang Pengawal bingung.

"Yang pasti titik petunjuk ada di sini. Kalau memang Tuan Jesper masih hidup, dia pasti sudah bergerak jauh atau menetap di suatu tempat." Pengawal Tertinggi menganalisis. "Dalam kondisi yang terluka, dia tidak akan mampu pergi jauh."

"Jadi maksud Tuan?"

"Lebih baik kita menuju ke Romsdallen. Berdasarkan cerita dari Yang Mulia, kemungkinan dia ada di sana." Pengawal Tertinggi memutuskan. "Kita akan bermalam di sini untuk sementara, dan akan bergerak lagi besok pagi."

                                     ***

Jesper tidak dapat beristirahat dengan tenang kemarin. Entah mengapa pertemuan mendadaknya dengan Raja Giovanni memberikannya sebuah mimpi buruk. Ia seolah seorang Penjahat yang tengah bersembunyi dari sebuah hukuman mati.

Jesper sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Apalagi ketika bayinya mendadak rewel hari itu. Seringkali ia terbangun dan menangis entah mengapa. Bahkan beberapa kali terdengar makian dari ruangan sebelah karena mereka terlalu berisik.

Semua itu membuat Jesper sangat frustasi. Ia merasa tidak mungkin hidup begitu terus. Ia tidak akan bisa menetap di suatu daerah dalam jangka waktu yang lama jika dirinya dalam pelarian.

Akhirnya pagi itu, ia memutuskan untuk meninggalkan penginapan. Penjaga penginapan terlihat terkejut namun raut senang terlihat kentara di wajahnya.

"Tuan benar-benar akan pergi?" tanya Penjaga penginapan lagi.

"Iya. Kau sudah lihat kan jika aku sudah membawa semua barang-barangku?" erang Jesper frustasi. "Kalau begitu aku menginginkan konpensasi."

"Apa? Tidak bisa. Karena kesepakatannya Tuan akan menginap di sini 3 malam. Jika Tuan membatalkan rencana, maka uang yang sudah kuterima tidak bisa kukembalikan," jelas Penjaga penginapan panjang lebar.

Jepser terlihat begitu marah. Ia sebetulnya ingin langsung mengacungkan pedangnya kepada Penjaga penginapan itu. Namun ia sadar hal itu akan membuat masalah baru baginya.

Tanpa banyak bicara, ia langsung pergi begitu saja dari penginapan itu. Ia membawa kudanya dengan berjalan kembali melintasi pasar tradisional yang ternyata sudah lumayan ramai pagi itu. 

Jesper merasa kebingungan. Apalagi ia tidak mungkin hidup di jalanan terus menerus dengan perbekalan yang seadanya. Apalagi dia membawa seorang bayi. Kemana dia harus pergi selanjutnya?

Karena pikiran Jesper yang sedang berkelana entah kemana, dia tidak sadar saat menabrak seorang wanita. Barang bawaan wanita itu sampai berhamburan.

"Ya ampun," keluh wanita itu. "Hey Tuan! Apa kau tidak melihat?"

"Maaf. Maafkan aku," ucap Jesper cepat. Ia membantu wanita itu membereskan barangnya. 

Tak lama perhatian wanita itu teralih begitu mendengar suara bayi di atas kuda. Dia lalu melihat Jepser dengan pandangan menuduh.

"Tuan, bayi siapa yang Anda bawa? Tidak mungkin kan itu bayimu?" wanita itu kini merasa curiga.

"Sudahlah. Semakin lama aku seperti orang jahat di matamu," gerutu Jesper malas. "Kalau begitu sampai jumpa."

Jesper cepat-cepat melanjutkan perjalanannya begitu saja tanpa menunggu jawaban dari wanita tadi. Namun cepat-cepat wanita itu mengejarnya. 

"Tuan. Maafkan ketidaksopananku," kata wanita itu pada akhirnya. "Sepertinya Tuan bukanlah penduduk Romsdallen."

Jesper masih menatap lurus ke depan. Tidak menghiraukan ucapan wanita itu. Wanita itu terlihat tidak menyerah. Ia terus menerus mengajak Jesper bicara.

"Sebagai ungkapan maafku, bagaimana jika Tuan singgah di rumahku? Kebetulan aku mempunyai susu hangat untuk bayimu." Wanita itu menawarkan diri.

Jesper kemudian berhenti berjalan. Itu merupakan tawaran yang bagus. Namun rasanya tidak baik jika dia terlalu cepat percaya dengan orang asing.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status