Siang hari yang terik, seperti biasa pande besi milik Mpu Geger selalu riuh oleh pukulan palu dan besi. Hantaman besi yang memekakkan telinga menjadi hal yang sudah biasa dan sahabat sehari-hari bagi keluarga Mpu Geger, tak terkecuali Utari. Gadis itu diam-diam memperhatikan para pemande besi yang sedang bekerja. Sahut menyahut antar pemande seketika berubah menjadi harmoni yang indah ketika ia menatap Damar di seberang sana. Bak menyaksikan pertunjukan gamelan, dan Damarlah penabuh favoritnya. Utari adalah putri Mpu Geger, sudah sejak lama ia menaruh hati pada Damar. Sayangnya gadis manis itu tak berani menunjukkan perasannya, ia hanya bisa mencintai Damar dalam diam.
Damar tak menyadari saat Utari diam-diam memperhatikannya. Pikirannya belum juga waras. Setelah bertemu dengan Putri Sekar Ayu, Damar masih belum terbangun dari mimpinya. Wajah cantik Putri Sekar Ayu selalu muncul dan menari-nari di fikirannya. Suara lembut, senyum manis dan gemulai selendang hijaunya tak berhenti mempermainkan alam bawah sadarnya. Hingga akhirnya tanpa sengaja, bukannya besi malah jarinya sendiri yang ia hantam dengan palu. Damar meringis kesakitan. Utari yang sedari tadi memperhatikan dari jauh seketika berlari menghampiri Damar dengan penuh kekhawatiran. Hatinya teriris saat melihat pria pujaannya itu kesakitan.
"Kakang tanganmu terluka. Tunggulah sebentar kuambilkan obat."
"Tak perlu, Utari."
Utari segera berlari ke dalam rumahnya tanpa memperdulikan perkataan Damar. Secepat mungkin ia harus mengambil perban agar Damar tak harus berlama-lama merasakan sakit. Beberapa saat kemudian, Utari kembali dengan ramuan dan perban di tangannya. Ia merawat luka Damar dengan sangat hati-hati. Ia tak mau membuat Damar lebih merasakan sakit jika sampai ceroboh dalam merawat luka itu. Tanpa terasa tiba-tiba Utari meneteskan air matanya sembari merawat luka Damar.
"Kenapa, Utari ?" tanya Damar khawatir.
"Bagaimana bisa kau terluka seperti ini, Kakang ?"
"Aku tak apa-apa. Ini hanya luka kecil," jawab Damar sambil menyeka air mata di pipi Utari.
"Kau harus lebih berhati-hati."
"Iya aku akan lebih berhati-hati. Masuklah, di sini berbahaya untukmu."
Utari mengangguk lalu pergi meninggalkan Damar yang telah ia obati.
Diam-diam Mpu Geger memperhatikan Utari. Dari kejadian itu Mpu Geger dapat melihat cinta di mata putrinya untuk Damar. Sebenarnya tak masalah jika Utari mencintai Damar. Mpu Geger malah senang karena Damar pemuda yang baik dan pekerja keras. Ia tak akan khawatir untuk menyerahkan putri kesayangannya pada pemuda itu. Masalahnya, putrinya itu sangat tertutup. Utari tak akan mau mengakui perasaannya jika Mpu Geger bertanya langsung padanya. Mpu Geger ingin mewujudkan impian Utari sebagai bentuk kasih sayangnya pada putrinya itu. Mpu Geger ingin melihat putrinya hidup bahagia bersama orang yang ia cintai.
Beberapa hari kemudian,
Damar baru saja pulang dari berburu bersama Parwan. Ia sedikit terkejut karena di rumahnya ada Mpu Geger sedang berbincang dengan ayahnya. Dari tatap mata kedua orang tua itu nampaknya mereka telah menunggu kedatangannya. Entah apa yang terjadi sampai Mpu Geger rela jauh-jauh mendatangi rumahnya seperti itu. Damar khawatir kalau ia telah membuat kesalahan dalam membuat pedang. Bahan baku untuk membuat satu pedang harganya lumayan mahal, jika ia melakukan kesalahan dalam pembuatannya maka pedang itu tak akan ada gunanya lagi karena orang-orang kerajaan biasanya sangat teliti dalam pemilihan kualitas pedang yang mereka pesan.
"Apakah ada pesanan yang mendesak dari istana, Mpu ?" tanya Damar.
"Ahh, bukan. Begini Damar, kami baru saja membicarakan rencana pernikahanmu dengan putriku, Utari."
Damar langsung terhenyat. Betapa terkejutnya ia saat mendengar rencana pernikahan yang datang secara tiba-tiba itu, bahkan tanpa membicarakannya terlebih dahulu dengannya. Damar hanya diam mematung menatap wajah Mpu Geger dan juga ayahnya. Ki Suro, ayah Damar memintanya untuk duduk terlebih dahulu setelah melihat perubahan raut wajah Damar yang tampak begitu terkejut setelah mendengar kabar itu.
"Duduklah dulu, Damar. Aku tahu kau pasti terkejut," kata Mpu Geger.
"Mpu Geger datang dengan niat baik, anakku. Bagaimana menurutmu ?" tanya Ki Suro.
"Aku, aku ...." Damar tak bisa berkata-kata. Bagaimana bisa ia menikahi Utari. Selama ini ia hanya menganggap Utari sebagai adik. Damar memang menyayangi Utari, namun hanya sebatas rasa sayang seorang kakak pada adik perempuannya.
Sebenarnya Damar telah mengetahui perasaan Utari padanya, namun ia menganggap itu hanyalah cinta sesaat, nanti seiring berjalannya waktu Utari dapat melupakan perasaannya itu. Damar tak menyangka jika ternyata sampai akan sejauh ini, sampai ada rencana pernikahan pula. Kini ia bingung harus memikirkan bagaimana cara menolak rencana itu. Mpu Geger begitu baik pada keluarganya, menolaknya sama saja dengan menghinanya.
"Tak perlu kau jawab sekarang. Utari pun belum mengetahui rencana ini. Jika kau setuju, datanglah ke rumah bersama bopomu untuk melamarnya."
"Baik Mpu, akan saya bicarakan dulu dengan bopo," jawab Damar sebelum Mpu Geger pamit pulang.
"Ada apa anakku ?" tanya Ki Suro saat melihat putranya mulai murung semenjak Mpu Geger meninggalkan rumah mereka.
"Aku tak tahu harus bagaimana, Bopo."
"Utari gadis yang baik. Apa yang membuatmu ragu ?"
"Aku takut tak bisa membahagiakannya, Bopo."
"Buang jauh-jauh ketakutanmu. Seharusnya kau bersyukur berjodoh dengan salah satu putri Mpu Geger."
"Iya, Bopo. Beri aku waktu."
"Baiklah pikirkan baik-baik."
Damar benar-benar dilema. Mustahil rasanya jika harus menerima orang baru saat hatinya telah terisi oleh orang lain. Entahlah, mengapa sedikit pun tak ada cinta untuk gadis itu. Padahal Utari adalah gadis yang cantik dan baik. Damar hanya takut nanti Utari tak bahagia hidup dengan suami yang tak pernah mencintainya. Namun menolaknya juga bukan pilihan yang tepat, Utari tetap akan terluka. Jadi menerima ataupun menolak, dua-duanya hanya akan menyakiti hati Utari entah hari ini atau pun esok. Bagai buah simalakama semua keputusan yang akan ia ambil tak akan bisa membuat dirinya dan semua orang bahagia. Damar benar-benar tak tahu lagi harus beebuat apa. Jika sudah seperti itu, rasanya ia ingin menghilang saja agar semua kecemasannya ikut hilang bersamanya.Lain halnya dengar Damar, Utari merasa sangat bahagia mendengar rencana pernikahan itu. Ia sangat berterimakasih pada ayahnya yang telah mewujudkan mimpinya sedari dulu yaitu bisa hidup bahagia bersama Damar, pemuda yang sanga
Putri Sekar Ayu sedang berlatih pedang bersama beberapa prajurit pilihan di halaman belakang istananya. Semakin hari kemampuan bela diri dan ilmu pedang yang ia kuasai semakin mumpuni. Gerak tangan dan kaki lincahnya membuat para prajurit kuwalahan menghadapinya. Gemulai indah gerakannya saat mengayunkan pedang membuat lawan-lawannya kehilangan fokus. Saat mereka lengah, saat itulah putri langsung melumpuhkan mereka dengan mudah.Putri Sekar Ayu memang berbeda. Jika para putri kerajaan biasanya lebih suka menghabisakan waktu di keputren, melakukan aktifitas sebagaimana seorang putri pada umumnya, maka Putri Sekar Ayu lebih tertarik dengan pedang, berkuda atau memanah. Itu bukan berarti ia tak bisa melakukan tugas-tugas sebagai seorang putri, ia tetap melakukannya namun ia menginginkan sesuatu yang lebih dan ingin terlihat berbeda dari putri-putri lain di istana."Prajurit pilihan ? kemampuan kalian tak ada seujung jariku," kata Putri Sekar Ayu pada salah sa
Suara gamelan terdengar dari rumah Mpu Geger. Hari bahagia yang dinanti-nantikan telah tiba. Beberapa waga desa berjalan beriringan menuju tempat hajatan, sementara itu Mpu Geger sebagai tuan rumah telah menyambut kedatangan mereka dengan jamuan dan pertunjukan tari yang ia datangkan langsung dari Blambangan. Pesta itu tergolong mewah jika dibandingkan dengan pernikahan yang pernah digelar oleh warga desa lainnya. Sebagai orang terpandang di desanya, tentu Mpu Geger tak akan mengadakan pesta yang biasa-biasa saja. Apalagi ini adalah pernikahan Utari, putri bungsu kesayangannya.Damar dan Utari tampak sibuk menyalami tamu yang datang. Utari terlihat cantik dalam balutan busana indah hasil rancangannya sendiri. Semua orang tahu kemampuan Utari dalam membatik, maka ia ingin membuat dirinya istimewa dalam pernikahannya ini lewat karya yang ia buat sendiri. Selendang berwarna hijau semakin menambah sempurna penampilannya di hari bahagia itu. Akhirnya ia dapat merasakan bagaimana r
Di alun-alun kuta raja sedang diadakan pesta rakyat untuk menyambut masa panen tiba. Biasanya tempat itu akan ramai oleh warga dari seluruh penjuru negeri untuk menyaksikan hiburan atau sekedar untuk berjalan-jalan saja. Sebagai pengantin baru Utari ingin sekali datang ke sana bersama Damar. Selain untuk jalan-jalan, Utari juga ingin pamer kemesraan pada para gadis di desanya yang selama ini menggandrungi Damar, ia ingin menunjukkan pada mereka bahwa sekarang Damar adalah miliknya, mereka tak bisa lagi menggoda suaminya seperti yang mereka lakukan dulu sebelum Damar menikahinya.Untuk menyenangkan hati istrinya, sore itu Damar mengiyakan ajakan Utari. Mereka pergi dengan menunggangi kuda, Utari duduk di belakang sementara Damar di depan memegang kendali. Sepanjang jalan Utari tak sedikit pun melepaskan kedua lengannya dari tubuh Damar. Para gadis yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa menatap iri sambil sesekali berbisik membicarakan kemesraan mereka berdua. Walau
"Putri ..." Pangeran Respati segera berlari untuk menyelamatkan putri. Ia merasa sangat bersalah karena telah meninggalkan putri seorang diri. Jika sampai terjadi sesuatu pada putri, ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat ia melihat seorang pria berhasil menghalau dahan pohon itu. Akhirnya Pangeran Respati bisa sedikit bernafas lega saat melihat putri baik-baik saja.Putri membuka matanya. Sementara itu di hadapannya seorang pria sedang berdiri mengerahkan seluruh tenaganya menghalau batang pohon agar tak sampai menyentuh kulit putri. Putri masih belum bisa berkata-kata, untuk beberapa saat ia hanya terpaku memandangi pria yang berdiri di hadapannya itu. Tak disangka tatapan mata pria itu mampu membuat jantung putri berdebar."Kau ... Gelang ... Candi," kata putri sambil berusaha mengingat wajah pria itu di antara dedaunan yang jatuh berguguran. Damar sedikit terkejut, ia tak menyangka ternyata putri masih mengingat pertemu
Siang hari yang cukup terik, Mpu Geger meminta Parwan untuk memandikan kuda miliknya di sungai. Sungai itu lumayan jauh namun Parwan begitu bersemangat mengemban tugas itu. Selain tempatnya sejuk jika beruntung ia juga akan bertemu dengan bidadari-bidadari sungai yang sedang beraktifitas di sana, mandi atau mencuci pakaian. Karena tak kunjung kembali, Damar meminta ijin Mpu Geger untuk menyusulnya, ia khawatir kalau-kalau sahabatnya itu diculik oleh bidadari penghuni sungai. Mpu Geger hanya tertawa, ia mengerti apa maksud Damar, lalu mempersilahkan menantunya itu untuk segera menjemput Parwan di sungai. Damar tahu Parwan pasti baik-baik saja, ia hanya ingin keluar sebentar karena setelah menikah dengan Utari ia jarang menghabiskan waktu di luar seperti dulu.Damar menghampiri Parwan diam-diam. Saat itu Parwan sedang menebar pesona pada gadis-gadis yang sedang mencuci pakaian di seberang sana. Damar melempar air dengan beberapa batu sehingga cipratannya membasahi pakaian
Putri diam-diam menunggangi kudanya keluar istana menyamar menjadi rakyat biasa. Ia mengambil kesempatan ini selagi ratu masih belum sehat. Jika ketahuan setidaknya ibundanya itu tak akan memarahinya karena ia sedang sakit. Itu sudah biasa ia lakukan namun kali ini berbeda, ada satu hal yang tak bisa dijelaskan dengan akal, bisa dibilang itu panggilan hati. Daripada terus menerus tak bisa tidur, lebih baik ia mengikuti kata hatinya."Permisi, Ki. Apa benar ini jalan menuju rumah Mpu Geger ?" tanya putri pada seorang pencari rumput yang kebetulan berpapasan dengannya."Betul. Rumahnya ada di ujung jalan sana, Nyai," jawab lelaki tua itu yang tak lain adalah Ki Suro, ayah Damar."Baiklah. Terimakasih banyak, Ki."Putri segera melanjutkan perjalanannya. Sementara Ki Suro masih terus memperhatikan putri dari kejauhan. Perasaannya sedikit terganggu setelah bertemu dengan putri. Memang ia tak bisa mengenali wajah putri di balik cadarnya, namun pria tua itu memi
"Kau baik-baik saja ?" kata Damar masih sambil menopang tubuh putri dengan kedua tangannya.Jantung putri seolah berhenti berdetak, ia pandangi wajah pria yang sedang mendekap tubuhnya itu. Untuk sesaat ia kehilangan fokus karena saking terkejutnya Damar tiba-tiba berdiri di hadapannya, hingga akhirnya ia tersadar saat para perampok mulai menyerang mereka berdua. Damar dan putri bekerja sama melawan para perampok itu. Keduanya terlihat kompak walau mereka belum pernah berlatih bersama sebelumnya. Dengan ilmu bela diri yang Damar miliki serta keahlian pedang yang putri kuasai akhirnya para perampok itu berhasil dibuat lari tunggang langgang. Lagi-lagi Damar berhasil menyelamatkan hidup putri dari mara bahaya."Kaki Nyai ..." Damar menatap khawatir."Ah, kakiku sedikit terkilir tadi.""Duduklah, aku akan membantu mengobati kaki Nyai."Putri duduk di sebuah batu, sementara Damar mengurut kakinya yang terkilir. Dari balik cadarnya, putri memperhatikan