Damar benar-benar dilema. Mustahil rasanya jika harus menerima orang baru saat hatinya telah terisi oleh orang lain. Entahlah, mengapa sedikit pun tak ada cinta untuk gadis itu. Padahal Utari adalah gadis yang cantik dan baik. Damar hanya takut nanti Utari tak bahagia hidup dengan suami yang tak pernah mencintainya. Namun menolaknya juga bukan pilihan yang tepat, Utari tetap akan terluka. Jadi menerima ataupun menolak, dua-duanya hanya akan menyakiti hati Utari entah hari ini atau pun esok. Bagai buah simalakama semua keputusan yang akan ia ambil tak akan bisa membuat dirinya dan semua orang bahagia. Damar benar-benar tak tahu lagi harus beebuat apa. Jika sudah seperti itu, rasanya ia ingin menghilang saja agar semua kecemasannya ikut hilang bersamanya.
Lain halnya dengar Damar, Utari merasa sangat bahagia mendengar rencana pernikahan itu. Ia sangat berterimakasih pada ayahnya yang telah mewujudkan mimpinya sedari dulu yaitu bisa hidup bahagia bersama Damar, pemuda yang sangat ia cintai. Siang itu Utari meminta Damar menemuinya di pondok bambu dekat sungai tempat dimana ia sering menghabiskan waktu sambil melakukan kegemarannya membatik.
"Ada apa, Utari, kau memanggilku kemari ?"
"Pangeranmu sudah datang, Utari. Ayo pergi, dari pada jadi nyamuk di sini," ledek teman-teman Utari. Ia hanya tersipu malu.
Setelah Damar datang, mereka segera menghentikan seluruh kegiatannya lalu bergegas pergi meninggalkan Damar dan Utari berdua saja.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Utari ?"
"Pernikahan kita."
"Utari, apa, apa kau benar mencintaiku ?" tanya Damar ragu-ragu. Dalam hati ia berharap Utari akan mengatakan tidak, namun ...
"Aku sangat mencintaimu," jawab Utari yakin sambil tersenyum lebar di depan Damar.
"Kakang mencintaiku juga kan ?" kata Utari lagi.
"Tidak Utari, cintaku untuk orang lain," jawab Damar dalam hati namun tak sampai hati untuk mengungkapkannya pada Utari.
"Kakang, kau mencintaiku kan ?" tanya Utari lagi memastikan.
"I, iya," jawab Damar tak yakin. Bahkan ia tak mampu menatap wajah Utari saat mengatakannya. Bagaimana bisa tiba-tiba ia mengiyakan pernikahan itu, padahal sebelumnya ia telah menyusun banyak kata-kata penolakan secara halus agar tak sampai melukai hati Utari. Namun saat melihat senyum bahagia Utari, Damar jadi tak tega mengatakannya. Damar hanya bisa pasrah dengan takdirnya.
"Terimakasih, Kakang. Aku bahagia sekali. Aku berjanji akan menjadi istri yang baik untukmu." Utari memeluk Damar dengan bahagia.
Beberapa hari sebelum acara pernikahan berlangsung,
Utari tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa tampil sempurna di hari bahagianya nanti. Sementara itu Damar masih sibuk mengerjakan pesanan pedang seperti biasa. Beberapa kali pukulah palu itu terdengar sangat keras. Orang lain akan menganggap itu sebagai sebuah kerja keras, namun Parwan tahu itu adalah pukulan kemarahan dan keputusasaan. Parwan paham betul bagaimana perasaan sahabatnya itu namun ia pun tak dapat berbuat apa-apa.
"Hentikan, Mar," kata Parwan sambil menghalau tangan Damar, memintanya untuk berhenti memukul besi.
"Singkirkan tanganmu, aku harus segera menyelesaikannya," jawab Damar dingin tak seperti biasanya.
"Kenapa kau memaksakan diri ?"
"Diamlah. Aku sedang tak ingin berdebat denganmu."
"Katakan sejujurnya pada Utari sebelum semuanya terlambat."
"Andai aku bisa," kata Damar masih sambil memalingkan wajahnya dari Parwan, sementara tangannya masih sibuk memukul pedang.
"Mar, kau hanya akan menyakitinya."
"Menyakiti siapa ?" Utari tiba-tiba muncul dari arah belakang mereka. Parwan jadi gelagapan dibuatnya.
"Ini ... Damar, kalau terlalu keras memukul akan menyakiti tangannya," kilah Parwan.
"Kakang kenapa kau masih bekerja ? pernikahan kita sudah semakin dekat."
"Pedang-pedang ini harus segera dikirim ke istana, Utari."
"Pergilah bersama Utari, temani ia memilih beberapa perhiasan," timpal Mpu Geger yang juga tiba-tiba muncul dari arah lain.
"Baik, Mpu." Melihat kedatangan Mpu Geger, Damar akhirnya melunak. Ia tinggalkan pekerjaannya demi menemani Utari memilih perhiasan yang akan ia kenakan di hari pernikahan mereka nanti. Ia tak bisa berbuat banyak kecuali menuruti permintaan Mpu Geger. Damar pergi menemui tukang perhiasan yang secara khusus didatangkan Mpu Geger ke rumahnya.
"Apa ini bagus untukku ?" tanya Utari sambil menunjukkan sebuah kalung emas di lehernya pada Damar.
"Semuanya cantik saat kau yang memakainya," jawab Damar.
Utari sangat tersanjung, padahal Damar berkata demikian agar Utari dapat segera menentukan pilihannya. Ia mulai bosan melihat Utari yang tak kunjung usai memilih perhiasan. Semua perhiasan di tangan Utari terlihat bagus, namun gadis itu tetap saja tak merasa puas. Damar benar-benar bosan, namun ia harus tetap bersabar sampai Utari benar-benar menemukan perhiasan yang ia inginkan. Kalau bisa berteriak, mungkin ia akan berteriak dengan kencang untuk sedikit melegakan sesak di dadanya akibat tercekik oleh keadaan ini.
Putri Sekar Ayu sedang berlatih pedang bersama beberapa prajurit pilihan di halaman belakang istananya. Semakin hari kemampuan bela diri dan ilmu pedang yang ia kuasai semakin mumpuni. Gerak tangan dan kaki lincahnya membuat para prajurit kuwalahan menghadapinya. Gemulai indah gerakannya saat mengayunkan pedang membuat lawan-lawannya kehilangan fokus. Saat mereka lengah, saat itulah putri langsung melumpuhkan mereka dengan mudah.Putri Sekar Ayu memang berbeda. Jika para putri kerajaan biasanya lebih suka menghabisakan waktu di keputren, melakukan aktifitas sebagaimana seorang putri pada umumnya, maka Putri Sekar Ayu lebih tertarik dengan pedang, berkuda atau memanah. Itu bukan berarti ia tak bisa melakukan tugas-tugas sebagai seorang putri, ia tetap melakukannya namun ia menginginkan sesuatu yang lebih dan ingin terlihat berbeda dari putri-putri lain di istana."Prajurit pilihan ? kemampuan kalian tak ada seujung jariku," kata Putri Sekar Ayu pada salah sa
Suara gamelan terdengar dari rumah Mpu Geger. Hari bahagia yang dinanti-nantikan telah tiba. Beberapa waga desa berjalan beriringan menuju tempat hajatan, sementara itu Mpu Geger sebagai tuan rumah telah menyambut kedatangan mereka dengan jamuan dan pertunjukan tari yang ia datangkan langsung dari Blambangan. Pesta itu tergolong mewah jika dibandingkan dengan pernikahan yang pernah digelar oleh warga desa lainnya. Sebagai orang terpandang di desanya, tentu Mpu Geger tak akan mengadakan pesta yang biasa-biasa saja. Apalagi ini adalah pernikahan Utari, putri bungsu kesayangannya.Damar dan Utari tampak sibuk menyalami tamu yang datang. Utari terlihat cantik dalam balutan busana indah hasil rancangannya sendiri. Semua orang tahu kemampuan Utari dalam membatik, maka ia ingin membuat dirinya istimewa dalam pernikahannya ini lewat karya yang ia buat sendiri. Selendang berwarna hijau semakin menambah sempurna penampilannya di hari bahagia itu. Akhirnya ia dapat merasakan bagaimana r
Di alun-alun kuta raja sedang diadakan pesta rakyat untuk menyambut masa panen tiba. Biasanya tempat itu akan ramai oleh warga dari seluruh penjuru negeri untuk menyaksikan hiburan atau sekedar untuk berjalan-jalan saja. Sebagai pengantin baru Utari ingin sekali datang ke sana bersama Damar. Selain untuk jalan-jalan, Utari juga ingin pamer kemesraan pada para gadis di desanya yang selama ini menggandrungi Damar, ia ingin menunjukkan pada mereka bahwa sekarang Damar adalah miliknya, mereka tak bisa lagi menggoda suaminya seperti yang mereka lakukan dulu sebelum Damar menikahinya.Untuk menyenangkan hati istrinya, sore itu Damar mengiyakan ajakan Utari. Mereka pergi dengan menunggangi kuda, Utari duduk di belakang sementara Damar di depan memegang kendali. Sepanjang jalan Utari tak sedikit pun melepaskan kedua lengannya dari tubuh Damar. Para gadis yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa menatap iri sambil sesekali berbisik membicarakan kemesraan mereka berdua. Walau
"Putri ..." Pangeran Respati segera berlari untuk menyelamatkan putri. Ia merasa sangat bersalah karena telah meninggalkan putri seorang diri. Jika sampai terjadi sesuatu pada putri, ia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat ia melihat seorang pria berhasil menghalau dahan pohon itu. Akhirnya Pangeran Respati bisa sedikit bernafas lega saat melihat putri baik-baik saja.Putri membuka matanya. Sementara itu di hadapannya seorang pria sedang berdiri mengerahkan seluruh tenaganya menghalau batang pohon agar tak sampai menyentuh kulit putri. Putri masih belum bisa berkata-kata, untuk beberapa saat ia hanya terpaku memandangi pria yang berdiri di hadapannya itu. Tak disangka tatapan mata pria itu mampu membuat jantung putri berdebar."Kau ... Gelang ... Candi," kata putri sambil berusaha mengingat wajah pria itu di antara dedaunan yang jatuh berguguran. Damar sedikit terkejut, ia tak menyangka ternyata putri masih mengingat pertemu
Siang hari yang cukup terik, Mpu Geger meminta Parwan untuk memandikan kuda miliknya di sungai. Sungai itu lumayan jauh namun Parwan begitu bersemangat mengemban tugas itu. Selain tempatnya sejuk jika beruntung ia juga akan bertemu dengan bidadari-bidadari sungai yang sedang beraktifitas di sana, mandi atau mencuci pakaian. Karena tak kunjung kembali, Damar meminta ijin Mpu Geger untuk menyusulnya, ia khawatir kalau-kalau sahabatnya itu diculik oleh bidadari penghuni sungai. Mpu Geger hanya tertawa, ia mengerti apa maksud Damar, lalu mempersilahkan menantunya itu untuk segera menjemput Parwan di sungai. Damar tahu Parwan pasti baik-baik saja, ia hanya ingin keluar sebentar karena setelah menikah dengan Utari ia jarang menghabiskan waktu di luar seperti dulu.Damar menghampiri Parwan diam-diam. Saat itu Parwan sedang menebar pesona pada gadis-gadis yang sedang mencuci pakaian di seberang sana. Damar melempar air dengan beberapa batu sehingga cipratannya membasahi pakaian
Putri diam-diam menunggangi kudanya keluar istana menyamar menjadi rakyat biasa. Ia mengambil kesempatan ini selagi ratu masih belum sehat. Jika ketahuan setidaknya ibundanya itu tak akan memarahinya karena ia sedang sakit. Itu sudah biasa ia lakukan namun kali ini berbeda, ada satu hal yang tak bisa dijelaskan dengan akal, bisa dibilang itu panggilan hati. Daripada terus menerus tak bisa tidur, lebih baik ia mengikuti kata hatinya."Permisi, Ki. Apa benar ini jalan menuju rumah Mpu Geger ?" tanya putri pada seorang pencari rumput yang kebetulan berpapasan dengannya."Betul. Rumahnya ada di ujung jalan sana, Nyai," jawab lelaki tua itu yang tak lain adalah Ki Suro, ayah Damar."Baiklah. Terimakasih banyak, Ki."Putri segera melanjutkan perjalanannya. Sementara Ki Suro masih terus memperhatikan putri dari kejauhan. Perasaannya sedikit terganggu setelah bertemu dengan putri. Memang ia tak bisa mengenali wajah putri di balik cadarnya, namun pria tua itu memi
"Kau baik-baik saja ?" kata Damar masih sambil menopang tubuh putri dengan kedua tangannya.Jantung putri seolah berhenti berdetak, ia pandangi wajah pria yang sedang mendekap tubuhnya itu. Untuk sesaat ia kehilangan fokus karena saking terkejutnya Damar tiba-tiba berdiri di hadapannya, hingga akhirnya ia tersadar saat para perampok mulai menyerang mereka berdua. Damar dan putri bekerja sama melawan para perampok itu. Keduanya terlihat kompak walau mereka belum pernah berlatih bersama sebelumnya. Dengan ilmu bela diri yang Damar miliki serta keahlian pedang yang putri kuasai akhirnya para perampok itu berhasil dibuat lari tunggang langgang. Lagi-lagi Damar berhasil menyelamatkan hidup putri dari mara bahaya."Kaki Nyai ..." Damar menatap khawatir."Ah, kakiku sedikit terkilir tadi.""Duduklah, aku akan membantu mengobati kaki Nyai."Putri duduk di sebuah batu, sementara Damar mengurut kakinya yang terkilir. Dari balik cadarnya, putri memperhatikan
Ibu Suri Suhini berbincang dengan Pangeran Wiguna, putra pertama Raja Widharma di ruangan pribadinya. Mereka membahas masa depan Kerajaan Welirang serta penobatan Putri Sekar Ayu sebagai ratu yang tak lama lagi akan segera dilaksanakan. Pangeran Wiguna merasa khawatir jika Kerajaan Welirang dipimpin oleh seorang wanita akan terjadi banyak pemberontakan karena menganggap lemah ratu yang berkuasa. Ibu suri yang mulai terhasut akhirnya menyetujui rencana Pangeran Wiguna untuk mengumpulkan suara dari para raja dan adipati di bawah kekuasaan Kerajaan Welirang untuk bersatu menolak penobatan Putri Sekar Ayu dengan dalih menjaga kejayaan kerajaan.Setelah Pangeran Wiguna keluar dari kediaman ibu suri, kini giliran Senopati Ageng yang menghadap. Ibu suri marah besar karena Senopati Ageng tak mengindahkan larangannya untuk tidak lagi mengajarkan ilmu pedang pada Putri Sekar Ayu."Ampun Gusti, Gusti Putri Sekar Ayu adalah calon ratu Kerajaan Welirang. Bukankah seoran