Mata biru seindah langit di siang hari milik Lumiere itu membulat sempurna. Terkejut dengan apa yang baru saja terjadi setelah Peter mengatakan hal tersebut.
Ia tidak menyadari ketika jarak di antara wajah mereka semakin terkikis, Lumiere disibukkan dengan pikirannya sendiri untuk menyembunyikan rona merah di kedua pipi. Hingga ia tidak menyadari jika Peter mengikiskan jarak di antara wajah mereka, kemudian menyatukan kedua bibir mereka dan membawa Lumiere ke dalam sebuah ciuman penuh kelembutan. Lumiere dapat merasakan kehangatan yang membuat tubuhnya dibanjiri perasaan asing, terasa menggebu-gebu yang perlahan mengaburkan akal sehat.
Peter melumat bibir Lumiere dengan penuh kelembutan namun terasa intim, bergerak lembut menginvasi bagaikan seseorang yang sudah ahli melakukannya. Pergerakannya halus, tidak menggebu dan tanpa tersirat sebuah gairah bernamakan nafsu untuk bercinta. Keduanya larut dalam ciuman lembut yang memabukkan tersebut. Bahkan samp
Peter rasanya ingin mengumpati sesosok pria jangkung yang berstatus kakak sekaligus kepala Keluarga Spade tersebut. Di saat ia sedang dibingungkan dengan kasus kematian Charlotte Wilhemia, Oscar justru memanggil dirinya untuk bertemu. Pria yang lebih tua lima tahun darinya tersebut mengatakan, ada suatu hal yang ingin ia bicarakan sebagai seorang pekerja pemerintahan dan detektif konsultan.Namun, jika dilihat dari berita yang tersebar di surat kabar, Peter sudah bisa menebak apa yang ingin kakaknya tersebut bicarakan dengannya. Sampai-sampai menyatakan bahwa pembicaraan mereka sebagai orang asing. Bukan sebagai keluarga.“Terkadang media massa itu menyeramkan,” gumam Peter seraya melayangkan pandangannya ke luar jendela kereta kuda yang sedang ia naiki tersebut, “Charlotte Wilhemia hanyalah seorang bangsawan baru, gelarnya saja ia beli setelah mampu untuk membelinya. Mana mungkin Bangsawan Kriminal membunuhnya. Bahkan, catatan kejaha
Mata biru jernih, sejernih langit biru di siang hari, milik Lumiere memandang jauh ke horizon di atas sana. Pandangan matanya terlihat kosong, seolah-olah pikirannya sedang melayang jauh hingga ke dimensi lain. Atau justru karena pikirannya bercabang, hingga membuatnya tampak seperti sedang melamun.Namun, pikirannya tidak kosong.Gadis itu kemudian menurunkan pandangannya, menatap hamparan air Sungai Thames yang kecokelatan dan terlihat tenang. Pukul dua siang. Waktu yang cukup bagus untuk berkunjung di tempat terbuka seperti taman yang menghadap langsung ke sungai yang membelah kota London tersebut.“Di sinilah kamu berakhir ... ya?” gumam Lumiere melembutkan tatapan matanya dan tersenyum tipis. Ekspresi wajahnya menyendu, merefleksikan sebuah gagasan yang menyayangkan kematian Charlotte Wilhemia. “Yard langsung menutup kasusmu tiga hari setelah jenazahmu ditemukan. Itu ... tidak adil, bukan?”Embusan an
Michelle mengerang. Dapat ia rasakan seluruh tubhnya terasa nyeri dan mati rasa. Jantungnya pun terasa berdetak lemah. Wanita itu merasa tidak berdaya sekarang. Telinganya telah bisa mendengar suara-suara di sekitar, walaupun masih terdengar samar. Namun, matanya enggan terbuka. Seolah-olah seseorang memberikan lem di kelopak matanya.Suara-suara berisik itu semakin terdengar jelas. Begitu juga dengan matanya yang perlahan terbuka. Pandangannya masih memburam, namun ia dapat melihat siluet sebuah adegan seseorang yang melakukan tindak penganiayaan terhadap seseorang.Michelle membulatkan matanya ketika semua indra di tubuhnya kembali berfungsi dengan baik. Wanita itu hendak beranjak dari duduknya, namun kembali terduduk dan menyadari jika tangannya terikat di belakang kursi ini. Michelle juga berteriak panik, namun suaranya teredam oleh sebuah lakban hitam. Teriakannya hanya terdengar sebagai gumaman tidak jelas oleh seseorang. Kepanikan benar-benar te
“Lumie.”Lumiere yang baru saja membuka pintu ruang bersantai tersebut lantas mendongak, ketika suara sang kakak terdengar, memanggil namanya. Mendapati sang kakak yang terlihat segar sehabis mandi, tengah duduk santai di sofa single sambil melipat tangan.“Duke Spade menanyakanku, kapan aku dan kedua adikku bisa makan malam bersama dengan keluarganya.” Lucius kemudian mengarahkan pandangannya pada sang adik yang sedang mendekat, “Apa yang terjadi di antara kamu dan Peter?”Mata Lumiere berkedip tiga kali, terkejut dengan pertanyaan kakaknya tersebut, “A-apa? Ah ... Tuan Muda Spade melamarku.”“Apa!?”Bukan Lucius yang terkejut, justru Lucian dan Reynox lah yang terkejut. Reynox bahkan sampai berdiri dari duduknya, karena saking terkejutnya ia dengan jawaban tersebut.“P-Peter ... benar-benar melamar kakak?” tanya Lucian dengan ekspresi wajah te
Sebuah kereta kuda berlambangkan Keluarga Wysteria, tampak berhenti di pintu masuk Taman Clington yang akan diresmikan hari ini. Pintu kereta kuda tersebut terbuka, menampilkan Lucius dan juga Lumiere yang hendak menghadiri acara peresmian taman yang dibuka untuk umum tersebut.Kedunya sama-sama memandang terkejut. Apa yang ada di hadapan mereka, benar-benar terlihat berbeda dari terakhir kali mereka melihatnya.“Wah, aku terkejut,” ujar Lucius tersenyum miring, “Tadinya ini adalah North Cross Park yang telah hancur karena perang saudara beberapa tahun silam.”“Benar, Kak.” Lumiere membiarkan semilir angin berembus sejuk melewatinya. “Dapat mengubah tempat mengerikan dan kotor, menjadi taman yang cantik dan ramah untuk penyandang disabilitas, merupakan prestasi Pak Harrison.”Lucius mengangguk, “Dan sekarang ... akan di adakan upacara peresmiannya.”“Ya.”
Sejak menerima map tersebut, Arnold dilanda kegelisahan hebat hingga membuatnya tidak bisa tidur. Bahkan pagi ini pun, ia melewatkan sarapan dengan begitu saja karena bangun kesiangan.Diliriknya map tersebut yang tergeletak tak berdaya di atas meja. Jari-jari tangannya yang sedang bekerja untuk mengancingkan kemeja yang ia pakai mendadak terhenti. Arnold kembali mengingat apa yang diucapkan oleh Lucius, di pertemuan singkat mereka siang kemarin.Suara ketukan pintu membuat lamunannya buyar. Pria itu dengan cepat merapikan kemejanya lalu berjalan cepat untuk membuka pintu tersebut. Ia mendapati Jill tengah berdiri di depan pintu tersebut.“Tuan, pak kepala komisaris macmillan datan. Katanya ada laporan penting. Jadi, sudah saya antar ke ruang tamu,” lapor Jill.“Ah, terima kasih, Jill. Aku akan segera ke sana,” ujar Arnold menutup pelan pintu tersebut seraya melanjutkan kegiatannya berpakaian rapi. Apalagi sekarang
“Bibi Jill, bisa ke sini sebentar?”Jerome dengan sabar mengarahkan kursi rodanya menuju ke ruangan di mana Bibi Jill selalu berada. Sedari tadi bocah laki-laki itu memanggil-manggil pelayan rumahnya tersebut. Namun, Bibi Jill tidak segera datang, yang membuat Jerome mau tidak mau menyusul wanita paruh baya tersebut.Ketika ruangan yang selalu dikunjungi oleh Bibi Jill itu terlihat, Jerome melihat wanita paruh baya tersebut sedang duduk di sana. Entah kenapa Bibi Jill terlihat diam saja, tidak bergerak sedikit pun. Mungkin sedang tidur, pikir Jerome.Jerome pun bergegas menghampiri wanita paruh baya tersebut, “Bibi Jill—“Bocah berusia 12 tahun itu tersentak terkejut. Bahkan sampai membuatnya jatuh dari atas kursi roda karena terlalu terkejut, “BIBI JILL!!”Bocah itu melihat, Bibi Jill telah tewas dibunuh. Tertusuk oleh benda tajam d bagian dada, jika dilihat dari noda darah yang m
Lucius memandang bingung pada Ashen yang baru saja mengabarkan sesuatu. Ada sebuah surat yang datang untuk Lucius.“Surat?” tanya Lucius merasa bingung dengan apa yang terjadi saat ini.“Ya. Tertuliskan untuk kepala keluarga ini. Dikirim dengan bayaran satu pound oleh pria yang menyembunyikan wajahnya,” jawab Ashen kemudian menunjukkan satu buah amplop surat biasa dan sebuah sapu tangan, “Dalam amplop ada memo dengan alamat pemakaman di Chiswick dan ... sebuah sapu tangan dengan inisial ‘H’ menyertai kedatangan surat ini.”Lucius mengambil amplop serta sapu tangan tersebut. Mulai membaca memo tanpa suara sedikit pun.“H, ya?” gumam Lumiere kemudian beranjak dari duduknya, “Mari kita ke sana terlebih dahulu.”“Apa yang terjadi dengan si pengirim surat ini?” tanya Lucius terlihat menyimpan kembali memo tersebut ke dalam amplop, “Jika sampai meny