Di kantin
“Sepertinya aku akan mati kelaparan” gerutu Stefany.
“Fanny, apa benar aku mendapatkan jatah makan siang secara gratis?” Tanya Anastasia ragu.
“Ya tentu saja, ada program baru di kampus yang menanggung makan siang peserta beasiswa, aku telah menanyakannya kepada kakakku” Stefany menjelaskan.
Terpancar kebahagiaan dan ungkapan terima kasih dari sorot mata Anastasia, yang ku tahu tidak ada program seperti itu di kampus, aku yakin Stefany membayarkan iuran makan siang untuk Anastasia, aku bersyukur mendapatkan teman-teman yang baik di hari pertamaku. Kami saling mengobrol dan berkenalan lebih jauh, sampai bunyi bel terdengar tanda kelas selanjutnya akan dimulai.
Di rumah
“Moms apa benar aku menyukai fashion?” Tanyaku.
“Tentu saja, kenapa sayang?” Tanya Mom.
“Hari pertamaku di kelas, tidak ada satu katapun pelajaran yang dosen ajarkan masuk ke dalam kepalaku” Keluhku.
“ha ha ha, jadi kamu akan menyerah dengan universitas sayang??” Goda Mom.
“Tentu tidak Mom” Jawabku.
Lalu aku menceritakan semua pengalaman hari pertama ku dan teman baruku, Mom menyimak dengan penuh perhatian, aku begitu bahagia dengan kehidupanku, hatiku hangat bahkan dengan hal hal kecil yang Mom berikan padaku. Aku sangat bahagia memiliki orang tua yang penyayang, kehidupan kampusku, ditambah teman-teman yang baru.
Jenny masa lalu biarlah berlalu, lagipula aku tak mengingatnya. akan kujalani hidupku dengan penuh kebahagiaan mulai sekarang, akan kulakukan apapun yang membuatku bahagia. Akan kulakukan apapun yang dulu tidak bisa kau lakukan. Batinku sambil memeluk diary pink milik Jenny.
Dalam diary pink tersebut tertulis kehidupan dan kesedihan Jenny, membuatku berjanji dalam hati akan selalu menjadi sehat dan bahagia.
Hari-haripun berlalu seperti biasa, besok adalah weekend. Stefany mengajak jalan-jalan ke mall, nonton dan nongkrong di kafe, ajaknya di grup chat yang berisi 3 orang. Aku, Stefany dan Anastasia.
Stefany : Besok bagaimana kalau kita jalan-jalan? nonton, shopping dan nongkrong di kafe? TIDAK MENERIMA PENOLAKAN!!
Jenny : Okay, hey itu bukan pertanyaan, tapi perintah nona Stefany!!
Anastasia : Aku tidak bisa, aku harus bekerja
Ya, Anastasia adalah seorang anak dari single parents, ditinggalkan ayahnya sejak kecil, ibunya memilih berjuang sendiri dan tidak menikah lagi, ibunya bekerja sebagai pelayan sebuah restoran, Anastasia pun tidak segan bekerja paruh waktu untuk menopang ekonomi keluarganya.
Jenny : Kau bekerja paruh waktu dimana?
Anastasia : Restoran Good Taste, maafkan aku, aku baru sebulan bekerja disini, akan tidak bagus apabila aku bolos bekerja T_T
Stefany : Sedih T_T
Anastasia : Bersenang-senanglah tanpa aku
Stefany : Bagaimana bisa? Kita satu paket, LOL
Jenny : Di cabang mana kau bekerja?
Anastasia : Distrik Jellom
Jenny : Tunggu sebentar
5 Menit kemudian
Anastasia : Hey barusan bosku menelpon, besok aku diizinkan tidak masuk kerja
Stefany : Great, apakah ini ulahmu Jenny?
Jenny : Bolehkah aku sombong?? *_*
Anastasia : Tolong Jelaskan nona Jenny!!
Jenny : Semua cabang restoran Good Taste adalah milik ayahku
Anastasia : WOW!
Stefany : Tak kusangka temanku adalah seorang konglomerat
Jenny : Jam 11.00 di Kafe Wonderfull di lantai 2 Mall Fantastic, gimana?
Stefany : Setuju! Anastasia kujemput ke rumahmu ya?
Anastasia : Tidak perlu, kau harus memutar bila harus menjemputku, lagi pula mall Fantastic tidak begitu jauh dari rumahku
Jenny : Jangan sampai terlambat girls!
“Kita akan segera punya cucu!” tambah Moms, lalu mereka berpelukan.“Anak mereka akan memiliki gen yang luar biasa” kekeh Vincent.“Aku setuju, gen unggulan, perpaduan dari Adrius dan Alcie” tambah Gerrald.“Bagaimana kalian tahu lokasi penyanderaan Mom dan yang lainnya?” tanyaku“Kau lupa, pamanmu ini mantan consigliere Odsen?” jawab Adrius.“Ah! Benar juga” kekehku.“Saat kami tiba di markas dan menyadari kau tidak ada di sana, lalu menemukan pesan dari Christoper di ponselmu, aku merasa darahku kering saat itu” ucap Adrius.“Adrius semakin kalut saat Vincent saja tidak tahu dimana letak Altar Odsen” tambah Brian.“Tentu saja, hanya keluarga inti Odsen yang mengetahui lokasinya” ucapku.“Lalu Vincent menghubungi pamanmu” ucap Brian.“Kau bisa hidup tenang sekarang, berbahagialah dengan ke
Adrius dan teman temannya pasti mencariku, jika Odsen tahu aku tidak datang sendirian, aku takut Christoper melukai orang tua dan sahabat sahabatku.Altar Odsen adalah tempat yang hanya diketahui oleh keluarga inti Odsen dan para consigliere, tempat itu biasanya digunakan untuk berkumpul dan membahas hal yang sangat penting. Terletak di sebuah pulau rahasia, jika ingin sampai kesana harus melewati hutan bakau dan menaiki perahu selama tiga puluh menit.“Kau sudah semakin tua sepertinya, lama sekali kau sampai disini” ejek Christoper saat aku tiba di Altar Odsen.“Dimana orang tua dan teman temanku” ucapku to the point.“Maafkan aku, mereka tidak ada disini” ejek Christoper.Christoper lalu mengajakku ke sebuah ruangan, disana ada sebuah layar yang menampilkan orang tua dan sahabat sahabatku.“Kalian baik baik saja?” teriakku saat melihat mereka di layar.Mom, Dad, Stefany dan Anastasia k
Tok Tok! pintu kamar diketuk oleh Gerrald.“Kapten ada dokter Vincent, dia bilang ada yang harus dia sampaikan” ucap Gerrald.Aku dan Adrius bergegas menuju ruang meeting.“Seperti yang telah kita duga, Odsen memutus ekornya, setelah keluar dari rumah sakit, Isabela menyerahkan diri ke polisi, dia mengaku melakukan penyuapan seorang diri, dan Odsen sama sekali tidak terlibat” ucap Vincent penuh emosi.“Apa polisi percaya begitu saja?” tanya Brian.“Mereka masih melakukan penyelidikan” jawab Vincent.“Seharusnya aku bunuh saja wanita itu kemarin” ucapku.Semua orang kompak melirik ke arahku.“Jadi, kau yang menganiaya Isabela hingga tangannya melepuh” tanya Brian.“Wanita menjijikkan seperti dia harusnya musnah saja dari dunia ini” cibirku.“Jangan pernah membuat seorang mafia cemburu” kekeh Vincent.“Aku bu
Suasana di ruang meeting menjadi canggung, selain menyampaikan hasil investigasi, semua orang bungkam, aku sangat paham, mereka menuntut penjelasan dariku, terutama Adrius, wajahnya sangat dingin, sangat tidak bersahabat.“Oke, kerja bagus semuanya, kita akan mulai misi ini saat Gerrald dan Varro diterima bekerja di pabrik Obat” ucapku menutup meeting.“Alcie, apa benar kau adalah Jenny?” lirih Gerrald.“Ya” ucapku sambil membuang nafas kasar.“Wah! kau keterlaluan sekali!” protes Varro.“Sejak kapan kau berani meninggikan suaramu di depanku?” ucapku dingin kepada Varro.Varro lalu menutup mulutnya.“Jika aku mengaku dari awal, kalian tidak akan hormat dan respek lagi padaku” cibirku.“Benar juga” kekeh Gerrald.“Alcie, saat kita bertemu di gedung milik Edward untuk membeli informasi, kami melihatmu memacu motor ke arah pegunungan A
“Apa jadinya jika Jenny bertemu Alcie” batin Adrius.“Kau sedang apa di luar sendirian malam malam?” tanya Adrius.“Aku merindukan ibuku, ayahku dan juga kekasihku” lirihku.“Mereka tidak tahu kau sedang hamil?” tanya Adrius.Aku menganggukkan kepalaku.“Kau belum memberi tahu mereka?” tanya Adrius.“Akan ku beritahu setelah semua ini selesai” ucapku.“Mengapa kau tidak memberitahukan kabar bahagia ini secepatnya?” tanya Adrius.“Mereka pasti akan memintaku untuk berhenti balas dendam” Jawabku.“Itu karena mereka menyayangimu” ucap Adrius.“Jika aku tidak membalas dendam, hidupku tidak akan tenang, jika Odsen tahu aku masih hidup, dia tidak akan membiarkanku hidup bahagia dengan orang orang yang aku cintai” ucapku.Adrius menganggukkan kepalanya.“Kau mengerti alasanku untuk t
“Aku tahu kau memiliki dendam yang besar untuk Christian, tapi jangan seperti ini, jika kau pergi kesana tanpa persiapan, kau yang akan terbunuh” ucap Brian.“Biar kami yang membereskan Christian, kau disini saja memantau kami” tambah Varro.“Hanya aku yang bisa masuk kesana, aku tidak ingin kalian mati konyol, mereka tidak akan memperdulikan kalian pasukan khusus atau apa, mereka tidak akan segan membunuh kalian” ucapku dingin.“Kami tidak ingin kehilanganmu untuk kedua kalinya, bisakah kau memikirkan bayi yang ada di perutmu? jika hal buruk terjadi, kami tidak hanya akan kehilanganmu, tapi juga bayimu” ucap Adrius lembut.Hatiku terkoyak mendengar ucapan Adrius, aku terdiam begitu lama, tenggorokanku terasa seperti tercekik dan aku tidak bisa lagi menahan lelehan air mataku.“Alcie” Adrius menyentuh bahuku.“Kau tidak memiliki dendam sepertiku, apa orang terdekatmu pernah me