“Pak antarkan saya ke Glora Victory” Pintaku kepada supir taxi.
Setelah sampai disana, aku melihat cukup banyak orang, mungkin karena ini hari libur, Glora Victory adalah tempat olahraga terlengkap, terdapat stadion sepak bola, trek lari, kolam renang, gym, lapangan basket dan lain-lain.
Tempat pertama yang kukunjungi adalah trek lari, di sana ada beberapa kelompok remaja, dilihat dari postur tubuh mereka dan potongan rambutnya yang cepak aku tebak mereka akan ikut tes militer.
Aku sedikit melakukan pemanasan, lalu aku berlari dengan kecepatan sedang, lama kelamaan kecepatan lari ku semakin meningkat, bahkan kelompok remaja tadi sudah menyerah, orang-orang yang ada di lapangan trek lari menatap kagum padaku.
Sudah putaran ke 15, satu putaran trek lari adalah dua kilometer, berarti aku telah berlari sejauh 30 kilometer dengan kecepatan stabil, namun nafasku masih teratur aku hanya merasa sedikit kelelahan. Kuputuskan mengakhiri olahraga lari setelah melakukan beberapa pendinginan.
Saat aku mengunjungi kafeteria untuk membeli minum, aku melihat kolam renang, aku putuskan untuk berenang. Setelah menyewa baju untuk berenang dan melakukan pemanasan, aku mencoba berenang di bagian yang dangkal, namun tubuhku dengan cepat menyesuaikan dan berenang gaya punggung hingga sampai ke ujung yang satunya.
Gaya dada, gaya bebas, gaya kupu-kupu dapat aku lakukan secara sempurna. Bahkan atlet yang sedang berlatih disanapun insecure melihat skill dan kecepatan berenangku.
Setelah aku merasa cukup lelah, aku makan di kafetaria memesan bubur, salad, dan tak lupa milkshake strawberry kesukaanku.
Aku banyak merenung, aku teringat mimpi buruk yang sering kualami, tak jarang aku memimpikan diriku sedang memegang pistol, memegang pisau yang berlumuran darah, tenggelam di lautan luas, merangkak di ketinggian gunung es dan keadaan ekstrim lainnya.
Pada saat terbangun dari mimpi buruk, badanku dipenuhi peluh dan tak jarang aku mengalami demam, aku tak pernah bercerita kepada Mom atau siapapun. Untungnya Mom menganggap demam adalah hal biasa yang sering terjadi padaku, sehingga tidak pernah curiga aku mengalami mimpi buruk.
Apakah itu hanya mimpi buruk? Atau aku kebanyakan menonton film genre action sampai terbawa mimpi? Begitu banyak pertanyaan dalam benakku, selesai menyantap sarapanku, aku menuju tempat berlatih menembak, setelah memakai headphone peredam suara dan kacamata, aku membidik sasaran.
Ku arahkan pistol ke arah bull's eye, DOR DOR DOR , semuanya tepat sasaran, apapun yang menjadi target, peluruku selalu mendarat dengan sempurna di tempat yang aku inginkan.
Kepalaku mendadak pusing mendengar desing peluru, kelebatan memory muncul di otakku, saat aku menembak kepala seseorang hingga pecah, saat aku bergelantungan di atas tali di sebuah gedung dan siapa itu.
“Adrius, aku tidak ingin bicara denganmu” ucapku dengan dingin, namun sebenarnya terselip perasaan berbunga di hatiku.
Adrius, laki-laki itu bernama Adrius. Lelaki berperawakan bak dewa yunani, dengan tinggi sekitar 190 sentimeter, dada bidang, otot bisepnya tidak bisa disembunyikan oleh kaos putih yang dipakainya. wajahnya tirus menawan seperti pahatan karya seni, hidungnya tegak berdiri, bibirnya tipis dan matanya indah namun berbahaya.
Siapa dia? Setelah Adrius hadir dalam memori otakku, aku terjatuh pingsan.
Sekitar 30 menit aku pingsan, aku tersadar berada di ruangan medis Glora Victory, terima kasih kepada penjaga arena latihan tembak yang membawaku kesini. Dokter menanyakan keadaanku dan aku meyakinkan dokter bahwa aku baik-baik saja.
Setelah dokter meresepkan obat untukku, aku pulang ke rumah Stefany menggunakan taxi.
Kediaman keluarga Dimitri
“Kau Kemana saja? Aku hampir gila mencarimu!!” Sembur Stefany
Tergurat wajah khawatir di wajah Stefany, Anastasia dan Arsen. Aku hanya memeluk Stefany.
“Bolehkah aku pulang? aku berjanji akan menceritakan semuanya saat aku lebih tenang” Gumamku
Stefany melunak, mungkin melihat wajahku yang pucat dan tatapan mataku yang kosong.
“Baiklah” ucapnya
Akhirnya setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian, aku diantar Arsen pulang ke rumah.
“Kita akan segera punya cucu!” tambah Moms, lalu mereka berpelukan.“Anak mereka akan memiliki gen yang luar biasa” kekeh Vincent.“Aku setuju, gen unggulan, perpaduan dari Adrius dan Alcie” tambah Gerrald.“Bagaimana kalian tahu lokasi penyanderaan Mom dan yang lainnya?” tanyaku“Kau lupa, pamanmu ini mantan consigliere Odsen?” jawab Adrius.“Ah! Benar juga” kekehku.“Saat kami tiba di markas dan menyadari kau tidak ada di sana, lalu menemukan pesan dari Christoper di ponselmu, aku merasa darahku kering saat itu” ucap Adrius.“Adrius semakin kalut saat Vincent saja tidak tahu dimana letak Altar Odsen” tambah Brian.“Tentu saja, hanya keluarga inti Odsen yang mengetahui lokasinya” ucapku.“Lalu Vincent menghubungi pamanmu” ucap Brian.“Kau bisa hidup tenang sekarang, berbahagialah dengan ke
Adrius dan teman temannya pasti mencariku, jika Odsen tahu aku tidak datang sendirian, aku takut Christoper melukai orang tua dan sahabat sahabatku.Altar Odsen adalah tempat yang hanya diketahui oleh keluarga inti Odsen dan para consigliere, tempat itu biasanya digunakan untuk berkumpul dan membahas hal yang sangat penting. Terletak di sebuah pulau rahasia, jika ingin sampai kesana harus melewati hutan bakau dan menaiki perahu selama tiga puluh menit.“Kau sudah semakin tua sepertinya, lama sekali kau sampai disini” ejek Christoper saat aku tiba di Altar Odsen.“Dimana orang tua dan teman temanku” ucapku to the point.“Maafkan aku, mereka tidak ada disini” ejek Christoper.Christoper lalu mengajakku ke sebuah ruangan, disana ada sebuah layar yang menampilkan orang tua dan sahabat sahabatku.“Kalian baik baik saja?” teriakku saat melihat mereka di layar.Mom, Dad, Stefany dan Anastasia k
Tok Tok! pintu kamar diketuk oleh Gerrald.“Kapten ada dokter Vincent, dia bilang ada yang harus dia sampaikan” ucap Gerrald.Aku dan Adrius bergegas menuju ruang meeting.“Seperti yang telah kita duga, Odsen memutus ekornya, setelah keluar dari rumah sakit, Isabela menyerahkan diri ke polisi, dia mengaku melakukan penyuapan seorang diri, dan Odsen sama sekali tidak terlibat” ucap Vincent penuh emosi.“Apa polisi percaya begitu saja?” tanya Brian.“Mereka masih melakukan penyelidikan” jawab Vincent.“Seharusnya aku bunuh saja wanita itu kemarin” ucapku.Semua orang kompak melirik ke arahku.“Jadi, kau yang menganiaya Isabela hingga tangannya melepuh” tanya Brian.“Wanita menjijikkan seperti dia harusnya musnah saja dari dunia ini” cibirku.“Jangan pernah membuat seorang mafia cemburu” kekeh Vincent.“Aku bu
Suasana di ruang meeting menjadi canggung, selain menyampaikan hasil investigasi, semua orang bungkam, aku sangat paham, mereka menuntut penjelasan dariku, terutama Adrius, wajahnya sangat dingin, sangat tidak bersahabat.“Oke, kerja bagus semuanya, kita akan mulai misi ini saat Gerrald dan Varro diterima bekerja di pabrik Obat” ucapku menutup meeting.“Alcie, apa benar kau adalah Jenny?” lirih Gerrald.“Ya” ucapku sambil membuang nafas kasar.“Wah! kau keterlaluan sekali!” protes Varro.“Sejak kapan kau berani meninggikan suaramu di depanku?” ucapku dingin kepada Varro.Varro lalu menutup mulutnya.“Jika aku mengaku dari awal, kalian tidak akan hormat dan respek lagi padaku” cibirku.“Benar juga” kekeh Gerrald.“Alcie, saat kita bertemu di gedung milik Edward untuk membeli informasi, kami melihatmu memacu motor ke arah pegunungan A
“Apa jadinya jika Jenny bertemu Alcie” batin Adrius.“Kau sedang apa di luar sendirian malam malam?” tanya Adrius.“Aku merindukan ibuku, ayahku dan juga kekasihku” lirihku.“Mereka tidak tahu kau sedang hamil?” tanya Adrius.Aku menganggukkan kepalaku.“Kau belum memberi tahu mereka?” tanya Adrius.“Akan ku beritahu setelah semua ini selesai” ucapku.“Mengapa kau tidak memberitahukan kabar bahagia ini secepatnya?” tanya Adrius.“Mereka pasti akan memintaku untuk berhenti balas dendam” Jawabku.“Itu karena mereka menyayangimu” ucap Adrius.“Jika aku tidak membalas dendam, hidupku tidak akan tenang, jika Odsen tahu aku masih hidup, dia tidak akan membiarkanku hidup bahagia dengan orang orang yang aku cintai” ucapku.Adrius menganggukkan kepalanya.“Kau mengerti alasanku untuk t
“Aku tahu kau memiliki dendam yang besar untuk Christian, tapi jangan seperti ini, jika kau pergi kesana tanpa persiapan, kau yang akan terbunuh” ucap Brian.“Biar kami yang membereskan Christian, kau disini saja memantau kami” tambah Varro.“Hanya aku yang bisa masuk kesana, aku tidak ingin kalian mati konyol, mereka tidak akan memperdulikan kalian pasukan khusus atau apa, mereka tidak akan segan membunuh kalian” ucapku dingin.“Kami tidak ingin kehilanganmu untuk kedua kalinya, bisakah kau memikirkan bayi yang ada di perutmu? jika hal buruk terjadi, kami tidak hanya akan kehilanganmu, tapi juga bayimu” ucap Adrius lembut.Hatiku terkoyak mendengar ucapan Adrius, aku terdiam begitu lama, tenggorokanku terasa seperti tercekik dan aku tidak bisa lagi menahan lelehan air mataku.“Alcie” Adrius menyentuh bahuku.“Kau tidak memiliki dendam sepertiku, apa orang terdekatmu pernah me