Share

PARAS SEMPURNA

“Kenapa harus kau yang menyita perhatianku? Apa kelebihanmu?”

***

Mobil akhirnya sudah tiba di rumah. Selama perjalanan hanya terdengar suara Bianca yang berisik, bercerita pada John bagaimana menyenangkan hari pertama di sekolah. Tentu saja dia melewatkan bagian terburuk karena membuat masalah dengan salah satu siswa dari tim basket itu.

Selena masuk ke dalam rumah dan langsung berjalan ke satu tujuan yaitu kamarnya. Mengabaikan rencana-rencana keluarganya yang ingin berburu hewan malam ini.

“Elle, kau mau ikut dengan kami malam ini?” tawar Matt sembari tersenyum sebelum Selena masuk ke dalam kamarnya.

“Tidak.” Selena menjawab singkat tanpa menoleh dan sambil memegang kenop pintu kamarnya.

“Kenapa? Kita penduduk baru di sini. Mungkin kau harus melihat-lihat kota Breavork yang indah ini,” bujuk Matt tanpa menyerah.

Selena berdecih. “Mau kita berada di mana pun, aku sama sekali tidak tertarik untuk berburu. Lagipula … bukankah itu sangat konyol ketika kalian masih bisa bertahan hidup dengan darah hewan, tapi tetap saja memburu manusia,” ejeknya dengan wajah sinis.

Mendengar kalimat sarkas itu, senyum Matt langsung pudar. “Elle, kau benar-benar tidak bisa memaafkanku?” tanya Matt dengan suara rendah.

“Menurutmu bagaimana?” Selena balik bertanya sambil masuk ke dalam kamarnya.

“Peristiwa itu sudah berlalu selama beratus-ratus tahun, Elle.”

“Peristiwa yang membuatku jadi makhluk menjijikkan seperti ini takkan pernah kulupakan seumur hidupku!” tegas Selena dan berhasil membungkam mulut Matt.

Setelah mengatakan itu, Selena menutup pintu dengan keras tepat di depan wajah Matt. Bukti bahwa dirinya benar-benar tidak menyukai lelaki itu.

Matt berjalan lesu menuju anak tangga dan duduk di salah satunya. Memorinya terhempas ke beberapa ratus tahun yang lalu. Sebuah peristiwa yang sudah membuat gadis remaja tujuh belas tahun itu terselamatkan hidupnya dari kematian.

Malam itu, di sebuah desa yang begitu tentram, tenang dan damai telah menjadi target amukan para vampir tepat saat bulan purnama. Tempat di mana Selena menghabiskan hari-hari indahnya bersama keluarga tercinta.

Namun, malam itu bagaikan kutukan baginya. Tubuh Selena bergetar hebat karena tak berhenti meraung meratapi tubuh dingin kedua orang tuanya. Di atas genangan darah, dua orang yang dia cintai sudah tak bernyawa lagi.

Matt adalah salah satu vampir yang ikut dalam tragedi malam itu. Dia berdiri mematung saat melihat Selena dari kejauhan. Tangannya penuh dengan darah manusia, namun wajahnya masih bersih tak ada noda merah sama sekali.

“Ayah … ibu ….” Selena terisak sembari memeluk tubuh ibunya. Sedangkan ayahnya terbujur kaku di sampingnya.

Selena tidak peduli pada hiruk pikuk teriakan manusia dan amukan vampir di belakangnya. Dia juga tidak mempermasalahkan kalau seumpama dirinya akan menjadi korban selanjutnya. Dia hanya ingin bisa tetap bersama ibu dan ayahnya.

“Selena ikut kalian! Selena tidak ingin sendirian di dunia ini!” raungnya.

Matt yang mendengar hanya bisa berdiri terpaku di belakang Selena. Dia bisa saja menyerang gadis itu dan mengisap habis darahnya. Tetapi, entah kenapa intuisi vampirnya menginginkan Selena untuk tetap bertahan di dunia. Bahkan dia mulai menginginkan gadis itu.

Matt tidak mengalihkan pandangannya pada gadis putus asa yang langsung berdiri sempoyongan mengambil sebilah pisau tertancap di tanah. Entah pisau milik siapa, yang jelas senjata tajam itu telah dijadikan manusia untuk melakukan perlawanan terhadap vampir.

“Selena akan bertemu dengan ayah dan ibu secepatnya,” lirih Selena dengan pipi basah seraya menggenggam pisau tajam berlumuran darah tersebut.

Tanpa ragu dan menunggu waktu lama, Selena langsung menyayatkan pisau ke lengan kiri hingga memutus nadinya. Darah segar dan wangi langsung mengucur begitu deras karena sayatan yang begitu dalam.

Mata Matt membelalak. Dia terkejut dengan perbuatan nekat Selena yang mengakhiri hidupnya seperti itu. Sesaat hasrat ingin meminum darah Selena bergejolak dan meronta dalam dirinya. Namun, dia harus menahan itu semua. Kakinya sudah ingin bergerak maju, tapi sekuat tenaga dia menahan langkahnya agar tidak mendekati Selena. Matt menadahkan kepalanya dan melihat bulan purnama yang hampir menghilang di antara awan-awan gelap. Dia harus menahan diri sedikit lagi sebelum mendekati gadis itu.

Jangan! Jangan lakukan itu, Matt. Kau sudah bersumpah untuk tidak meminum darah manusia lagi!

Batin Matt terus membujuk dirinya agar bisa menahan keinginannya. Dia tidak boleh meminum setetes darah manusia. Apapun alasannya, karena itu yang diajarkan oleh John; ayah angkatnya.

Bulan purnama akhirnya menghilang dibalik awan gelap. Semua vampir yang semula begitu agresif, berubah menjadi pasif di antara jasad manusia yang berserakan. Tanpa pikir panjang, Matt bergegas meraih badan Selena yang menggelepar hampir kehabisan darah dan oksigen.

John melihat apa yang dilakukan Matt. Dengan gerakan cepat dia langsung menghampiri anak itu. Dia memegang pundak Matt dan berpikir kalau anaknya lah yang membuat gadis berparas cantik itu meregang nyawa.

“Bukan aku!” elak Matt yang terus memegang badan Selena. “Dia bunuh diri,” lanjutnya.

Selena yang matanya sudah terpejam dan tak sadarkan diri begitu pucat wajahnya. Dia sudah di ambang kematian.

“Kalau begitu, tinggalkan dia!” perintah John tegas.

“Tidak bisa.”

John menatap heran Matt dan mengernyit. “Apa yang kau inginkan?”

“Aku … ingin dia.”

John sangat kaget dengan permintaan Matt. Ia lalu menatap wajah Selena, kemudian menggeleng. “Dia bunuh diri, itu pilihannya.”

“Tapi, aku menginginkannya!” seru Matt lagi.

“Tidak bisa, Matteo!” bentak John lagi. “Kau hanya akan menumbuhkan kebencian di dalam hatinya!”

“Aku tidak peduli. Dia tidak boleh mati!”

John tidak mengerti dengan sikap berontak Matt. Sejauh ini anak lelaki itu selalu mengikuti apa perintah yang diujarkan olehnya.Tetapi, kali ini dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari mata Matt.

John mengusap kasar wajahnya dan gelisah. Dia tidak boleh membawa pergi salah satu manusia dalam pertempuran ini. Akan sangat beresiko bila ketahuan para vampir lainnya.

“Cepat, Ayah! Dia bisa mati kehabisan darah!” desak Matt panik.

John tak memiliki jalan lain kecuali menuruti permintaan Matt. Dia memerintahkan anaknya untuk langsung membawa Selena pergi dari desa dan mencari tempat sepi.

“Bawa dia menjauh dari tempat ini. Jangan sampai ada bangsa vampir yang dapat mengendus bau darahnya. Karena‒” John menggantungkan kalimatnya. Dia menatap dalam wajah pucat Selena lalu memejamkan matanya. Dia menghirup udara sekitar dengan dalam. “Hanya darahnya saja yang terasa begitu manis dan berbeda.”

Matt mengerti. Beruntungnya sekarang mereka berada di tempat penuh darah sehingga aroma darah Selena tercampur dengan darah lainnya. Sehingga para vampir tidak menyadari hal itu.

Tanpa menunggu waktu lama, Matt langsung berdiri menggendong tubuh lemah Selena. Mendekapnya dengan erat lalu pergi secepat angin menuju tempat yang takkan mungkin bisa dijangkau oleh vampir lainnya.

Malam itu, Selena tidak berhasil menemui ajalnya dengan tenang. Dia terjebak di dunia dan menjadi makhluk abadi yang menawan. Meski bukan itu keinginannya.

***

Selena benar-benar tidak ingin ikut serta acara berburu malam ini. Dia duduk di sofa tepat samping jendela kamarnya. Memangku buku novel yang tidak fokus dibacanya sejak tadi.

Dia mulai merasa sedikit bosan berada di dalam kamar. Dia ingat perkataan Matt yang menyuruhnya untuk jalan-jalan di kota indah ini. Selena menutup bukunya kemudian berdiri mengambil mantel merahnya. Diputuskannya untuk pergi keluar sendirian menikmati udara malam.

Sepanjang trotoar yang diterangi lampu jalanan, Selena melangkah tenang sendirian. Ekspresinya yang dingin dan misterius menarik perhatian orang-orang saat dia melewati beberapa toko, kafe dan bar. Namun, anehnya tak ada yang berani mendekatinya apalagi menggodanya.

Selena terus saja berjalan dengan pikiran yang mengarah pada satu hal, yaitu kejadian tadi pagi. Rain, lelaki itu adalah manusia pertama yang berhasil mengganggu pikirannya.

Aku membencinyanya. Tetapi, kenapa aku tidak bisa mengenyahkan dia dalam pikiranku? Ini benar-benar aneh dan tak masuk akal! … Selena terus memikirkan hal itu berulang-ulang.

Beberapa detik berikutnya, tiba-tiba saja kaki Selena berhenti melangkah dan matanya melihat seorang lelaki yang sejak tadi menghuni alam bawah sadarnya tengah berjalan sendirian tepat di depannya. Rain!

“Kenapa aku harus bertemu dengannya di sini?” gumam Selena yang terkejut. “Dan kenapa dia harus ada di depanku?” lanjutnya.

Selena memerhatikan bagian punggung Rain yang terus berjalan dengan topi hoodie menutupi kepalanya. Langkah kakinya tidak terburu-buru, tak seperti tadi siang sewaktu pulang sekolah. Tanpa sadar Selena ikut melangkah, mengekori jejak kaki Rain.

Hentikan langkahmu, Selena! Apa yang kau lakukan?

Percuma saja. Semakin Selena melarang dirinya untuk berhenti, langkah kakinya semakin cepat. Ketika pikiran dan raganya sudah tidak bisa sinkron, Selena hanya bisa pasrah. Seperti ada magnet yang menarik dirinya agar bisa dekat dengan Rain.

Berhenti, Selena!

Tetapi, bukan langkah Selena yang berhenti. Sebaliknya, Rain yang mendadak menghentikan langkah. Otomatis Selena juga tidak melanjutkan langkah, namun dengan jarak yang sangat dekat. Selena hanya bisa berharap semoga Rain tidak membalikkan badannya.

Jangan berbalik. Kumohon jangan balikkan badanmu. Teruslah berjalan!

Lagi-lagi permintaan Selena tidak dikabulkan. Bertolak belakang dengan perintahnya dalam hati, Rain langsung menurunkan topi hoodie dari kepalanya dan berbalik.

Detik berikutnya Selena bisa melihat wajah tampan yang begitu dingin dengan garis rahang yang tegas. Netra birunya bertemu dengan dua bola mata Selena lagi. Mereka berdua seperti sedang bercermin satu sama lain. Atmosfer dingin dan misterius langsung menjadi satu menyergap mereka berdua. Selena tidak dapat berpikir bahkan memerintahkan dirinya untuk menjauhi Rain. Lantas dia hanya bisa pasrah sekarang.

“Kenapa kau mengikutiku?” tanya lelaki itu.

Tanpa ada intonasi nada yang tinggi atau rendah, Rain berkata dengan suara datar. Kulitnya yang putih dengan sorot mata teduh tapi misterius, semakin mengacaukan pikiran Selena. Lelaki itu juga memiliki kelopak mata dan bulu mata yang panjang. Wajahnya simetris karena memiliki rasio hidung dan bibir yang nyaris sempurna. Belum pernah selama hidup Selena menemui manusia tampan melebihi dua saudara laki-lakinya.

“Apa yang kau lihat?” hardiknya dengan kasar karena Selena tidak menjawab.

Selena memutar bola matanya, memerhatikan objek lain. Dia tidak ingin menatap lebih dalam wajah Rain. “Tidak ada,” jawabnya tenang. Dia sudah puas memindai wajah lelaki itu.

“Kau penguntit?” tanya Rain lagi.

Apa aku terlihat seperti penguntit? Aku bahkan tidak ingin berada di hadapannya sekarang! … marah Selena dalam hati.

Bukannya menjawab pertanyaan Rain. Selena lebih memilih untuk memutar badannya dan pergi menjauhi Rain. Dia bersyukur karena akhirnya bisa memerintahkan anggota badannya lagi.

Rain mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti dengan keanehan siswi baru, perebut tempat duduknya itu. Tak ingin memikirkan apa pun, Rain memilih menyumbat telinganya dengan sepasang earphone putih. Menutup kembali kepalanya dengan topi hoodie dan kembali berjalan menuju rumahnya.

-Bersambung-

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Rain bukan manusia biasa juga ya
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
sejauh ini suka banget ama ceritanya! bakal lanjut baca setelah ini~ btw author gaada sosmed kah? aku pingin follow nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status