Share

SERANGAN TERNIKMAT (18+)

“Setenang dan selembut apapun dirimu, pasti akan ada seseorang yang hatinya bising karenamu.”

***

Kediaman keluarga Walter.

Selena baru saja melewati pintu masuk kembar rumahnya. Sepintas dia melihat Bianca yang duduk sendiri sambil memainkan smartphone miliknya. Jangan heran ketika vampire jaman sekarang sudah mengerti teknologi canggih. Mereka harus membiasakan diri dan beradaptasi dengan perilaku umum manusia.

“Baru pulang? Darimana saja?” tanya Bianca yang langsung berdiri menghampiri Selena.

Sementara Selena terus berjalan tidak berniat menghentikan langkah.

“Bukan urusanmu,” jawab Selena dengan suara datar.

“Habis berburu, ya? Kenapa tidak mengajak kami semua?”

Selena enggan menjawab.

“Elle,” panggil Bianca lagi yang tidak menyerah untuk mengekori langkah Selena.

Selena masih tidak menjawab. Sampai saat dia dan Bianca berada di tangga, lalu berpapasan dengan Matteo. Sekilas Matt bisa melihat sorot tajam mata Selena yang meliriknya. Tatapan tidak suka seperti biasa, hingga membuat Matt membungkam mulutnya meski ingin menyapa Selena.

“Matt, kamu mau kemana?” tanya Bianca pada Matt dan membiarkan Selena terus menaiki anak tangga.

“Aku ingin pergi dengan Henry.”

“Kemana? Aku ingin ikut!” seru Bianca memutar balik langkahnya untuk mengikuti Matt. Dia sudah tidak peduli dengan Selena.

“Bertemu seseorang,” jawab Matt terus berjalan.

“Boleh kan kalau aku ikut kalian?” pinta Bianca yang berjalan mengimbangi langkah Matt.

“Tanya pada Henry. Karena dia ingin bertemu dengan perempuan hari ini,” jelas Matt.

Sekali lagi Bianca menghentikan langkahnya dan berpikir. “Kalau begitu, untuk apa aku ikut dengan kalian?” gumamnya dan membiarkan Matt berjalan menuju pintu keluar.

“Hhh … kenapa aku merasa sangat bosan sekarang?” gerutu Bianca sambil menghentakkan kakinya. “Kemana aku harus menggunakan waktu luangku? Apa aku harus berburu? Tapi‒.” Bianca memegang perutnya dan tenggorokan juga. “Aku tidak lapar atau haus.”

Bianca memilih untuk duduk di tangga sambil bertopang dagu. Sebagai gadis yang memiliki jiwa yang berhenti di masa remaja, Bianca memang lebih sering merasa kebosanan bahkan kadang dia juga memiliki sifat yang plin plan.

Sementara itu di dalam kamar, Selena melempar tas miliknya ke atas tempat tidur. Dia tidak merasa kelelahan sama sekali meskipun sudah berjalan kaki sejauh tiga kilometer. Dalam pikirannya sekarang penuh dengan Rain.

“Kenapa harus dia?”

Selena duduk di sofa kesayangannya sambil membuka buku novel yang belum selesai dia baca. Berusaha untuk mengalihkan fokus dari lelaki yang memikat itu. Namun, setelah lima menit berlalu dia akhirnya mendengus sebal karena tidak berhasil mengenyahkan wajah dingin Rain.

“Sial!” umpatnya lalu menutup buku dengan kasar.

Selena berdiri dan menatap keluar jendela. Menatap langit yang tak nampak matahari. Memejamkan mata dan membiarkan dirinya terlepas dengan bayangan Rain.

Akan tetapi yang muncul dalam penglihatan Selena adalah tentang sebuah kamar yang mana ada dirinya dan juga Rain di sana.

Selena mengerutkan kening ketika dia melihat dirinya sendiri yang menarik kerah baju Rain kemudian mencumbu lelaki itu. Mengecup bibir Rain dengan perlahan dan lembut sementara lelaki itu bersikap sangat pasif. Seketika panas tubuh Selena membakar setiap sendinya. Dia langsung membuka mata dengan perasaan tidak percaya.

“SHIT!” serunya sambil melangkah mundur.

Selena langsung berlari menuju cermin besar dan menatap pantulan dirinya. Merasa setengah percaya dan tidak dia memegang dadanya. Seolah jantungnya berfungsi kembali setelah beratus tahun tidak berdetak.

“K‒kenapa ini?” herannya.

Tanpa membuang waktu banyak, Selena langsung membuka pintu kamarnya dan setengah berlari keluar mencari siapa pun yang ada di rumah itu hanya untuk menanyakan kejadian aneh yang baru saja dia alami.

Rumah besar seperti kastil itu tampak kosong dan senyap. Tidak ada siapa pun di sana. Entah Bianca yang sebelumnya menggerutu karena merasa kebosanan atau Henry dan Matt yang sepertinya sudah pergi keluar. Selena sempat mendengar itu dari mulut Matt.

“Bia!” teriak Selena bergegas menuruni anak tangga.

Tidak ada jawaban. Bianca memang sudah keluar dari rumah.

“Ayah!” panggil Selena lagi.

Dan sama seperti sebelumnya, masih belum ada jawaban.

“Ergh! Menyebalkan!” maki Selena sambil menjambak rambutnya merasa frustasi. Dia penasaran dengan kondisi aneh pada dirinya. Di saat dia membutuhkan salah seorang dari anggota keluarga angkatnya, tidak ada satu pun yang muncul.

***

Sementara itu di tempat lain.

John tengah sibuk dengan salah satu wanita yang dia kenal dua jam yang lalu. Siapa lagi kalau bukan salah satu guru yang mengajar di SMA High Valley. Sewaktu dia menunggu kepulangan anak-anaknya, John sempat melakukan kontak mata pada perempuan muda berusia 28 tahun berambut pirang dan bertubuh tinggi.

Hal yang biasa dan bisa dikatakan kelebihan oleh para vampire itu adalah ketika mereka melakukan flirting dan tidak pernah gagal akan hal itu.

Buktinya sekarang John dan Rebecca sudah berada di sebuah kamar pribadi. Kamar siapa lagi kalau bukan milik guru sejarah itu.

“Aahh … John ….” Becca menjambak rambut John ketika lelaki itu tengah berada di atas badannya. Menciumi bagian leher Becca dengan agresif sambil satu tangannya sibuk memainkan bagian sensitif perempuan.

“Hmm?” John hanya bisa menjawab panggilan Becca yang bercampur dengan rintihan nikmat. Yang dia fokuskan sekarang adalah menyerap zat feromon yang dimiliki oleh perempuan itu. John bisa merasakan kalau ini bukanlah hal pertama yang dilakukan Becca. Namun, tidak dapat dia pungkiri bahwa perempuan yang memiliki badan putih mulus itu hanya pernah melakukan dengan satu lelaki.

“Ahh … nikmatnya ….” racau Becca sambil mendongakkan kepalanya ketika bagian intimnya sudah dimasuki oleh lelaki berwajah tampan blasteran surga itu.

Seumur hidup Becca, ini adalah pertama kalinya dia bertemu lelaki setampan dan sehebat John. Dia merasa kalau John tidak seperti mantan pacar brengseknya itu. Entah bagaimana bisa Becca langsung percaya dengan rayuan lelaki yang mengaku memiliki empat anak tersebut.

“Aahh … aahhh … ahhh!” rintihan Becca semakin cepat durasinya ketika John semakin agresif melakukan serangan ternikmat itu. Membiarkan Becca terlarut dalam kejantanan yang dia miliki.

“Becca … aku hampir sampai!” seru John yang langsung mengecup bibir Becca tanpa menunggu jawaban dari perempuan yang tengah memainkan lidah di mulut pasangannya itu.

Sambil beradu lidah, Becca terus mengimbangi John yang sudah menjambak mesra rambutnya. Becca merasa akan lebih baik mereka berdua klimaks bersama-sama.

Hingga akhirnya ….

“Aaaakkhhh!!” John dan Becca mengerang bersama.

Becca mengatur napasnya yang naik turun. Belum pernah dia merasakan sensasi pengalaman bercinta sehebat ini sebelumnya. Permainan yang dilakukan John benar-benar membuatnya mabuk kepayang.

John merebahkan badannya di samping Becca. Menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut sementara Becca membiarkan tubuhnya tanpa dilapisi sehelai benang pun.

“Permainan yang hebat, John,” puji Becca dengan suara lirih tepat di samping telinga John.

Senyum manis penuh kharisma yang dimiliki John langsung tersungging. Dia menolehkan kepalanya menatap wajah Becca yang berkeringat.

“Aku masih lapar … apa kamu siap untuk permainan selanjutnya?” tanya John.

Becca hanya tersenyum nakal sambil menggigit bibir bawahnya kemudian mengangguk. Dengan cepat John merengkuh badan perempuan itu dan kembali melakukan serangan kedua.

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status