Setiap manusia pernah melakukan kesalahan, kesalahan yang dilakukan menimbulkan penyesalan. Membalas perbuatan orang lain dengan perbuatan yang sama hanya membuat masalah menjadi semakin pelik. Itulah yanh di rasakan Selvia, ia terlalu gegabah mengambil keputusan yang akhirnya ia sesali.
Selvia berada di salah satu restoran sedang bertemu dengan Rika salah satu temannya. Walau dulu ia tak terlalu dekat dengan Rika, tapi Rika mau membantunya untuk mencarikan ia pekerjaan. Ia menjadi agen asuransi jiwa. "Terima kasih Rika," ucap Selvia. "Tidak perlu seperti itu, Sel. Aku hanya membantu sebisaku, ini hanya tinggal bagaimana caranya kamu mencari nasabah dan mau asuransi di perusahaan kita." "Aku akan berusaha, Rik." "Well, kalau begitu aku pamit dulu. Semoga kamu berhasil yaa Sel." "Terima kaeih Rika." Selvia melihat kepergian Rika dengan mata berkaca-kaca, dulu ia sebagai nasabah yang selalu di kejar agen asuransi sekarang keadaan berbalik ia yang harus berusaha mencari nasabah. "Aku harus kembali ke apartemenku, jika terlalu lama di restoran ini bisa bahaya bagi dompetku sendiri. Aku harus berhemat." Selvia melangkahkan kakinya keluar restoran dengan tak semangat, ia ingin sekali menangis, tapi menangis pada siapa? "Selvi," panggil Diandra. Selvia yang mendengar namanya dipanggil oleh seorang wanita, melihat kesumber suara tersebut. Dia tersenyum melihat Diandra. Diandra, teman kuliahnya dulu. "Selvi, apa kabarmu? Sudah lama kita ga bertemu," ujar Diandra dengan semangat. "Diandra senang bertemu denganmu." Selvia memeluk Diandra dengan erat. Dia menangis dipelukan Diandra, entah kenapa dia seperti itu. "Sel, kamu kenapa? Kok, kamu menangis?" "Aku ga apa - apa. Aku hanya lelah." "Jangan berbohong padaku, Sel. Kita dulu teman satu kampus dan kita sangat dekat, kamu pasti lagi ada masalah, kan?" Selvia tidak sanggup menjawab pertanyaan Diandra. Ia terlalu lelah dengan masalah yang dihadapi. "Kamu mau ke mana?" tanya Diandra. "Aku mau pulang, kamu sendiri?" "Aku mau beli makanan, anak-anakku minta dibelikan pangsit di restoran kamu keluar tadi." "Ooh baiklah... aku pulang dulu." Diandra melihat Selvia dengan heran, Selvia dulu sangat cantik, selalu ceria sekarang tampak sangat berbeda. Selvia dulunya idola kampus dan selalu menjadi pujaan para pria, tapi itu hanya sesaat entah ada alasan apa Selvia tidak melanjutkan kuliahnya lagi. "Sel...," panggil Diandra. "Ya Di." "Kamu yakin baik - baik aja?" "Tenang aja Di, aku baik - baik aja kok." "Minta nomor ponselmu." Selvia memberikan nomor ponselnya pada Diandra. "Aku akan menghubungimu." "Iya Di." Diandra masuk ke dalam restoran dan Selvia pergi ke parkiran mobil. Tapi ia tak pergi begitu saja, ia menunggu Diandra di sana. Tak lama kemudian Diandra keluar dari restoran dengan menenteng paper bag lalu masuk ke dalam sebuah mobil Toyota Vellfire berwarna putih. Niatnya ingin bertemu lagi dengan Diandra ia urungkan. Ia tidak percaya diri dengan keadaannya sendiri yang berbeda dengan Diandra, mobil Toyota Vellfire putih melaju menjauh dari hadapannya. "Pasti Diandra memiliki suami yang sukses, mobilnya saja vellfire lengkap dengan supir," ujarnya. "Betapa beruntungnya kamu Di, sayangnya aku tidak memiliki nasib seberuntung dirimu." Ada perasaan iri menggelayut di dalam benaknya. Diandra dari dulu selalu membuatnya iri. Ia teringat saat mereka masih kuliah di salah satu Universitas swasta ternama di Jakarta. Flashback Selvia melihat Diandra berjalan mendekatinya saat baru tiba di kampus, ia pun menyambut Diandra. "Lama amat sih sampai ke kampus, kamu kemana aja?" tanya Selvia. "Itu tuh supir Papa ku lelet banget nyetirnya," ujar Diandra dengan memanyunkan bibirnya. "Jangan manyun kaya bebek gitu dong. Namanya juga masih pakai supir jadi mau gimana lagi." "Aku udah bilang Papa kalau mau bawa mobil sendiri, tapi ga boleh." "Mana boleh tuan putri bawa mobil sendiri nanti di culik sama pangeran." "Kalau pangeran Constantine Alexios berasal dari Yunani dan Denmark aku sih menyerahkan diri dengan sukarela ga udah di culik-culik." "Idiih mau mu." Selvia dan Diandra tertawa dan bercanda bersama. Selvia merasa beruntung bisa berteman dengan Diandra yang merupakan anak salah satu dewan perwalikan rakyat. Saat berkuliah Selvia menjadi idola kampus, banyak teman-teman pria seangkatan bahkan kakak angkatan yang berusaha mendekatinya. Ia cantik, putih, dan tinggi. Hal tersebut membuat ia menjadi pusat perhatian dari lawan jenis. "Aku iri deh sama kamu, Sel," ujar Diandra. "Iri kenapa?" "Kamu cantik jadi rebutan tuh para cowok-cowok." "Idiih tuan putri jangan berkata kaya gitu, kamu juga cantik loh." "Aku cantik? Cantik dari mana? Lihat aku itu semampai alias semeter tak sampai, wajah pas-pasan cuma menang putih doang." "Siapa yang bilang kamu cantinya pas-pasan? Kamu tuh cantik banget, perpaduan wajah indo gitu." "Yaelah Indo apaan coba." Selvia tersenyum dengan tingkah manja Diandra, sebenarnya ia lah yang iri pada Diandra. Walau Diandra tidak setinggi dirinya, tapi wajah Diandra sangat cantik. Nenek Diandra yang seorang warga negara asing dan kakek Diandra asli pribumi membuatnya Ibunya Diandra memiliki paras wanita campuran, Inggris-Indonesia. Kecantikan Ibu Diandra menurun pada Diandra, walau ayah Diandra asli orang jawa tengah, tak mengurangi kecantikan wajah blasteran yang dimiliki Diandra. Orang tua Diandra yang seorang dewan perwakilan rakyat juga memiliki usaha percetakan tentu tak membuat hidup Diandra serba kekurangan, hal tersebut berbanding terbalik pada kehidupannya. Ayahnya memiliki bengkel motor dan ibunya sudah lama meninggal saat ia kecil. Seiringnya berjalanan waktu hubungan pertemanan Diandra dan Selvia tidak seperti dulu lagi. Selvia yang sudah memiliki kekasih tak mempunyai waktu bersama Diandra begitu juga dengan Diandra yang memiliki kekasih. Selvia sering keluar masuk club malam, sering bergonta-ganti pasangan. Akibat pergaulan dan seks bebas yang ia lakukan membutnya hamil dan berhenti kuliah. Untung saja Yulius, pria yang menghamilinya bersedia bertanggung jawab dengan menikahinya, walau mendapat pertentangan dari keluarga Yulius. Setelah pernikahan hubungan persahabatan Selvia dan Diandra terputus, Selvia sibuk mengurusi kehamilannya juga Yulius. Menikah dengan Yulius, ia pikir akan membuatnya lebih baik dan hidup mewah. Tapi, ternyata Yulius hanya seorang anak mama yang manja dan tidak mandiri. Rumah tangganya jauh dari kata bahagia, ibu mertuanya selalu ikut campur urusan dalam rumah tangganya dengan Yulius. Flashback Off "Aku harus menemui Diandra untuk nawarin asuransi," ujar Selvia dengan optimis. "Semangat untuk diriku sendiri." Selvia berusaha menyemangati dirinya sendiri.Pengadilan agama merupakan salah satu tempat untuk mengakhiri sebuah ikatan resmi pasangan suami istri. Ada yang melihat pengadilan agama tempat menakutkan tetapi ada pula yang melihatnya sebagai awal bahagia untuk memulai hidup yang baru. Selvia duduk di luar ruang tunggu sidang pengadilan didampingi Benny pengacaranya, ia menunggu panggilan untuk masuk ke dalam ruang sidang. Ada perasaan takut dan kecewa di dalam hatinya. Pernikahan yang terjalin selama 5 tahun harus pupus di pengadilan agama. Tak semua orang menginginkan perceraian dengan orang yang pernah di sayanginya. Perasaan yang dulu saling mencinta bisa berganti jadi benci, saling menjelek-jelekkan, saling menyalahkan. "Bu Selvia seperti Pak Yulius tidak datang ke pengadilan, dia hanya di wakilkan oleh pihak kuasa hukumnya saja," ujar Benny. "Ga apa-ap
Selvia sangat kaget di peluk oleh seorang pria, apakah ini suami Diandra? Belum hilang rasa kagetnya tiba-tiba tangan lelaki masuk ke dalam belahan bagiam sensitifnya, meremas dengan perlahan membuatnya merasa bergairah. Ia juga sudah agak lama tidak dipelakukan seperti ini oleh seorang pria. Lelaki tersebut membuka tali handuk kimono yang mengikat handuk agar tidak lepas. "Aku menginginkanmu, sayang," ujar Andre dengan nafsu yang tak tertahankan. Selvia tak sanggup menolak, biarlah ia dikatakan murahan, tapi suara pria ini sungguh sangat menggoda imannya. Lelaki itu membuka handuk kimono Selvia dari belakang lalu menjilati lehernya. "Aaaah..." Su
Datangnya pihak ketiga dalam rumah tangga bukan hanya kesalahan dari orang lain. Tanpa di sadari kesalahan sendiri yang membuat itu terjadi, inilah yang terjadi dalam rumah tangga Diandra dan Andre. Diandra dengan santainya memperkenalkan Selvia pada suaminya saat mereka makan malam bersama. Menganggap suaminya akan selalu setia tak tergoyahkan dengan wanita lain. Selvia mencuri pandang pada Andre, ia ingin mengetahui bagaimana reaksi Andre saat melihat dirinya yang berada satu meja dengannya. "Mas ini Selvia, teman aku waktu kuliah dulu," ujar Diandra. "Iya," jawab Andre dingin. Diandra menjadi tak enak sendiri, ia merasa khawatir dengan reaksi suaminya yang dingin.
Kehidupan memang tak selalu indah terkadang juga pahit. Ada kalanya dalam hidup bisa menghadapi kejadian yang tidak mengenakan, bisa membuat suasana hati menjadi buruk. Ini lah yang dirasakan Selvia. Ia menghubungi Yulius, memohon pada sang mantan suami untuk diijinkan bertemu dengan putra semata wayangnya, tapi hanya kekecewaan yang ia rasakan. "Kamu pikir aku akan dengan mudah mempertemukan anakku dengan wanita seperti kamu?" ujar Yulius. "Aku mohon padamu Ius, tolonglah aku. Sudah 2 bulan aku tidak bertemu dengan Kenzo, sekali saja pertemukan aku," ujar Selvia. "Tidak!" "Yulius...." Selvia hanya bisa menghela napas saat Yulius memutuskan sambungan komunikasi mereka. Ia heran kenapa Yulius begitu membencinya? Mereka sudah bercerai dan Yulius saja telah memiliki kekasih.  
Mungkin takdir memang tidak bisa selalu seperti keinginan kita. Setiap jodoh, maut, karir berbeda - beda tiap orang. Ada yang hidup memiliki segalanya, tapi ada juga yang tak beruntung. Kerja keras dan berdoa salah satu cara untuk merubah apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Selvia tersenyum tipis melihat cermin. Apakah salah jika ia ingin hidup seperti orang yang memiliki segalanya? Atau ia hanya bisa menatap iri pada orang yang memiliki segalanya. Ia ingin mendapatkan semua yang diinginkannya walau harus dengan cara yang kurang baik. Yang penting baginya bisa mendapatkan semuanya dan tujuannya tercapai. Ia pun menghela napasnya dengan berat, ia memoleskan lipstik berwarna merah di bibirnya, memberikan bedak dan perona pipi di wajahnya, menyemprotkan parfum di lengan dan lehernya. Ia harus bisa berpenampilan menarik agar bisa memikat hati Bobby, rekan kerja Andre. &nbs
Malam semakin larut, jarum jam sudah menunjukan pukul 1 dini hari. Seorang wanita tidak bisa tidur menunggu pria yang di cintai pulang. Diandra melihat jam yang ada di nakas samping tempat tidurnya. "Kenapa ponsel Mas Andre ga bisa di hubungi yaa." Diandra sibuk menelepon Andre, tapi tidak ada jawaban. "Aduh Mas, kamu di mana sih. Aku jadi khawatir sendiri." Diandra turun ke bawah menuju ruang tamu, ka berharap suaminya segera kembali. Sambil menunggu sang suami pulang ia melihat ponselnya membaca novel Miss L yang Selena story of my life. "Sialan si Devan itu, kalau aku jadi Selena udah ku kasih racun dia," ujarnya dengan emosi. "Semoga Mas Andre ga kaya si Devan. Kalau sampai kaya gitu awas aja!" Tanpa terasa waktu sudah menunjukan jam 2, Diandra makin gelisah suaminya tak kunjung pulang. Ia pun tertid
Diandra mencoba untuk menenangkan dirinya, ia berusaha untuk tidak berpikiran negatif pada Andre. Walaupun sulit ia akan mencoba untuk percaya. "Aku harus percaya sama Mas Andre, tak mungkin Mas Andre akan melakukan kesalahan yang sama," ucapnya mencoba menyakinkan dirinya sendiri. Di saat Diandra berusaha untuk mempercayai suaminya. Andre malah melakukan hal yang sebaliknya. Lelaki yang memiliki dua orang anak tersebut sedang berciuman mesra di hotel dengan Selvia. "Maaf Mas, aku ga tahan baru sebentar saja sudah merindukanmu," ucap Selvia saat mereka melepaskan tautan bibir. Andre tersenyum. Ia membelai surai Selvia dengan lembut. "Aku juga merindukanmu, Sel." Mata Andre dan Selvia saling beradu pandang. Gelora gairah ter
Menyembunyikan sesuatu yang dapat membuat hidupmu tidak tenang hanya akan meninggalkan rasa bersalah di dalam hati, kegelisahan, ketakutan, dan terus merasa bersalah. Hal tersebut di rasakan Andre sekarang, sudah tiga hari ia selalu bertengkar dengan Diandra hal tersebut membuat kepalanya pusing. Ia memang berselingkuh, tapi ia berusaha untuk bersikap adil. Ia selalu pulang ke rumah walau sebelumnya mampir ke apartemen sang kekasih. Seperti malam ini, ia dan Selvia makan malam di salah satu restoran. "Sayang, makannya kok ga semangat?" tanya Selvia. "Diandra, marah - marah terus di rumah. Aku males pulang," keluh Andre. Selvia tersenyum. Ia mengerti bagaimana perasaan Andre. "Bicarakanlah baik - baik dengan Diandra. Jangan menyakitinya." "Aku tak tahan kalau harus selalu bertengkar setiap hari. Sudah 3 hari kami bagaik