Bellona berbalik menatap wajah Nevan ketika mendengar ucapan tentang Felix sudah berada di sisi dosen baru itu. Lantas, apa pernyataan itu akan membuat Bellona tetap tenang? Namun, di dalam sorotan mata Nevan menjadi sangat melirih karena wujud dari kesalahannya.
“Bellona,” lirih Nevan.
Bellona pun mendekati tubuh Nevan, meraih tangannya dengan perlahan.
“Ayo, kita lihat keadaan Felix. Dia itu temen kecilku, dan termasuk sahabatmu,” sebut Bellona mengharap banyak.
Nevan pun membalas genggaman tangan dari Bellona untuk menengok situasi pada Felix yang menjadi korban. Keduanya kembali melewati hutan yang tak jauh dari kampus tersebut.
Dengan langkah tanpa rasa takut lagi waspada, keduanya lurus berjalan menuju tempat tujuan mereka. Langkah demi langkah menyusuri ruas dedaunan yang memanjang. Hingga terlihat tembok pagar yang sudah tak jauh lagi dari pandangan.
Nevan
Bellona yang kembali malah melihat aksi terburuknya dari kedua orang tua. Lalu, bagaimana dengan nasib keluarganya dengan nasib Felix? Sementara itu, Nevan terus mencari cara untuk jalan keluar bagi gumiho dari dalam tubuhnya. Ikuti terus kisah serunya! Follow IG : @rossy_stories.
Kepulangan Bellona yang dipertemukan dengan kejadian buruk. Sosok ibu dan ayah yang sering beradu mulut itu memperlihatkan tingkah kegeraman mereka. Bellona mengurung diri dalam kamar dengan telinga yang tertutup oleh headset menyambung ponsel genggam.Di luar ruangan masih terdengar ocehan yang tidak mengenakkan, membising suasana. Bellona tidak akan keluar dari kamar karena sang ibu bertekad untuk mengusir ayahnya.Pada hakikatnya, pertengkaran mereka terjadi juga.“Ihh, menyebalkan! Lebih baik aku yang kena marah daripada harus ngeliatin mereka bertengkar,” gerutu Bellona dalam hati.Bellona memukul meja belajarnya sembari mendengar musik karena tak ingin mendengar radio berisik yang menggangu pendengaran. Akan tetapi, di luar tampak sang ibu masih saja menjerit. Walau tak terdengar oleh ayahnya, ibunya tetap saja melanjutkan ocehan yang tidak berguna.Semakin amarah memuncak, Be
Bellona masih berdiri di tengah jembatan perkotaan bersama seorang lelaki—teman kecilnya. Kini, di antara dua sahabat yang masih bersama akhirnya memutuskan untuk berhenti di setengah perjalanan.“Kita pulang aja, yuk!” ajak Felix.“Gue sebenernya males pulang ke rumah,” keluh Bellona mendengus.Keduanya malah berjalan di tengah trotoar jalanan. Masing-masing merasa asyik dengan curhatan isi hati yang sedang dialami.“Bellona!!”“Bel!!”Terdengar seseorang memanggil namanya. Tiba-tiba, keduanya berhenti dan saling menatap.“Lo denger orang yang manggil nama gue nggak?” tanya Bellona curiga.“Iya, tapi di mana ya?” keluh Felix sambil mencari-cari.Kepala Bellona bahkan berkeliling mencari seseorang yang memanggil dirinya. Tapi, ia malah memutuskan untuk melanjutkan kembali kepulangan mereka. “Udah ah! Entah siapa yang manggil-manggil nggak
Sorotan mata lurus dari Nevan kini terlepas. Dan yang terlihat dari wajah Kirana, membungkukkan badan sambil menarik bibir ujung hingga melengkung lagi melebar. “Hati-hati di jalan, ya, Nak!” sahut Kirana dengan hangat. Bellona meneratap pandangan yang ada di depan matanya, sesekali melirik wajah Nevan yang berbuat demikian. Tanpa harus membentak dan berusaha untuk meminta izin dengan cara yang licik. Ternyata, dirinya pandai bermain hipnotis kepada seseorang. Bellona meraih lengannya dengan cepat dan meminta untuk tidak melakukannya. “Tenang saja! Aku tidak akan melakukan pada dirimu,” bisik Nevan perlahan. “Tante mau masuk duluan, ya!” ucap Kirana dengan ramahnya. Tanpa disadari olehnya kalau ia sudah mengizinkan putri sulungnya pergi begitu saja bersama pria beserta sekawannya. Nevan membukakan pintu untuk si Bellona yang mendengus nanar. Namun, tidak akan menolak dariny
Nevan mengendurkan bibirnya sembari menatap wajah Bellona yang sedikit menurun. Pandangan keduanya seakan terjatuh dan saling menatap begitu menurun. Kedua tangan yang saling memegang erat dengan penuh kehangatan.Nevan melirik penuh ke wajah Bellona membawa pandangan merasuk ke balik kalbu terdalam. Sore yang meredup kini berganti kegelapan malam yang bersinar cahaya lampu di sekeliling jalanan.Terpancar kelap-kelip cahaya yang tersorot hingga ke arah pasangan yang saling memandang.“Aku menyukaimu,” sebut Nevan.“Aku ingin bersamamu sampai aku pergi dari dunia ini,” tuturnya melanjutkan.Bellona menatap terpana sekaligus terenyuh dengan ucapan kekasih yang ada di depan matanya. Nevan yang memang bagian terindah dalam hidupnya kini menjadi pertanyaan yang berbeda dari dirinya.Bellona mengerutkan kening ketika ia sedikit mencurigai ucapan dari kekasih yang ada d
Hendrik melebarkan sayap-sayap senyuman kepada satu wanita yang masih tersisa di dekat dirinya. Melihat Rendy yang semakin memperlihatkan kegelisahan dari penolakan wanita, kini bagi Hendrik ia mendapatkan poin yang lebih besar dari kedua temannya. Tidak termasuk Nevan dan Bellona yang sudah meninggalkan mereka di ujung kekecewaan masing-masing. Yaa, setelah perut kenyang, hati menjadi senang. Tapi, sepertinya ini berbeda dari yang dibayangkan. Perut kenyang menjadi semakin sesak napas. Hendrik dan Anjani mendekati Rendy yang merengut putus asa. Dengan bersedekap tangan dari tingkah Anjani, ia pun mulai menaikkan alis begitu meninggi meyakinkan. “Eh, ngapain sih harus segitunya? Kalo elo nggak bisa sama mereka, emang ada berapa sih cewek di kota ini? lo bisa pilih,” tutur Anjani. Rendy mendongakkan dagu perlahan menatap kedua teman yang saling berhadapan dengan dirinya. Ucapan Anjani membu
#Selamatmembaca!Hati-hati! Anjani melempar dekapan tangan yang sempat memegangi dirinya sangat erat. Sontak, Hendrik terpelangah lebar ketika wanita yang mengikuti langkah pelariannya begitu kasar dan kuat.“Hah?!” sergah Hendrik berhenti.“Gue nggak suka dipaksa!” seru Anjani hendak berbalik.Namun, di depan mata Rendy hanya menjadi penonton tanpa seruan.Hendrik pun dengan gesit, meraih kembali lengan Anjani untuk mencegahnya kembali ke tempat hiburan malam tersebut.“Anjani,” cegah Hendrik memaksa.“Eh, bisa lepasin gue nggak?!” ketus Anjani tegas.Anjani melepas kuat untuk menghindari dekapan tangan Hendrik, dengan tampang wajah yang lumayan lah! Dikatakan tergolong cukup pada nilai ketampanan bagi seorang pria. Akan tetapi, Anjani tidak butuh sebuah ketampanan pria. Tapi, lalu apa?“Ngapain kamu harus
Dari dua orang yang menjadikan malam pertemuan nakal. Dimana hati sudah memilih tindakan di luar kendali. Ruangan yang terlihat tenang, tidak terasa oleh orang lain. Masih di atas Kasur dengan kenangan malam indah.Hendrik masih menatap wajah Anjani yang terbaring nakal di depan hadapannya. Perlahan, bola matanya meredup hingga merobohkan tubuh ke samping Anjani. Anjani menutupi dirinya dan Hendrik dengan selimut putih.Keduanya bersama-sama hanyut di balik selimut putih yang terbentang luas memanjang.*** Perjalanan yang masih belum berakhir pada Sabtu malam. Sebuah mobil terlintas melewati perumahan elite. Pemberhentian tepat di depan pagar rumah Bellona.Ketiga orang tampak saling mendiam tanpa harus menatap. Nevan melirik wajah Bellona yang terlihat ragu-ragu meninggalkannya.“Nggak apa-apa, aku turun di sini,” putus
#Selamatmembaca! Di bawah rembulan yang masih meredupkan suasana malam. Mata Nevan bahkan tak meredup dengan menurunnya langit cerah. Dirinya terduduk rapi di atas berbatuan kecil sambil melempari batu ke ujung air sungai.Nevan membangkitkan tubuhnya perlahan, matanya menatap ke seluruh pemandangan persinggahan.“Hei, kau harus memastikan Bellona. Aku merasakan kedekatan yang tidak biasa,” ungkap Cho Ye Joon kepada tubuhnya Nevan.Nevan menghentikan langkahnya, “Tunggu!” cegahnya dengan seorang diri.“Kau mengatakan kalau Bellona dengan dirimu memiliki kedekatan yang tak biasa. Apa maksudmu?” lontar Nevan dengan jiwanya sendiri.“Ya, aku bisa merasakannya,” sahut Cho Ye Joon.Terlihat raut Nevan yang agak terheran setelah mendengar ucapan Cho Ye Joon. Tubuhnya masih tidak bisa melangkah jauh dari sana. Tapi, pikirannya adalah kekacauan yang semest