Lady Marilyn Gattar has been married for eight years without a child. She become the personal punching bag of her husband and a laughing stock in the entire city of Ruqgu until a stranger from Nayak approached her. The stranger told her about the oath her mother made to a revered Goddess in Nayak and until she leaves her husband and marry King Treven of Nayak, A cold blooded man with three consorts and no Queen, She will never have a child of her own. Will she go from the frying pan to the naked flame? will her husband release her as the laws in Ruqgu doesn't allow a woman to file for divorce?
View MoreSekilas tentang latar belakang cerita
Gunung Kemukus sendiri berada di wilayah sabuk hijau Waduk Kedungombo. Gunung tersebut masuk ke wilayah Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Sragen—Jawa Tengah.Ritual seks bebas untuk mencari kekayaan di Gunung Kemukus sudah menjadi rahasia umum.Kabarnya, setiap pengunjung harus berziarah ke makam Pangeran Samudra sebanyak tujuh kali pada Kamis Pahing atau Kamis Wage atau pada hari-hari, dan bulan yang diyakini baik.Para peziarah pencari pesugihan melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang bukan suami atau istrinya. Kemudian pasangan pelaku ritual bertukar kontak nomor telepon dan info pribadi.Mereka melakukan perjanjian bertemu kembali di tempat lain untuk berhubungan seks setiap tiga puluh lima hari. Hal tersebut mereka lakukan selama tujuh kali berturut-turut untuk menyelesaikan ritual.Jika sudah berhasil lalu melakukan selamatan dan syukuran di Gunung Kemukus. Namun, ritual ini tak bisa dilakukan oleh orang yang mempunyai weton ganjil.Cerita ditulis berdasar kisah nyata yang difiksikan agar indah untuk dibaca. Semoga bisa jadi pembelajaran bersama. Ritual pesugihan jenis apa pun adalah salah satu bentuk kemusyrikan karena memohon kepada Jin selain kepada Tuhan Yang Maha Esa."Kekayaan, umur, dan popularitas itu seperti minum dari air lautan yang asin. Makin kau minum, makin haus yang kamu dapatkan."-Shaykh Ahmad Musa Jibril-•••¤•°•¤•°••••"Eh, Ibu-Ibu! Tuh liatin si Saimah mau ke mari. Pasti pada diborong dagangan Yu Tun ama dia.”“Perasaan dia ndak pernah kerja, suaminya pun sama-sama nguli kayak suamiku. Kadang rame kadang sepi.Heran, ya! Hampir tiap bulan beli perhiasan. Uang dari mana coba?”“Jangan suudzon Ibu-ibu. Bisa jadi Mbak Saimah habis dapat warisan dari orang tuanya,” jawab Yu Tun untuk meredam ghibah para ibu-ibu pelanggan sayur di gerobaknya.Ia tak ingin sayur dagangannya jadi korban gara-gara ada pelanggan bertengkar sampai aksi jambak-jambakan karena ghibah. Saimah semakin mendekat ke arah gerobak Yu Tun dengan ditingkahi bisik-bisik usil ibu-ibu yang memang ahli menggosip.“Sst ...! Dia udah dekat. Liat dompetnya tebel dan kalungnya udah ganti lagi.”“Iya, lo. Kakinya sekarang dikasih gelang juga. Makin kaya dia.”“Ssst! Udah Ibu-ibu! Bukan urusan kita, uang dia sendiri buat beli,” ucap Yu Tun berusaha meredakan sifat sok tahu para pelanggannya.Saimah akhirnya sudah di dekat dengan ibu-ibu yang lain. Ia tersenyum dan menyapa Yu Tun dan juga yang lain. Wanita berkulit bersih ini mulai memilah-milah sayur dan ikan di atas gerobak.“Mau masak apa, Im? Tumben beli bumbu lengkap?” tanya Bu Sobir yang kebetulan tetangga sebelah rumah Saimah.Kebetulan pula suami mereka adalah sesama tukang bangunan di sebuah proyek yang sama. Namun, sekitar setahun terakhir ini kehidupan keluarga Saimah telah melejit mengalahkan keluarga Bu Sobir.Oleh sebab itu wanita berperawakan gemuk ini sedikit banyak menaruh rasa iri. Secara memang, suami mereka sama hal soal jumlah gaji dan juga tak ada usaha sampingan. “Eh, Bu Sobir. Ini, Mas Parman ingin dimasakin rendang," jawab Saimah yang membawa bumbu rendang di tangan kanannya."Wah, perasaan gajian masih seminggu lagi. Kamu sudah bisa beli daging? Kita-kita aja pada ngirit bener, beli tempe dan kerupuk biar bisa sampe gajian," cerocos Bu Sobir.Saimah hanya menanggapinya dengan senyum lalu wanita berdaster bunga-bunga ini segera membayar semua total barang belanjaan dan segera berlalu meninggalkan ibu-ibu tukang ghibah."Eh, jangan-jangan, si Saimah dan suaminya itu ngepet. Masa tiap hari makan enak mulu. Banyak duit mereka. Parman itu diajakin suamiku, mana mungkin gajinya lebih gede?”Bu Sobir memulai gosip lagi dan langsung dibumbui ibu-ibu yang lain. Sedangkan Yu Tun banyak mampu menggeleng dan segera berpamitan akan keliling ke gang lain.“Ibu-ibu maaf, saya lanjut keliling dulu. Permisi!”Yu Tun berpamitan yang ditanggapi senyuman oleh para ibu kang ghibah. Mereka lebih asik menggosip daripada berbelanja.“Loh, Yu Tuun! Wah udah jauh dia. Belanjaanku belum lengkap, udah pergi.”“Makanya kalo mau ngobrol tenang, lengkapi dulu belanjaan, Bu,” sahut Bu Sobir yang sudah bersiap memberi sekilas info gosip lagi."Bener, bisa jadi si Parman itu mencuri bahan material di proyek. Nggak mungkin, kan, hasil dari kerja. Masa gaji suami aku yang lebih gede hanya mampu beli daging sebulan sekali. Ini cincin aja mas kawin dulu, gelang pun dapat dari arisan dua tahun lalu, gak ganti-ganti, " ucap Bu Sobir semakin bersemangat.Kemudian bahasan baru itu mendengung menjadi topik utama pagi itu. Dari balik pintu rumah di depan para penghibah, Kesi mendengar semua obrolan ibu-ibu itu.Kesi adalah janda tanpa anak, yang tinggal sendiri di lingkungan tersebut dan sukses menjadi sasaran empuk biang gosip. Sama halnya dengan Saimah, janda hitam manis ini dalam waktu setahun telah berhasil merenovasi rumah peninggalan orang tuanya menjadi rumah mewah di kampung tersebut.***"Mau ke mana, Mas?" tanya Saimah saat melihat Parman mengenakan jaketnya."Ada orang boyongan di kampung sebelah. Lumayan upah borongan," jawab Parman dengan senyum mengembang."Pulangnya jam berapa? Kok, berangkatnya dadakan begini?"Saimah melihat jam dinding yang sudah menunjuk angka delapan malam."Barusan dapat WA, butuh tambahan tukang bongkar. Banyak muatan. Gak sampai Subuh, udah pulang," jawab Parman sambil berpamitan.Setelah sang suami pergi, Saimah segera menelepon seseorang. Sebuah nomor kontak diberi nama Parmiati berhasil dihubungi.“Ya, Sayang! Gimana?”Terdengar sahutan seorang pria dari seberang telepon. Tampak keduanya sudah saling mengenal sangat akrab.“Mas, bisa malam ini. Gak usah nunggu minggu depan. Ritual terakhir, kan?”“Iya, Sayang! Entar Mas ajak kamu saat pasang sajen.”“Emang’e gak ngajak istri?”“Enggak perlu amat. Kan, Mas yang lakuin ritual dengan kamu.”“Aku cuma bantuin doang, Mas. Coba wetonku genap, udah kaya dari kemarin.”“Jangan bilang gitu, Sayang. Bukannya tiap aku ada duit, pasti kirim ke kamu. Habis pasang sajen, Mas beliin kamu rumah.”“Beneran? Makasih, Mas. Semakin cinta sama kamu. Tapi istrimu gak tau, kan?”“Ya, taulah! Dia yang suruh ke Kemukus. Cuma dia gak bisa ikutan karena sakit rematik. Akhirnya, aku sendirian tuntaskan ritual.”“Yodah, jemput aku di tempat biasa. Aku barusan pesan taksi online turun di sana.”“Okey, Sayang. Muach!”Saimah segera mematikan ponsel lalu bersiap-siap ganti baju. Malam ini ia akan membantu salah seorang pelanggan menyelesaikan ritual terakhir syarat dari pesugihan Gunung Kemukus.Profesi pasangan ritual ini telah ia jalani selama 14 bulan dengan empat pelanggan. Sekarang tinggal satu pelanggan barusan yang harus ia bantu tuntaskan ritual. Ya, ia bersama pelanggan ini akan melakukan hubungan intim sebanyak tujuh kali di setiap tiga puluh lima hari.Akhirnya, karena mereka sering berhubungan secara fisik hati pun ikut bicara. Itu kata semua pelanggan yang telah memakai jasa Saimah dan berhasil kaya karena ritual dituntaskan dengan baik.Namun, Saimah hanya mencintai pria barusan dengan hati, sedangkan yang lain hanya pemanis bibir semata agar hubungan langgeng dan duit semakin lancar terkirim ke nomor rekening wanita bersuami ini.Parman yang lugu tak pernah tahu perbuatan Saimah ini karena sang wanita begitu lihai mengatur waktu. Kalau pun sekarang, Saimah selalu pegang duit banyak, wanita ini selalu berkilah kalau itu adalah hasil berjualan skin care yang lagi ngetren saat ini.Bisnis lancar, selingkuhan dengan pria idaman semakin mesra, dan duit mengalir dari empat pelanggan yang satu persatu semakin sukses menjadi orang kaya.Drrrtt! Drrrrtt!“Ngapain Kesi telepon?” tanya Saimah sambil ngedumel sambil mengusap layar ponsel untuk menerima panggilan.“Ya, halo?”“Im, besok ikut aku, ya?”“Ikut ke mana?”“Diajakin ketemuan dengan istri Mas Win.”“Bukannya dia udah tau kalo kalian pasangan ritual udah lama?”“Iya. Aku mau dinikahin Mas Win, jadi istri kedua.”“Kamu mau?”“Enggaklah! Bisa tutup buku rekening kalo aku nikah dengan dia.”“Kalo dicukupi sama dia. Udah kaya tuh! Warung bakso dia udah banyak cabang.”“Enggak enak, Im. Cuma dapat duit dari dia.”Akhirnya, Saimah terpaksa mengakhiri pembicaraan karena harus segera pergi.•••¤•°•¤•••¤•°•¤•••Epilogue..He hated everything about this little island. The people were nice and their lifestyle was peaceful and colourful. He hated the harsh sun that was always harsher to him because he was always wearing black. He wished to go back to Nayak as soon as possible and have his mother pampered with sweets from Ruqgu. In his entire seventeen years of life, he has never for once stepped out of Nayak but his father had sent him to Holcomb after his elder sister who was getting married to a nobleman from the island.He doesn't get along with Princess Aria, she was always self-centered and a little bit bitchy even though his mother warned him not to address his elder sister like that. He prefers the company of Princess Estella since they were raised together with his immediately younger sister Nabi. The three of them were like triplets. Estella is the brainy one out of them but often ignored by their father the King which makes her lack a little bit of self-esteem, she is also clumsy and
Chapter 53 Baby Nasir.A few months later.Childbirth hurts like a bitch! How I wished someone warned me. Well, they did but I couldn't imagine that it would be this worse.“Push!” The midwife encouraged me but I almost slapped her face in rage. I was doing my best, why wouldn't she see that? Will I have another child after this? Yes! But I don't want to go through this kind of pain in my life ever again. I felt like my insides were being ripped apart.“ Please a bit more Your Majesty, I can see the head of the baby,” The woman said softly, beads of sweat forming on her forehead mirroring the one on mine. I took another breath and I pushed harder with all my strength.After minutes of pushing and praying to Natalí for the thousandth time to ease me of this pain, and hours of Treven running around like a headless chicken while threatening to kill the midwives if anything happens to me. That man and his dramatics, Baby Nasir finally came to this world. Treven almost collapsed from joy
Chapter 52 Scares.“ Your majesty, I'm thinking we should make a camp here. We have been Riding non-stop and we can just continue our journey by dawn” Valtar said with a tired voice after the passed the Lu fortress and the king didn't even stop the horses.“ You all can rest here or go back to Lu Fortress, I need to get back to the capital as soon as possible. My Queen is waiting” His Majesty said grabbing the little tear orb dangling on his neck. While riding the horse forward, he already imagined how he was going to scoop his Queen in his arms and kiss the lips he missed so much.“ You need the rest also, you won't even allow us to pull out the arrows,” Valtar said but Treven continued riding without minding his only friend. He increased the pace and rode away from the whining bodyguard. He doesn't mind the pain anyway, his Queen would heal him with her gentle hands. The pain in his body was nothing compared to the pain of longing that he was feeling. He had fallen for her without
Chapter 51 His primary assignment.He took a deep breath as he stared ahead, his entire armor was covered with the blood of his enemies. Bodies were splattered around him in the most goriest way ever. Both the human bodies and the wolves, he kept Killing to return the favor of them slaughtering his soldiers. He wasn't tired even after fighting for many hours straight. The back of his armor was stabbed with many arrows, some of which penetrated his body but he barely felt any pain as he continued cutting any threatening flesh as if he was slicing butter.The warriors of Nati fought under his command, they were like demons from hell. They cannot be killed and each time the enemies used the magic of Hwaja, the warriors were not affected, they only kept on fighting under his command. Their wolves already got trapped in the ditch he had his men dug the other day, he only ever wanted to end everything and go back to his Queen. He hasn't heard anything from the hornets and it bothers him a
Chapter 50 The Other Side of Natalí.“ What do you mean you couldn't kill the Queen?!” Princess Cixi barked at the assassins in front of her. They were ten in total they bowed their head in shame. Their faces were swollen beyond recognition and part of their body was too.“ We already got rid of her bodyguards and before we knew it, some bug swarms came out of nowhere and attacked us. There were too many, we couldn't enter the chamber. By the time they were gone, the king was gone too” one of the assassins said while wincing in pain. One of them fell dead immediately followed by another until all of them died before her eyes. She couldn't believe the scene in front of her, whatever killed them was waiting for them to deliver the message to her.Her eyes became pitch black as she roared in anger. Her black veins became visible and covered one side of her face. The black mist surrounding her went crazy.“ Your Highness! The Queen is heading to the temple” Her second in command, the lady
Chapter 49 His Spirit warriors.“ Lyn was poisoned?” He banged his hands on the table at the news from the Hornet. His eyes flashed red but went back to normal immediately the Hornet flew in a circle with a loud buzz. They had made a camp at a place very close to the Silk Valley. The sun was setting already and he was getting ready to attack the Aransas fortress at dawn before the hornet flew in.“ She didn't eat the poison?” He asked and the Hornet stayed still for a while before buzzing around again. “ You stung her maid? That was reassuring at least.” He took a deep breath but his mind was already in shambles at the thought of someone attempting to kill his Queen in his absence. He knows the person, it was the same person that tried to poison him at the inn the first time he met his Queen. It was the same person that was giving the Barbarians a failed hope.The Hornet flew around for a while again with a loud buzz and Treven almost broke the table angrily. How dare that lowly piec
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments