Mag-log in"Hanya yang mengalami sakitnya akan memahami cara meredakannya walau itu tidak akan menjamin kesembuhannya."
"Oiya, Yan. Jangan lupa kasih dana cukup ke Pak Toni supaya masalah konsumsi beres dan memuaskan. Tenaga pejuang yang kuat salah satunya berasal dari makanan yang baik dan bergizi. Ingat itu!" Arga berfilosofi.
"Iya beres, Bos! Aku akan mengatur agar ada sinergi antara dana yang ada dengan kebutuhan makanan yang tercukupi. Bagian akunting juga lagi merekap semua biayanya kok." Ryan menenangkan hati bosnya. "Sip. Jangan terlalu sayang uang, dana kita cukup banyak kok, apalagi untuk keperluan konsumsi. Apalagi papaku dengan manisnya juga kirim uang lagi tadi pagi. Tapi sebaliknya jangan gegabah dan boros juga sih. Perjuangan kita mungkin akan berlangsung lama, tidak hanya setahun dua ta"Kekuatan dendam adalah terbesar saat ego dan kepentingan berbenturan dengan batas toleransi musuh."“Sekarang ledakkan truknya, Arga! Buat mereka menyesal!” Sando berteriak, matanya menatap Arga yang berlari sekuat tenaga.Arga menoleh ke belakang, melihat pasukan elite yang mengejarnya. Ia mencapai truk, meraih kabel yang masih menjuntai dari sambungan listrik, dan menyentuhkannya ke cairan bahan bakar yang menetes.“Kalian akan membayar!” Arga menggeram, matanya berkobar.Api menyambar dengan cepat, menjilati bahan bakar yang bocor. Detik berikutnya, seluruh truk itu terbakar hebat, dan Arga melompat menjauh, berusaha mencari perlindungan di balik reruntuhan.Bummm!Ledakan raksasa mengguncang Bumintara. Api oranye raksasa menjilat langit, menerangi seluruh area medan perang yang gelap gulita. Gelombang kejut menghantam para prajurit elite Albert, melemparkan mereka ke udara seperti boneka kain. Reruntuhan di sekitar Arga bergetar hebat, puing-puing berjatuhan di mana-mana. Asap
"Pengalih perhatian akan berjalan sempurna jika musuh memang sudah dalam batas minimal dalam toleransinya."“Bukan untuk menghentikan, Maya, tapi untuk membuang waktu. Untuk membuat mereka berhenti sejenak, mengaktifkan masker. Hanya beberapa detik yang dibutuhkan Arga,” Sando menjelaskan, matanya tak lepas dari peta.Arga menembak balik, menjatuhkan dua orang musuh yang mencoba mendekat. Ia merasakan setiap ototnya menjerit, namun amarah dan dendam memberinya kekuatan tak masuk akal. Ia menarik kabel yang sudah ia cabut dari mesin truk, bertekad menyambungkannya ke jalur listrik utama.“Maya, Arga akan ke sana! Berapa lama waktu yang kita punya sampai mereka menyadari taktik gas air mata?” Darren Kloghs bertanya, suaranya berat, matanya menyipit memperhatikan layar besar.“Paling banyak lima detik, Om Darren! Mungkin kurang!” Maya menjawab cepat, jarinya sudah siap di tombol aktivasi gas. “Arga, siap? Aku akan aktifkan saat kau bergerak!”“Siap!” Arga menggeram. Ia menatap dua pulu
"Sisi psikologis manusia akan selalu berpihak pada kebenaran, tapi sisi lainnya selalu menarik dari arah berlawanan."“Sulit, Arga! Mereka bergerak terlalu cepat, dan area itu terlalu terbuka!” Maya merespons, otaknya berputar mencari solusi. “Kecuali… kecuali jika kita bisa menarik perhatian mereka ke tempat lain. Tapi bagaimana?”“Arga, ingat rencana kita tentang ‘peperangan psikologis’?” Sando menimpali, suaranya tenang, penuh strategi. “Fokuskan mereka pada ketakutan mereka sendiri. Kita punya drone pengintai yang tidak terdeteksi. Kita bisa menyiarkan pesan yang akan mengganggu mereka, membuat mereka panik.”“Pesan apa, Sando? Waktunya mendesak!” Arga meliuk, menghindari serangan mendadak. Ia menendang salah satu musuh, membuatnya terhuyung.“Pesan yang akan mengingatkan mereka akan kegagalan Albert, Arga. Pesan yang akan membuat mereka meragukan tujuan mereka,” Sando menjelaskan. “Maya, siapkan drone itu. Kirimkan pesan yang sudah kita siapkan untuk menyebar desas-desus. Fok
"Semua kejahatan akan menerima konsekuensinya pada waktu yang lama atau cepat. Kebaikan akan abadi dalam sepanjang masa." Alarm keamanan darurat yang disulut Maya meraung memekakkan telinga di seluruh gudang, memantul dari dinding logam dan tumpukan amunisi, menciptakan kekacauan sensorik yang sempurna. Lampu merah berkedip tak beraturan, mencoreng bayangan di setiap sudut, dan setiap gema tembakan kini terasa berlipat ganda, mengamplifikasi ketegangan. Arga, dengan tangan gemetar menekan detonator bom, merasakan denyutan adrenalin memompa di sekujur tubuhnya. Empat puluh lima detik. Begitu singkat, begitu panjang.“Maya, alarmmu bekerja dengan baik!” Arga berteriak melalui earpiece, suaranya serak karena asap dan debu yang menyesakkan paru-paru. Ia melesat dari pipa gas, menghindari tembakan beruntun dari Mr. Albert yang kini semakin mendekat, raut wajahnya mengeras dalam kemarahan yang membabi buta. “Tapi aku terjepit! Albert di depanku, pasukan lain di belakang!”Di bunker yang
"Rasa semangat membela kebenaran terkadang bisa menghilangkan sikap waspada."“Alan benar. Kekacauan visual dan suara akan sangat membantu. Aku akan membanjiri frekuensi komunikasi mereka dengan gangguan, membuat mereka sulit berkoordinasi.”“Albert semakin dekat, Arga,” Ryan mengingatkan, tatapannya beralih ke titik merah yang bergerak cepat di layar. “Aku melihatnya di belakangmu.”Arga merasakan getaran di tanah. Ia menoleh sekilas ke belakang, dan siluet Mr. Albert terlihat, dikelilingi oleh pasukan berjubah hitam. Inilah yang ia inginkan—konfrontasi langsung. “Bagus,” Arga menyeringai tipis, darah membasahi ujung bibirnya. Ia berlari lebih cepat, memanfaatkan setiap bayangan dan celah di antara reruntuhan. “Katakan pada Alan, nyalakan api lebih besar lagi. Katakan pada Darren, buat mereka mabuk. Katakan pada Ryan dan Sando, siapkan jalan. Aku akan mengambil gudang itu.”Di bunker, Maya menatap Arga di layar, napasnya tertahan. “Arga, kau harus berhati-hati. Penjaga di pintu mas
"Saat kebenaran melawan kebatilan, selalu ada sisi-sisi penguat juga merapuhkan dalam sebuah peperangan." Sando menunjuk ke salah satu layar yang menampilkan peta Bumintara. Titik-titik merah—warga sipil—masih bergerak, beberapa di antaranya sudah mulai mendirikan barikade dan mengganggu jalan. “Alan telah menyulut api. Sekarang, kita harus menyalurkan energi itu. Kita harus memberi mereka target yang lebih konkret.”“Kau ingin masyarakat sipil menyerang gudang amunisi itu?” Darren membelalakkan mata. “Itu gila, Sando! Itu bunuh diri namanya!”“Tidak secara langsung, Om Darren,” Sando menggeleng. “Tapi kita bisa mengarahkan mereka untuk menciptakan lebih banyak kekacauan di sekitar gudang itu. Memblokir jalan masuk utama, memancing penjaga keluar. Memberi Arga celah kecil. Mereka tidak perlu bertempur. Cukup mengganggu.”Alan tiba-tiba berdiri. “Sando benar! Aku bisa melakukannya! Aku akan menyerukan mereka untuk fokus pada area sekitar gudang amunisi itu. Memberi tahu mereka bahwa i







