Se connecterKeesokan harinya, Arga benar-benar menapak tilas alamat lamanya. Rumah yang dulu dia tinggali bersama keluarganya.
Sekarang rumah itu nampak berantakam dan tak terurus. Banyak rumah laba-labanya yang menggantung di tiap sudut atas langit-langit ruangan. Juga di bagian bawahnya. Sampai tidak kelihatan bagian dalam rumahnya. Arga langsung menuju ke arah belakang rumah. Makam itu masih ada di tempat yang sama. Hanya sekarang sudah kotor dan ditumbuhi rumput tinggi. Arga segera mengambil pisau dan sapu lidi. Dibersihkannya rumput-rumput itu dengan pisau seadanya, lalu disapunya seputar makam sampai bersih. Arga terduduk, bersimpuh dan berdoa dengan hati sedih sekaligus lega. Air mata mengalir deras di pipinya. Sedih mengingat keluarganya yang meninggal dengan naas. Dan lega karena dia tahu tujuan utama dia dilahirkan kembali saat ini. BALAS DENDAM! Yes! Arga lalu beralih fokus mencari buku catatannya dulu. Dia melihat keadaannya dari sudut ke sudut. Dia akhirnya memasuki rumah dan sejenak tercenung melihat betapa parahnya kerusakan rumah tua itu. Ternyata rumah yang lama ditinggalkan memang rusak seiring waktu berjalan."Apakah buku itu masih ada ya? Atau sudah rusak dimakan rayap? Atau hancur kena air hujan?" bisik Arga ragu. Dia mempunyai harapan yang tipis melihat betapa besarnya kerusakan rumah ini, apalagi sebuah buku?Arga segera menyingsingkan lengan bajunya dan mulai bersih-bersih. Diraihnya sebuah sapu dan mulailah Arga membersihkan sarang laba-laba. Tampak sarang laba-laba memang memenuhi semua bagian atas bawah ruangan. Saking lebatnya sudah seperti istana laba-laba saja. "Maaf, kawan. Ini rumahku. Kalian sudah sekian lama menempati rumah ini, Kini saatnya sang pemilik asli mengambilnya kembali. Tak apa kan? Makasih sudah menjaga rumahku sekian lama. Apakah kalian melihat bukuku?" Arga bertanya tanpa jawab. Arga kemudian terpekik kaget ketika melihat seonggok baju dan tulang kerangka di dalamnya! Kerangka itu nampak duduk dan meletakkan kepalanya di meja. Itu kerangka jenasah Arga sendiri! Dan luar biasa, dari tangan kerangka itu dia menggenggam buku yang dicarinya dari tadi. Arga segera memakamkan kerangka tubuhnya yang dulu, dengan sebaik-baiknya di samping makam keluarganya. Lalu membawa buku itu pulang, untuk dipelajarinya di rumah barunya sebagai Arga baru. ***Pesta di antara para penguasa, semakin hari semakin tidak terkontrol saja. Banyak ragam pesta aneh yang mereka adakan. Semua atas nama menikmati kekayaan semaksimal mungkin! Aji mumpung berlaku. Ada pesta biasa, sekedar makan, minum, berbincang dan melihat pertunjukan. Dan biasanya hanya berlangsung satu sampai tiga jam saja. Atau bisa diperpanjang ke tempat lain kalau mau. Bisa ke karaoke, main musik, lihat bioskop, berjoged, dan sebagainya. Lalu ada pesta dengan tema khusus seperti pesta ulang tahun, kenaikan jabatan, penyambutan pegawai baru, syukuran, pernikahan, pesta lepas lajang, pesta arisan dan banyak lagi. Lalu tak lupa juga ada pesta yang mengarah ke pemuasan kenikmatan hasrat birahi, seperti pesta topless, nude, dan sebagainya yang sangat tak masuk akal tapi memang sungguh ada. Tak terpikirkan sama sekali oleh penikmat pesta ini tentang hukum karma. Apa yang telah mereka lakukan 5 tahun yang silam, terasa hanya jadi buku kenangan yang berdebu dan dibuang ke tengah lautan luas. Lalu lenyap tanpa bekas.Mereka lupa dan sudah bersikap lengah bahwa orang-orang korban mati dahulu, ataupun keturunannya, bisa saja membalas dendam sewaktu-waktu.Arga dan Maya diantaranya! ***"Seseorang yang pernah teruji akan selalu mendapatkan ujian tersulit dan lebih mudah untuk menghadapinya dan lolos darinya."Bau desinfektan yang dingin dan aroma metalik yang menusuk seolah mengukir pengalaman pahit di indera penciuman Maya, melebur dengan dendam yang mendidih di dalam dirinya. Pintu kamar berderak tertutup, mengunci ia dalam sangkar emas, namun sekaligus mengobarkan api revolusi dalam jiwanya. Pergelangan tangannya masih terasa perih, sebuah pengingat fisik akan cengkeraman ‘Sando’ dan kebrutalan papanya. Air mata telah kering, digantikan oleh kilatan tekad yang membara. Ia tidak akan tinggal diam.Maya melangkah menuju jendela anti-peluru, menatap siluet kota Bumintara yang benderang di bawah sana. Kota yang papanya klaim sebagai miliknya, namun yang jiwanya telah ia cemari. Sebuah ide mulai terbentuk di benaknya, rumit, berbahaya, namun satu-satunya jalan keluar.“Sistem kontrol kamar,
"Peperangan selalu menyebabkan korban dan masyarakat biasa tanpa perlindungan yang paling banyak menderita."Bau ozon yang pekat masih menempel di hidungnya, bercampur dengan aroma logam dingin dari interior kendaraan gelap yang melaju cepat, seolah mengukir pengalaman buruk itu di indera penciumannya. Maya duduk terpaku, pergelangan tangannya terasa perih di tempat cengkeraman 'Sando' mendarat. Ia tahu ia tidak seharusnya terpaku, ia tahu ia harus berontak, tapi pikirannya masih berputar-putar, terjebak di antara kengerian melihat kekasihnya menjadi boneka dan kemarahan tak terbatas pada papanya. Air mata yang sempat mengalir deras kini mengering, menyisakan jejak asin di pipi. Kendaraan itu berhenti dengan sentakan pelan. Pintu terbuka, memperlihatkan lorong-lorong berlampu redup yang sangat familiar, namun kini terasa asing dan dingin. Ini adalah salah satu markas tersembunyi Mr. Albert, tempat ia sering dibawa papanya saat kecil untuk ‘melihat pekerjaan Papa’. Maya digiring mas
"Teknologi adalah pilihan : akan dibawa untuk kebaikan atau kerusakan lebih lanjut?"Arga segera menarik Maya ke belakang meja kontrol, melindunginya. “Siapkan pertahanan! Aktifkan semua perisai energi!”Dari layar monitor, terlihat beberapa sosok berseragam hitam dengan perlengkapan tempur lengkap menyusup ke dalam kompleks markas. Mereka bergerak cepat, terkoordinasi, menonjolkan pelatihan militer tingkat tinggi.Tapi yang membuat Arga dan Ryan merinding adalah sosok di paling depan. Pria dengan perawakan atletis, mengenakan pakaian gelap tanpa seragam, dan masker yang menutupi separuh wajahnya. Matanya… sama persis dengan yang mereka lihat di video.“Itu dia…” desis Maya, suaranya penuh kengerian. “Sando.”“Tidak, Maya. Itu bukan dia,” Arga meyakinkan, namun keraguan mencengkeram hatinya. Jika itu benar Sando, bagaimana mereka bisa melawannya?
"Kekuatan terbesar yang diperbesar oleh kejahatan akan berakhir sia-sia pada akhirnya."Keringat dingin membasahi punggung Arga. Pertanyaan Maya menghantamnya seperti palu godam. Ia memang pernah mendengar tentang teknologi manipulasi pikiran yang dikembangkan oleh beberapa penguasa, tapi ia tidak menyangka sama sekali bahwa seorang Mr. Albert, musuhnya nomer satu, sudah menguasai itu. Ini berita yang teramat buruk. Teknologi mutakhir di tangan orang jahat adalah bencana paling menakutkan.Jika memang nanti Sando benar-benar hidup kembali dengan ingatan yang diubah dan diatur untuk pro musuh, dan diarahkan untuk melawan mereka, itu akan menjadi senjata paling mematikan.Ryan, yang tadinya terdiam, kini berlutut juga di samping Maya. “Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi, Maya. Kita harus menemukan bukti tentang proyek ‘revitalisasi genetik’ itu. Kita harus tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Kau bilang ada fasilitas rahasia?”Maya mengangguk, sedikit tenang dalam pelukan Arga. “A
"Kehilangan seseorang dalam hidup membuat kita menyadari arti kehadirannya saat dia masih ada."Keheningan di markas bawah tanah Arga, pasca panggilan terputus dari Mr. Albert, terasa lebih mencekik dari biasanya. Jika sebelumnya hanya ancaman yang mengudara, kini bayangan kelam Sando, kekasih Maya yang telah tiada, melayang-layang, membangkitkan kengerian baru. Dinginnya ruangan, yang semula hanya masalah fisik, kini meresap ke dalam jiwa, membekukan harapan.Maya masih berdiri mematung di depan layar monitor, jemarinya terkepal erat pada botol air mineral yang telah penyok. Matanya berkaca-kaca, namun ada determinasi pahit yang tersirat di sana, seolah ia bersiap menghadapi hantu terburuk dari masa lalunya.“Sando… Papa tidak akan melepaskan kenangan tentang Sando begitu saja,” bisik Maya, suaranya parau.Ia menoleh ke arah Arga dan Ryan, sorot matanya yang biasanya penuh percaya diri kini d
"Terbiasa tertekan dan bersikap berlawanan dengan hati nurani, membuat sesorang bisa berfirasat tajam jika ada lawan yang bersikap serupa."“Papa tahu, satu-satunya cara untuk menghancurkanku, untuk membuatku ragu, adalah dengan mengungkit kembali Sando-ku,” Maya menjelaskan, suaranya bergetar. “Ia bisa memutarbalikkan fakta, menciptakan narasi palsu yang menempatkan kita dalam posisi bersalah atas kematian Sando, atau bahkan mencoba mengklaim bahwa ia peduli terhadap Sando.”“Itu tidak masuk akal,” Ryan menyahut, nada suaranya tak percaya. “Bagaimana mungkin ia peduli? Ia yang menyebabkan Sando meninggal!”“Bagi Papa, logika dan kebenaran adalah alat yang bisa dibengkokkan sesuai kebutuhannya,” Maya menimpali, senyum miris terukir di bibirnya. “Ia adalah master dalam menciptakan ilusi. Ia bisa menyebarkan propaganda bahwa Sando adalah korban dari ‘kecerobohan pemberontak’ atau bahkan bahwa Arga adalah dalang di balik semua kekacauan yang menewaskan Sando dan ribuan lainnya. Ini aka







