LOGIN"Seringkali kekuatan terbesar justru malah datang dari sebongkah dendam yang tak kunjung mendapat perhatian."
Mereka lupa dan sudah bersikap lengah bahwa orang-orang korban mati dahulu, ataupun keturunannya, bisa saja membalas dendam sewaktu-waktu.Arga dan Maya diantaranya! Kini Arga jauh lebih muda dan kuat. Dia menelusuri masa lalu dengan perlahan di kediamannya yang kini besar dan mewah. Arga menyadari satu keuntungan yang dia dapat, karena akibat proses reinkarnasi yang dia alami sekarang. "Barangkali ... hmm enggak, ini pasti ... Ya pasti adalah takdir dari-Nya. Jalan dari Allah SWT untuk membalaskan dendam bangsa Bumintara ini!" Arga tersenyum getir. Arga memandangi perawakannya yang kini sempurna di cermin besar di kamarnya. Sementara itu buku yang anehnya tidak rusak dan hanya berjamur parah, tapi tulisannya masih bisa terbaca itu, ada di tangan kirinya. "Bagaimana bisa, rumah Ayah ibuku yang terbuat dari bahan pilihan yang kuat malah rusak, sedangkan buku yang rapuh ini justru masih utuh? Dia berada dalam perlindungan genggaman kerangka tanganku sendiri selama lima tahun. Ya Alloh, terimakasih, semua ini pasti terjadi atas ijin-Mu."Arga tersenyum terharu. Hatinya menghangat, mengingat kasih Dia kepadanya. Dipandanginya buku itu sekali lagi. Dilihatnya tubuh dan wajahnya sendiri di cermin. Arga merasakan air mata hangat menuruni pipi mulusnya. Arga kembali mengingat pesan terakhir ayahnya dahulu sebelum meninggal. Deraian air mata membasahi mata dan hati pemuda yang kini bertubuh jangkung ini. Mengingat betapa ayahnya dulu sangat kesakitan saat akhir menjelang nyawanya menghilang. ("Arga, bertahanlah hidup, Nak. Coba kau pakai masker pelindung rancangan ayah seadanya di kamar kerja. BALASKAN DENDAM masyarakat sesama kita yang miskin dan terbunuh ini, Arga! Jangan me... nye... rah! Ibu ... Arga. Maaf ... kan ayah, tak bisa melindungi kita semua ya?" Tubuh pria tua itu menggelepar, seperti mendapat serangan jantung hebat. Lalu tubuhnya semakin berkurang getarannya, sampai akhirnya benar-benar terdiam untuk selamanya.)'Ayah, Arga akan membalaskan semua rasa sakit hati keluarga kita dan semua tetangga juga bangsa Bumintara. Arga akan kasih pelajaran ke orang-orang kaya yang tak bermoral dan tidak mempunyai hati itu. Harga paham bahwa Allah ada di pihak kita Ayah. Buktinya Arga dikasih kesempatan untuk hidup sekali lagi. Alloh Huakbar! Alloh Huakbar!'Arga mengusap kembali air matanya yang tak henti menetes di pipinya yang putih mulus. Air mata yang selama lima tahun tertahan karena ketiadaan nyawanya sendiri. Kepergian nyawa dari raga yang sama sekali tak diinginkannya. Miris! 'Ibu! Arga mohon restumu. Apa yang ibu katakan dahulu selalu benar. Kaulah inti dari kebenaran semua kehidupan Ibu.'Arga jadi teringat kisah pilu itu kembali. Kisah tentang wanita kesayangan, cinta pertama dalam hidup seorang anak lelaki sulung. Kisah horor yang paling menakutkan sekaligus menyedihkan, kembali mengoyak hati dan pikirannya. Kenangan sedih saat wanita yang paling disayanginya itu tersiksa meregang nyawa. ("Pergilah, Arga huhuhu. Ambil masker pelindung yang ayahmu buat. Tunaikan rasa dendam kita semua. Huhuhuhu hiks.")Arga memukul-mukul dadanya sendiri, berharap rasa sesak itu segera pergi melenyap. Tetapi justru perasaannya terasa makin kalut. Rasa marah, bingung, sedih, kangen pada bapak ibu dan adik, bercampur jadi satu. Ada satu nasehat dari ibu Arga yang begitu membekas di benak pemuda, yang sekarang menghuni tubuh bagus berparas tampan ini. Yaitu 'Tidak ada yang benar-benar berakhir sampai semua memang sudah berakhir'. Arga kini memahaminya dengan sangat jelas dan bersyukur. Ini saatnya dia 'memulai'nya lagi, hal yang belum benar-benar berakhir itu. Arga akan mengakhirinya sekuat jiwa dan raga. ("Tak apa-apa, Nak. Tidak ada yang benar-benar berakhir sampai semua memang sudah berakhir. Ada kesempatan membalikkan keadaan dalam setiap detik. Berusahalah keras sampai detik akhir dalam hidup ... mu. Sel ... lamat ting ... nggal anakku, Arga, keep fighting! Allohu Akbar!")("Ibuuuuuu! Maafkan Arga Ibu! Andai ada kesempatan, aku akan balaskan dendam ini. Sayangnya Arga juga merasa nyawa ini segera meninggalkan raga. Andai keajaiban terjadi, Arga akan membalaskan dendam kita semua.") Itu dahulu saat Arga makin melemah dan kehilangan nyawa juga akhirnya. Kini semua akan dibalaskan, dituntaskan dendam dan dijungkirbalikkan, oleh Arga. Siapapun dan setangguh apapun si tujuh penguasa itu, Arga tak akan gentar. 'Rawe-rawe rantas. Malang-malang putung. Vini vidi vici! Yeah, semangat Arga!' Arga mengacungkan tangan kanannya ke atas dengan jemari yang terkepal erat. Seulas senyum manis menghiasi bibirnya yang tipis indah sempurna.***Hari-hari penuh harapan kini pun mulai dianyam si anak manusia bernama Arga ini. Dia bersemangat sekali, seakan waktu sedetikpun tak akan dibuangnya percuma. Arga juga uniknya mempunyai hobi baru yang bisa dibilang orang-orang lain yang melabelinya sebagai perilaku narcis, alias kagum pada penampilannya sendiri. Padahal bukan begitu maksud Arga sesungguhnya. Seperti sekarang, lagi dan lagi, setelah asyik merenung, Arga memandangi wajah dan tubuhnya lagi. Dia diam-diam merasa kagum. Betapa keajaiban itu benar-benar terjadi nyata di dunianya kini. Tubuh tegap tinggi sempurna, tulang yang besar dan kuat, dan wajah setampan ini, benarkah kini jadi miliknya?Bersyukur tiada habis atas kesempatan kedua dan anugerah-Nya dan dia sungguh berniat menggunakannya secara optimal, itulah sesungguhnya isi hati Arga. Dia takjub dengan karunia-Nya yang dulu dipikirnya mustahil akan terjadi."Terima kasih ya Alloh, kau telah memberikanku satu kesempatan melalui tubuh baru dan menawan ini. Aku tahu ... mungkin aku akan terlalu serakah ke depan. Salahkah aku? Ah lagi-lagi aku serakah berani meminta kepada-Mu. Restui aku, bimbing dan mudahkan jalanku, untuk berjuang mendapatkan hak keadilan atas nama orang-orang yang tersia-sia nyawanya. Ampuni rasa dendamku, ya Alloh. Aku tak kuasa mengenyahkannya, tak rela rasanya melihat tujuh penguasa tertawa dalam kejayaan selama bertahun-tahun belakangan ini. Meninggalkan berjuta nyawa yang tak tahu apa-apa sebagai tumbalnya."Arga mengangguk tegas sambil tersenyum getir. Dia bertekad akan menuntaskan dendam ini. Tak akan ditundanya lagi. Dia akan segera bergerak!"Hai ... tujuh penguasa. Para manusia laknat! Segera tunggu kedatangan Arga ini dan jangan jumawa terus menikmati harta penuh darah itu! Ada saatnya kau tertawa tapi kini akan kubuat kau menangis darah di bawah kakiku! Tunggu tanggal mainnya!" ***Di tempat yang berbeda, Maya nampak seperti biasa. Cantik, cerdas, energik, penuh pemikiran dan konsentrasi pada apa yang sedang dicarinya. Dia tetap berpendirian teguh menumbuhkan dendam atas kematian Sando kekasihnya pada tujuh penguasa.Dia tetap tak bisa mengenyahkan rasa cinta remajanya dulu. Cinta pertama pada kak Sando yang sangat manis dan berharga. Waktu lima tahun tak juga mampu membuat Maya beralih hati meski belasan lelaki menawan mendekatinya.Maya hanya ingin kekasihnya meninggal dengan tenang di sana. Bagaimanapun caranya, dia akan membalaskan ini semua, walaupun artinya itu juga akan melawan papanya sendiri. "Sayangku, Maya. Kenapa kau begini terus, Nak? Apa yang merisaukan hatimu? Pilih salah satu pria itu dan menikahlah, ya?" ***Wah Arga mulai mengagumi dirinya yang beraga baru.
"Seseorang yang pernah teruji akan selalu mendapatkan ujian tersulit dan lebih mudah untuk menghadapinya dan lolos darinya."Bau desinfektan yang dingin dan aroma metalik yang menusuk seolah mengukir pengalaman pahit di indera penciuman Maya, melebur dengan dendam yang mendidih di dalam dirinya. Pintu kamar berderak tertutup, mengunci ia dalam sangkar emas, namun sekaligus mengobarkan api revolusi dalam jiwanya. Pergelangan tangannya masih terasa perih, sebuah pengingat fisik akan cengkeraman ‘Sando’ dan kebrutalan papanya. Air mata telah kering, digantikan oleh kilatan tekad yang membara. Ia tidak akan tinggal diam.Maya melangkah menuju jendela anti-peluru, menatap siluet kota Bumintara yang benderang di bawah sana. Kota yang papanya klaim sebagai miliknya, namun yang jiwanya telah ia cemari. Sebuah ide mulai terbentuk di benaknya, rumit, berbahaya, namun satu-satunya jalan keluar.“Sistem kontrol kamar,
"Peperangan selalu menyebabkan korban dan masyarakat biasa tanpa perlindungan yang paling banyak menderita."Bau ozon yang pekat masih menempel di hidungnya, bercampur dengan aroma logam dingin dari interior kendaraan gelap yang melaju cepat, seolah mengukir pengalaman buruk itu di indera penciumannya. Maya duduk terpaku, pergelangan tangannya terasa perih di tempat cengkeraman 'Sando' mendarat. Ia tahu ia tidak seharusnya terpaku, ia tahu ia harus berontak, tapi pikirannya masih berputar-putar, terjebak di antara kengerian melihat kekasihnya menjadi boneka dan kemarahan tak terbatas pada papanya. Air mata yang sempat mengalir deras kini mengering, menyisakan jejak asin di pipi. Kendaraan itu berhenti dengan sentakan pelan. Pintu terbuka, memperlihatkan lorong-lorong berlampu redup yang sangat familiar, namun kini terasa asing dan dingin. Ini adalah salah satu markas tersembunyi Mr. Albert, tempat ia sering dibawa papanya saat kecil untuk ‘melihat pekerjaan Papa’. Maya digiring mas
"Teknologi adalah pilihan : akan dibawa untuk kebaikan atau kerusakan lebih lanjut?"Arga segera menarik Maya ke belakang meja kontrol, melindunginya. “Siapkan pertahanan! Aktifkan semua perisai energi!”Dari layar monitor, terlihat beberapa sosok berseragam hitam dengan perlengkapan tempur lengkap menyusup ke dalam kompleks markas. Mereka bergerak cepat, terkoordinasi, menonjolkan pelatihan militer tingkat tinggi.Tapi yang membuat Arga dan Ryan merinding adalah sosok di paling depan. Pria dengan perawakan atletis, mengenakan pakaian gelap tanpa seragam, dan masker yang menutupi separuh wajahnya. Matanya… sama persis dengan yang mereka lihat di video.“Itu dia…” desis Maya, suaranya penuh kengerian. “Sando.”“Tidak, Maya. Itu bukan dia,” Arga meyakinkan, namun keraguan mencengkeram hatinya. Jika itu benar Sando, bagaimana mereka bisa melawannya?
"Kekuatan terbesar yang diperbesar oleh kejahatan akan berakhir sia-sia pada akhirnya."Keringat dingin membasahi punggung Arga. Pertanyaan Maya menghantamnya seperti palu godam. Ia memang pernah mendengar tentang teknologi manipulasi pikiran yang dikembangkan oleh beberapa penguasa, tapi ia tidak menyangka sama sekali bahwa seorang Mr. Albert, musuhnya nomer satu, sudah menguasai itu. Ini berita yang teramat buruk. Teknologi mutakhir di tangan orang jahat adalah bencana paling menakutkan.Jika memang nanti Sando benar-benar hidup kembali dengan ingatan yang diubah dan diatur untuk pro musuh, dan diarahkan untuk melawan mereka, itu akan menjadi senjata paling mematikan.Ryan, yang tadinya terdiam, kini berlutut juga di samping Maya. “Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi, Maya. Kita harus menemukan bukti tentang proyek ‘revitalisasi genetik’ itu. Kita harus tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Kau bilang ada fasilitas rahasia?”Maya mengangguk, sedikit tenang dalam pelukan Arga. “A
"Kehilangan seseorang dalam hidup membuat kita menyadari arti kehadirannya saat dia masih ada."Keheningan di markas bawah tanah Arga, pasca panggilan terputus dari Mr. Albert, terasa lebih mencekik dari biasanya. Jika sebelumnya hanya ancaman yang mengudara, kini bayangan kelam Sando, kekasih Maya yang telah tiada, melayang-layang, membangkitkan kengerian baru. Dinginnya ruangan, yang semula hanya masalah fisik, kini meresap ke dalam jiwa, membekukan harapan.Maya masih berdiri mematung di depan layar monitor, jemarinya terkepal erat pada botol air mineral yang telah penyok. Matanya berkaca-kaca, namun ada determinasi pahit yang tersirat di sana, seolah ia bersiap menghadapi hantu terburuk dari masa lalunya.“Sando… Papa tidak akan melepaskan kenangan tentang Sando begitu saja,” bisik Maya, suaranya parau.Ia menoleh ke arah Arga dan Ryan, sorot matanya yang biasanya penuh percaya diri kini d
"Terbiasa tertekan dan bersikap berlawanan dengan hati nurani, membuat sesorang bisa berfirasat tajam jika ada lawan yang bersikap serupa."“Papa tahu, satu-satunya cara untuk menghancurkanku, untuk membuatku ragu, adalah dengan mengungkit kembali Sando-ku,” Maya menjelaskan, suaranya bergetar. “Ia bisa memutarbalikkan fakta, menciptakan narasi palsu yang menempatkan kita dalam posisi bersalah atas kematian Sando, atau bahkan mencoba mengklaim bahwa ia peduli terhadap Sando.”“Itu tidak masuk akal,” Ryan menyahut, nada suaranya tak percaya. “Bagaimana mungkin ia peduli? Ia yang menyebabkan Sando meninggal!”“Bagi Papa, logika dan kebenaran adalah alat yang bisa dibengkokkan sesuai kebutuhannya,” Maya menimpali, senyum miris terukir di bibirnya. “Ia adalah master dalam menciptakan ilusi. Ia bisa menyebarkan propaganda bahwa Sando adalah korban dari ‘kecerobohan pemberontak’ atau bahkan bahwa Arga adalah dalang di balik semua kekacauan yang menewaskan Sando dan ribuan lainnya. Ini aka







