"Kesombongan adalah awal dari kehancuran. Itulah sebabnya tak ada perlunya membanggakan hal yang sebenarnya fana tak abadi.""Maaf saya mau menanyakan hal di luar pengobatan, Mas Arga percaya dengan konsep kelahiran kembali alias reinkarnasi?" tanya dokter itu dengan wajah datar. "Entahlah, Dokter, menurut saya, itu mungkin saja terjadi sih. Iya kan?" Arga minta diyakinkan. "Jadi Mas Arga tidak menutup kemungkinan, bahwa itu juga bisa saja terjadi pada diri Mas sendiri, kan?" Dokter itu menaikkan kacamata minusnya. "Hum? Jadi saat ini, bisa saja saya sedang mengalami reinkarnasi, begitu maksudnya, Dok?" Arga terkejut. Dia tak mengira jalan cerita di film yang ditontonnya di TV, kini bisa terjadi pada dirinya di dunia nyata. "Bisa saja sih. Saya belum bisa memastikan hal ini, tapi fenomena itu bisa saja terjadi. Apa Mas mau saya pakai
"Seringkali kekuatan terbesar justru malah datang dari sebongkah dendam yang tak kunjung mendapat perhatian." Mereka lupa dan sudah bersikap lengah bahwa orang-orang korban mati dahulu, ataupun keturunannya, bisa saja membalas dendam sewaktu-waktu. Arga dan Maya diantaranya! Kini Arga jauh lebih muda dan kuat. Dia menelusuri masa lalu dengan perlahan di kediamannya yang kini besar dan mewah. Arga menyadari satu keuntungan yang dia dapat, karena akibat proses reinkarnasi yang dia alami sekarang. "Barangkali ... hmm enggak, ini pasti ... Ya pasti adalah takdir dari-Nya. Jalan dari Allah SWT untuk membalaskan dendam bangsa Bumintara ini!" Arga tersenyum getir. Arga memandangi perawakannya yang kini sempurna di cermin besar di kamarnya. Sementara itu buku yang anehnya tidak rusak dan hanya berjamur parah, tapi tulisannya masih bisa terbaca itu, ada di
"Badan baru, wajah baru, semangat pun mestilah wajib terbaharukan." "Sayangku, Maya. Kenapa kau begini terus, Nak? Apa yang merisaukan hatimu? Pilih salah satu pria itu dan menikahlah, ya?" Maya cuma tersenyum sekilas, lalu menjawab dengan sangat santai. "Santai saja, Papa. Maya masih sangat muda kan? Maya masih belum terlalu ingin menikah. Aku sedang fokus untuk membesarkan perusahaan kita, Pa! Agar jadi perusahaan ter the best di aliansi 7 penguasa." Mr Albert hanya bisa tersenyum bangga. Putrinya ini memang sangat sempurna di matanya. Cantik rajin dan cerdas. "Waw ... putri papa satu-satunya ini, kamu memang hebat, cantik dan pandai! Tapi Maya ... untuk apa kau ikut memikirkan perusahaan kita, Anakku? Kau tak perlu risau, nikmati saja masa mudamu, biar papa saja yang bekerja. Ini sudah jaminan lho, bahwa kekuasaan 7 penguasa itu absolut, tiada ba
"Meski sama, sebenarnya segala sesuatu itu pasti berbeda. Meski hanya beda sedikit." "Bagaimana Tuan Muda Arga tidak bisa mengalahkan dua perampok itu? Padahal biasanya sampai dikeroyok lima orang pun, Tuan bisa loh mengalahkan mereka dengan mudah?" "Ah, yang bener, Pak? Dulu aku memang sehebat itu? Keren! Gini lho, Pak Toni kan tahu kalau aku yang sekarang, bukan Tuan Arga kamu yang dulu. Reinkarnasi. Lupa ya? Sifat kami saja kata Bapak berbeda kan?" "Oh iya ya? Duh! Maaf, Tuan Muda Arga, saya selalu lupa tentang peristiwa reinkarnasi itu, karena wajah tuan muda sungguh persis sama benar seperti yang dulu. Hahahaha. Maafkan orang tua yang pelupa ini ya Tuan Muda." Pak Toni menunduk dan merutuk dirinya sendiri. "Iya gak apa apa deh, Pak Toni. Santuy, Pak. Tidak akan saya hukum kok hehe. Eh jadi gimana tadi Pak Toni, apakah beneran saya yang dulu itu pandai atau jago banget berkelahi?
"Perubahan hidup ada karena manusia juga terus berpindah dari satu bagian hidup ke hidup lainnya, berusaha saling menyamakan karena kedinamisan." "Tuan muda mau tambahan kopi lagi?" seru Minah tiba-tiba masuk dengan suara dibuat semerdu mungkin, dengan balutan baju tidur baby doll tipis biru muda menerawang, bercelana pendek dan belahan dada dalam karena kancingnya terbuka tiga. Pembantu Arga ini tampak seksi dan sedikit menunduk, sengaja menampakkan sembulan atas dadanya yang rupanya tak terlindungi pakaian dalam. Arga menoleh dan melotot. Mulutnya menganga terkejut dengan kelakuan pembantunya. Setelah menguasai keadaan dirinya yang mendadak jadi gerah dan 'terbangkitkan', Arga beristighfar pelan dan menunduk pura-pura kembali menekuri tulisannya. "Minah, please deh. Aku tahu kamu itu bahenol dan cantik. Cobalah berpakaian lebih sopan lain kali ya? Aku juga lelaki normal kali?"
"Menerima keadaan sebagaimana adanya dan berusaha untuk tabah dan kuat seiring tantangan hidup yang makin bertambah, akan membuat manusia bertumbuh menjadi manusia seutuhnya.""Bukan cuma banyak tapi ...." ucap pak Toni menggantungkan kalimatnya sambil mengedipkan matanya jenaka."Apa maksudnya? Ah Bapak bikin kepo aja. Hayo cerita." Arga duduk menunggu jawaban pria tua itu.Pak Toni tersenyum-senyum sendiri, melihat betapa antusiasnya tuan mudanya mengetahui masa lalunya."Tuan Muda Arga dulu itu memang tipikal orang yang disiplin, pekerja cerdas dan berkemauan keras. Sangat galak, tegas, sekaligus terkadang kejam. Tetapi menghadapi wanita, terutama yang cantik dan seksi selalu ... Kalah! Hehehe. Soal pacar jangan ditanya, pastilah ngantri hahaha.""Astaga. Beda jauh sama Arga yang ini, Pak Toni. Aku mah dulu sampai dilabeli
"Hidup penuh rasa syukur adalah kebaikan. Maka Alloh juga akan melipatgandakan kebahagiaan kita.""Apaaa? Hah dasar pengecut kamu, begitu saja takut. Uang itu berkuasa, Bro! Tidak usah takut sama karma, balas dendam atau apapun itu. Kamu berpihak kemana sih?" seru si penguasa ke 5 kesal. "Tentu saja ke lingkungan kita lah, toh aku juga masih disini, hanya saja bersikap waspada kan boleh? Wajib malahan, agar apa yang kita punyai bertahan lama dan abadi.""Waspada itu bisa dan mudah sekali dilakukan kalau punya uang. Kita punya banyak itu! UANG! Tinggal kita sewa saja detektif atau bodyguard. Atau preman sekalian, beres dah. Ada uang semua menang! Ada uang semua beres. Uang itu segalanya. Paham kamu semua?""Paham Bos!" sahut para umat pengekor yang pikirannya sudah terkontaminasi itu. Sudah dimanjakan oleh uang dan
"Segala sesuatu harus berjalan seimbang, serasi dan sesuai. Seperti halnya hidup yang diharap indah ini." "Iyakah Pak Budi? Alhamdulillah. Ini juga hal yang saya herankan, Pak. Padahal saya lupa masalah lainnya, tapi tentang gerakan bela diri kenapa seperti familiar ya?" Arga terheran-heran sambil mengerutkan alis bagusnya. "Saya lihat postur tubuh Pak Arga sangat bagus. Dulu sejarahnya juga sudah biasa syuting film aksi laga kan? Jadi mungkin tubuhnya sudah terkondisi untuk melakukan gerakan bela diri. Hanya lupa sesaat karena amnesia saja,"jelas Pak Budi. "Oh bisa begitu ya? Ajib." Arga tersenyum lebar. "Bisa dong, Pak Arga. Saya juga mempunyai murid bela diri lain yang kurang lebih memiliki kondisi seperti Bapak." Pak Budi tersenyum. "Dia juga amnesia begitu karena kecelakaan? Trus bisa bela diri lagi dengan mudah?" Arga tetap tidak menye