Share

The Rahadi's
The Rahadi's
Penulis: Riza Fumiko

EP 01 - Saudara Kembar

Pukul enam pagi tepat, sebuah mobil hitam perlahan memelan lajunya dan kemudian berhenti di parkiran kosong apotek. Masih sekitar 50 meter dari sekolah. Seorang pemuda yang mengemudi mobil itu menghela napas, kemudian bersandar diam pada sandaran jok mobil.

Gadis yang duduk di sebelah kursi kemudi itu mengerjap. "Lo nggak mau nganterin gue sampe depan, El?"

"Nggak usah manja—"

"Ini masih jam enam pagi—"

"Gue bilang enggak, ya enggak." potong Ethan, pemuda itu dengan cepat. "Kita sepakat untuk nggak pernah debatin ini kan, La?"

Tanpa pikir panjang lagi, Ella, gadis itu langsung mengambil ranselnya di jok belakang. Ketika ia bersiap untuk keluar, gadis itu terdiam. Menoleh kecil.

"Gue harap suatu hari nanti, lo bakal sudi ngakuin gue sebagai adek lo, El."

Ethan diam sejenak. Tak langsung menjawab. Sampai satu sudut bibirnya naik, membuat sebuah tawa kecil. "Jangan pernah harap."

Tepat setelah jawaban itu, Ella langsung keluar. Ia turun dan membanting pintu mobil lalu berjalan ke sekolahnya. Pukul enam pagi, dingin merangkul kulit pucat gadis itu. Bahkan setelah 18 tahun hidup di dunia, Emmanuella Tiara tak pernah dapat pengakuan dari kakak kembarnya sendiri, Emmanuel Tithan.

**

"Than! Woy! Ethan!"

Teriakan itu menyeret seketika pikiran Ethan ke alam nyata. Ia menoleh, mengerjap beberapa kali, mendapati Alvi menyodorkan buku tulis fisika padanya. "Nih, katanya mau pinjem? Gue udah selesai nyalin punya Syifa."

"Oh, iya. Thanks." sambutnya pada buku itu.

Alvi yang mendapati Ethan melamun di pagi hari pun mengernyit. Ia saling tatap dengan Miko dan Joshua, heran dengan sikap aneh cowok itu.

"Mikirin apa sih, boy? Utang negara?" goda Miko menepuk pundak Ethan. Beralih dari duduk di meja Alvi menuju ke bangku di samping Ethan.

"Jauh-jauh, gih. Nanti gue ketularan gila." tepis Ethan.

Jawaban itu pun sontak mengundang umpatan kasar dari Miko. "Belagu nih si Ethan anak Sethan. Kalo gue bocorin beasiswa lo cuma hasil nyontek, kelar riwayat lo."

"Nggak pernah sering, sih. Nilai ujian murni gue juga selalu di atas lu pada," jawab Ethan santai, jujur, apa adanya, dan didasarkan fakta.

Mendengar Miko yang kalah telak, Alvi pun sontak tertawa pelan.

"Nggak usah ketawa, Pi. Tugas hasil contekan Syifa nggak usah sok." ujar Miko kesal.

"Berisik ah, kalian. Panas bener situasinya, gue nggak suka." Giliran Joshua melompat turun dari meja, kemudian menarik tangan Ethan. Sementara buku catatan fisika milik Ethan ia sodorkan pada Miko beserta dengan buku milik Syifa. "Kerjain dulu, gue mau ngomong bentar sama Ethan."

Miko kembali mengumpat kasar. Namun sudah tak ada gunanya. Joshua sudah pergi menarik tangan Ethan begitu saja. Mereka berjalan ke kantin yang tak begitu ramai, jam pelajaran pertama bahkan belum dimulai.

"Napa?" tanya Ethan.

Joshua melirik, "lo tuh dari dulu emang gak suka basa-basi, ya." ujarnya terkekeh pelan sambil membuka bungkus permen dan memakannya tanpa menawari pada Ethan. "Gue kenalan. Sama cewek."

"Dari IG?" sambar Ethan cepat, sudah hapal tabiat kawannya itu.

Joshua tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Anaknya blasteran gitu, cantik." jelasnya santai. "Gue mau lo gantiin gue jalan sama dia hari Sabtu be—"

"Lo gila, ya?" potong Ethan, cepat. "Lo mau nyariin masalah gue sama Lin—"

"Haishhh, dengerin dulu!" sambar Joshua seakan tak puas. "Kalo lo tau lo juga bakal tertarik," katanya sembari membuka salah satu laman di media sosial. Kemudian menunjukannya pada Ethan. "Liat,"

Ethan menyipit ketika Joshua menunjukkan foto gadis campuran Asia-Amerika yang nampak duduk dengan seorang cowok berseragam futsal. "Ceweknya Lingga?" kata Ethan melebarkan mata.

"Tetot, salah." Joshua menggeleng dan menurunkan ponselnya. "Bisa dibilang dia gebetannya Lingga. Lingga doang sih, yang mikir gitu. Soalnya dia cuma difriendzone sama si cewek."

Ethan mengangguk mengerti. Alisnya satu naik, mengartikan sesuatu. "Lo mau gue..."

"Ya gue nggak maksa sih, Than. Cuma gue udah agak deket sama nih cewek, tapi ya pas harinya, gue mau ke rumah sakit jenguk nenek gua." Joshua menghela napas santai kemudian tersenyum penuh arti pada Ethan. "Lo juga seneng kalo bisa bikin Lingga ketar ketir, kan." sambungnya pelan.

Ethan tertawa. "Brengsek. Iya, gue ambil. Gue berangkat Sabtu besok."

"Nah, gitu dong!" Joshua tersenyum lebar dan merangkul Ethan. Mereka berdua berjalan menuju kantin dengan langkah ringan.

**

Ella perlahan membuka mata ketika ponsel di nakas bergetar kesekian kalinya. Dengan mata masih setengah terpejam, tangannya meraba benda pipih itu dan mengangkat telepon yang masuk.

"La, lo di mana? Yang lain udah pada dateng, loh."

Mendengar suara dari ujung telepon itu, Ella seketika langsung melirik jam dinding, kalender, lalu terlonjak mengingat ini hari Sabtu jam setengah 4 sore.

"Iya, ini gue udah mau berangkat. Tunggu sebentar, ya!" dustanya turun dari kasur seketika. Ia mengambil handuk dan bergegas lari ke kamar mandi.

Tak butuh waktu lama, Ella memilih baju casual setelah mandi. Ia memoles sedikit wajahnya dengan bedak dan lip balm, menyisir rambutnya kemudian berjalan ke kamar Ethan.

"Emmanuel, bangun. Anterin gue ke—" Ella mendadak diam. Tak melanjutkan kalimatnya saat ia melihat Ethan sudah rapi di depan kaca. "Lo... mau jalan sama Linda?"

"Bukan urusan lo." jawab Ethan memasang kancing teratas bajunya. Mengambil kunci mobil, lalu beranjak pergi meninggalkan kamar.

"El, mampir dulu nganterin gue ke Janji Jiwa, ya." ucap Ella berjalan menyusul Ethan.

"Ada ojol."

"Pasti lama ordernya, El."

"Bukan urusan gue, sih."

"Ah, sumpah. Lo susah banget sih cuma disuruh nganterin gue doang."

Kalimat keluhan Ella yang terakhir membuat langkah Ethan terhenti. Di ujung tangga, cowok itu diam dan berbalik. "Dengan Bunda minta gue berangkat bareng lo setiap pagi, bukan berarti gue jadi supir pribadi lo. Jangan manja. Lo makin di diemin makin nggak tau diri, ya." cerca cowok itu penuh penekanan. Lalu kembali berbalik dan beranjak.

Untuk sesaat Ella terdiam, membatu di tempat tak menduga Ethan akan mengeluarkan kata-kata sekasar itu. Ia mengepalkan tangan erat, dan mengambil napas panjang.

"Gue juga nggak pernah melihat lo sebagai supir pribadi gue, kok. Gue minta ke elo sebagai adik kakak pada umumnya." ucap Ella dengan nada agak tinggi, tahu Ethan sudah jauh menuruni tangga. "Sebagai saudara. Yang bisa diandalkan." tambahnya pelan.

Ethan pun sempat berhenti. Ia mendongak menatap Ella. Lalu tertawa pelan. "Bullshit." jawabnya lalu pergi, sebagai seorang anak laki-laki yang tak pernah kenal apa arti saudara dalam hidupnya sendiri.

18 tahun besar sabagai bagian dari keluarga Rahadi, Ethan tak pernah dianggap sebagai Ethan, kakak laki-laki, atau anak pertama. Setiap kali keluarga besar datang, atau bahkan kedua orang tua Ethan dan Ella sendiri selalu menyebut Ethan adalah versi laki-laki dari Ella.

Sebagai kembar identik beda gender, Ethan punya segala kecantikan wajah Ella pada wajahnya juga. Bulu mata yang panjang dan lentik, bibir tipis, dan rahang melengkung indah. Juga suara yang tidak terlalu dalam, padahal setelah melewati masa pubertasnya.

Sungguh, Ethan adalah Ella versi laki-laki. Tapi versi yang lebih buruk. Versi lebih cacat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status