Athena menatap kedua adik kembarnya yang sedang bersiap diri untuk pergi ke rumah Ares. Semalam, lelaki yang sering disebut Athena sebagai Iblis itu benar-benar menelepon AL kembar dan mengajak mereka datang ke rumahnya dengan memberikan alamat. Athena tidak mengerti kenapa kedua adiknya tidak tahu malu seperti itu? Alfred dan Alvin juga mengajak Athena ikut, dan berkata mereka akan mengacau atau bertanya macam-macam pada Ares jika kakak sulungnya itu tidak ikut.
Bagaimana bisa Athena balik lagi ke rumah itu? Suasana canggung yang pernah tercipta di antara dirinya dan Adikara belum sirna, lalu jika ia harus bersitatap lagi, apa yang terjadi? Malu setengah mati, pastinya. Walau Adikara dengan terang-terangan memintanya untuk menjaga Ares, tetap saja jika harus sampai datang lagi ke rumah itu, sedikit membuatnya tidak nyaman.
Tapi apa mau dikata? Ia juga merasa tidak tenang membiarkan kedua adiknya mengacau di rumah orang. Jadi Athena ikut mempersiapkan diri, bahkan ia
Hai-Hai! Masih nungguin cerita ini, kan? Ikuti terus ya sampai tamat. Jangan lupa kasih vote dan komentar, terima kasih.
Athena terdiam di tempatnya. Mengagumi wajah cantik Hera di usianya yang tidak lagi muda. Ia bisa langsung mengetahui dari mana asalnya gen rupawan milik Ares Adiwangsa. Wanita paruh baya itu tersenyum menatap mereka satu persatu, sambil berjalan mendekat. “Kok kamu nggak bilang bawa temen main ke rumah? Kalau tahu, Mama bisa buat makanan lebih banyak.” ucap Hera pada Ares. “Ah, ini juga mendadak sih, Ma.” Ares melirik ke arah Athena dan AL kembar, “Mama kok nggak ke rumah sakit? Nggak ada jadwal operasi?” “Mama ambil libur satu hari. Mama juga harus sisihkan waktu untuk kamu, karena Mama pikir kamu bakal kesepian di rumah setiap hari libur. Bagaimanapun, Xavier dan Fredi sudah punya kesibukan sendiri, jadi nggak bisa ngajak kamu keluar.” jawab Hera, ia melirik ke arah Athena sekali lagi, menyelisiknya saksama kemudian melanjutkan, “Tapi ternyata kamu sudah undang teman datang ke sini.” Alfred mendekat pada Alvin, kemudian berbisik sangat pelan, “Kaya
Athena mengikuti langkah kaki Hera. Ia sedikit cemas karena tidak tahu harus bagaimana. Perlukah ia bertanya sekadar basa-basi? Atau bercerita tentang Ares di sekolah? Ah, itu terlalu berlebihan. Untuk saat ini, diam lebih baik. Hanya jika Hera bertanya, maka Athena akan menjawab. “Saya tahu kamu sudah dua kali datang ke sini.” Kalimat yang keluar pertama kali dari Hera membuat Athena sedikit terkejut. Padahal ia tidak ingin membahas hal itu, tapi jika arah pembicaraan mereka ke sana, mau bagaimana? “Ah, i-iya tante.” Hera masih memunggungi Athena. Mereka sampai di dapur. Hera langsung membuka kotak bolu, kemudian memotongnya dan meletakkan di piring. Athena berinisiatif membantu memotong sementara Hera sekarang menyiapkan minuman dingin. Tidak ada ART yang terlihat, mungkin mereka juga diliburkan, pikir Athena. Hera berbalik, menatap ke arah Athena seraya tersenyum hangat, “Nggak usah gugup di depan tante. Santai aja.” katanya. “Iya t
Ares menaikkan selimut untuk Hera setelah Athena pergi. Lelaki berusia 19 tahun itu terdiam setelahnya. Duduk di tepi kasur Hera. Memperhatikan wajah Hera yang matanya terpejam. Dalam hati ia berpikir bagaimana cara membuat Athena mengerti tanpa menjelaskan pada gadis itu?“Nggak ada perempuan yang bisa paham kalau kamu nggak ngejelasin, sayang.” mata Hera terbuka perlahan, senyum keibuan nampak di sana, “Mama paham Athena bukan gadis yang akan ikut campur urusan orang lain. Tapi sekarang dia udah jadi orang yang mengerti keadaan kamu. Dia orang terdekat yang akan selalu siap denger penjelasan dari kamu.”Ares sedikit terkejut karena Hera bisa tahu apa yang sedang dipikirkannya. Yah, tidak perlu heran. Meski Ares dulu pernah benci pada Hera, tapi ikatan antara seorang ibu dan anak tidak akan pudar sejauh apapun mereka.“Tapi aku nggak bisa bilang sekarang, Ma. Aku masih… masih…” Ares menarik napas dalam, “R
Athena sudah tertidur selama 15 menit di dalam kelasnya. Upacara masih berlangsung sekitar 15 menit lagi. Gadis itu terbangun karena merasakan dingin di permukaan kulit. Matanya menangkap sosok Ares yang sedang berjongkok di sebelahnya dengan memegangi sebuah bantalan es batu yang ternyata ia tempelkan ke dahi Athena.“Ares?” Athena berusaha bangun, Ares membantunya duduk setelah meletakkan kompresan.“Kenapa nggak ke UKS?”“Males ketemu sama lo.”“Emang lo tahu gue di UKS?”“Lo emang sering bolos ke UKS, kan.” Athena mencibir.Ares tertawa pelan, lelaki itu mengusap puncak kepala Athena, “Kalau lo sakit, gue nggak tega gangguinnya. Jadi cepetan sembuh.”Athena membeku di tempatnya. Ia tidak mengerti kenapa detak jantungnya menggila. Sejak kapan juga ia merasa aneh ketika Ares menyentuhnya? Gadis itu berusaha berpikir positif, bahwa dirinya seperti itu karena seda
Ares menutup pintu UKS dengan pelan agar Athena tidak terbangun. Lelaki itu sempat menemani Athena sampai gadis itu tertidur setelah meminum paracetamol. Ia tidak menyangka Athena yang terlihat kuat pun bisa jatuh sakit. Apa yang menyebabkannya sampai tumbang? Ares sendiri terlalu sibuk memikirkan penjelasan seperti apa yang harus ia berikan pada Athena perihal masalah yang terjadi di rumahnya tempo lalu. Ditambah dirinya juga sempat membentak Mamanya sendiri, Hera, hanya karena kekesalannya sesaat. Tapi sebenarnya Ares memang tidak pernah mengerti kenapa Hera sampai mengalami trauma yang cukup membekas karena kepergian Ariel. ‘Lo nggak bisa menanyakan sesuatu yang jawabannya pun nggak lo ketahui.’ Batin Ares menginterupsi pikirannya. Ares mengepal tangannya kuat. Ini adalah perdebatan antara pikiran dan perasaannya. Dirinya mengakui bahwa ia sendiri pun pernah mengalami depresi, efek yang ditimbulkan karena kepergian Ariel. Seharusnya ia tidak perlu
Athena membuka matanya perlahan. Hanya ada cahaya remang-remang dari lampu tidur di kamarnya. Kepalanya sudah tidak seberat tadi sebelum ia minum obat dan tidur. Hari ini ia tidak masuk sekolah, ternyata demamnya semakin tinggi. Tiap sakit tenggorokan, ia memang akan merasakan demam. Elva sudah memberikan Athena wejangan agar tidak perlu keluar kamar, semua pekerjaan rumah yang biasa Athena kerjakan tidak perlu lagi dikerjakan olehnya. Athena berusaha menyerat tubuhnya untuk bersandar pada kepala ranjang. Ia mengambil ponselnya dari nakas untuk mengecek jam. Waktu menunjukan pukul 3 sore lewat 12 menit. Gadis itu juga bisa melihat belasan panggilan tak terjawab dari Ares, dan 2 pesan dari Sidney yang baru dikirim 20 menit lalu. Athena membuka pesan Sidney lebih dulu. Sidney: NANA! Lo nggak masuk karena sakit ya? Udah gue isi sakit ya absen lo. Sidney: Na, kayaknya Ares nekat dateng ke rumah lo karena teleponnya nggak diangkat
Ares mengajak Alfred dan Alvin keluar dari kamar Athena. Ia sengaja memberikan Sidney ruang untuk mengajak Athena bercerita. Ares sangat paham bahwa biasanya para perempuan akan selalu mencurahkan hati ketika mereka merasa sakit, baik batin maupun fisik. Yah, sama seperti Mamanya—Hera, pasti akan selalu meminta Ares bercerita tiap ia sedang demam, katanya mendengar suara orang lain saat sakit itu menciptakan suasana positif, kata Hera.“Mau ngomong apa, Bang?” Alfred buka suara lebih dulu.Ares menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, kedua lelaki yang lebih muda darinya 3 tahun itu paham kalau Ares hanya mencari alasan.“Pasti mau ngasih Nana dan Sidney ruang.” tebak Alvin.“Kelihatan banget, ya?” tanya Ares dengan tawa canggung.Dua lelaki kembar itu mengangguk bersama.“Gue cuma ngasih kesempatan ke Ana buat numpahin semuanya ke Sidney. Gue tahu banget kalau alasan orang sakit itu bukan cuma d
Athena sudah kembali bersekolah. Ternyata benar, ketika sedang sakit kita kedatangan orang-orang yang membuat tertawa dan bahagia, maka sakit itu akan hilang. Ditambah, kemarin Athena benar-benar menikmati pizza yang dipesan oleh Sidney menggunakan uang Ares. Setelah mereka ikut menertawakan Ares yang tidak sadar dirinya tertawa sampai menangis, Ares dan AL kembar kembali bermain PS. Pizza yang dipesan juga datang di tengah-tengah permainan mereka, dan sempat terjadi kegaduhan karena AL kembar yang beradu argumen soal topping nanas pada pizza. Walau sudah bisa bersekolah, Athena tetap membawa obatnya. Takut-takut kalau rasa pusingnya hadir lagi. Elva juga yang membuatkan bekal untuknya pagi itu. sebenarnya, Athena merasa senang tiap ia sedang dilanda demam, karena orang tuanya menjadi lebih perhatian dari biasanya. Jika Elva akan sibuk mengurus kerjaan, bahkan sampai tidak sempat memasak, Athena yang mengerjakan semuanya. Tapi kini ia bisa bersantai sedikit karena p