Saat Xavier menyapa seseorang yang ia kenal, seseorang tersebut menoleh kearah Xavier dan heran melihat keberadaan Xavier.
"Eh.. Xavier... sendiri?" tanya balik seseorang tersebut.
"Nadia kan? Iya sendiri..." tawa kecil Xavier, ternyata seseorang tersebut adalah Nadia. Xavier duduk dikursi depan Nadia.
"Udah lama disini?" tanya Nadia.
"Barusan kok. Kamu udah lama?"
"Mm iya sih.."
"Udah makan?" tanya Xavier lagi.
"Barusan habis makan"
"Ooh okelah, aku mau pesan makan dulu" Xavier pergi memesan makanan.
Begitu sampai kembali di meja makan Xavier membawa 1 porsi soto ayam, 2 porsi mie goreng dan secangkir es jeruk yang nampak segar. Nadia menatap heran semua makanan yang Xavier pesan.
"Itu semua kamu yang makan?" tanya Nadia dengan tatapan yang masih tertuju pada makanan Xavier.
"Iya.. emang kenapa?" tanya balik Xavier.
"Gak apa-apa. Tapi... kamu mampu?"
"Mampulah.." tawa Xavier.
Xavier memakan makanannya satu per satu tanpa ada percakapan yang menghalangi suapan demi suapan yang di lakukan tangannya. Hingga akhirnya..
"Uhkk.. air.. mana air?" Xavier keselek makanannya sendiri.
"Nih.." Nadia memberikan es jeruk pada Xavier.
"Ahh.." Xavier lega.
"Kalau makan pelan-pelan aja Vier"
"Iya iya.. maksih"
"Xavier..." ujar Nadia.
"Mmm.." gumam Xavier dengan mulut yang masih mengunyah makanan.
"Setelah kuliah mu selesai apa yang akan kau lakukan?" tanya Nadia.
Pertanyaan Nadia membuat heran Xavier.
"Kenapa nanya gitu?"
"Gak apa-apa, jawab aja lah"
"Selesai kuliah aku akan masih lanjut kuliah"
"Hah? Lanjut S2 atau S3 atau gimana sih?"
"Aku mau lanjut kuliah ku di luar negeri"
"Beneran?"
"Sebenarnya aku gak mau juga lanjut kuliah di luar negeri, ya.. karena ayahku"
"Ada apa dengan ayahmu?"
"Ayahku yang suruh untuk lanjut kuliah di luar negeri" ujar Xavier. "Kalau kamu selesai kuliah ini mau ngapain?"
"Mmm belum tau"
"Kenapa belum tau? Belum ada planning?"
"Kalau dari aku sih maunya lanjut kuliah di Jepang"
"Jepang?"
"Iya... disana dunia teknologi mengembang dengan pesat. Aku bisa menyalurkan bakat ku disana"
"Pemikiran kamu bagus juga ya"
"Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Tapi aku gak biasa dan mungkin gak bisa jauh dari keluarga"
"Kan bisa saling hubungi"
"Emang di Jepang ada jaringan?" tanya Nadia.
Pertanyaan Nadia membuat Xavier tertawa terbahak-bahak.
"Hahhaha..." tawa Xavier.
"Kenapa ketawa? Ada yang salah ya?" tanya Nadia.
"Hahah di Jepang banyak jaringan Nadia..."
"Heheh maaf-maaf" tawa kecil Nadia.
Xavier tertawa mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Nadia, setelah itu ia melanjutkan makan nya sampai detik per detik ia menghabiskan semua makanan di atas meja.
Dalam waktu yang tidak sedikit, mulutnya terus mengunyah dan makanan Xavier akhirnya ludas, ia merasa kekenyangan.
"Ahh.. Alhamdulillah.." ujar Xavier kenyang.
"Udah habis?"
"Iya.."
"Abis ini kamu mau ngapain?" tanya Nadia.
"Gak tau. Kalau kamu?"
"Gak tau juga"
"Kamu punya WA?" tanya Xavier.
"Punya. Emang kenapa?"
"Mmm aku boleh minta nomor WA kamu gak?" Xavier mengambil ponselnya dari saku.
"Oh boleh kok.."
"Nih.." Xavier memberikan ponselnya kepada Nadia.
Nadia mengetik no WA nya di dalam ponsel Xavier dan memberi nama kontaknya yaitu 'Nadia Cantik'.
"Nadia Cantik?" tanya Xavier heran saat Nadia mengembalikan ponselnya dan melihat nama kontak Nadia.
"Iya.. kan aku cantik heheh"
"Hahah kamu ada PD nya juga"
"Harus.." ujar Nadia tersenyum.
Mereka berdua menghabiskan waktu siang di dalam warung makan tersebut dengan perbincangan yang hangat diantara mereka. Nadia tak sengaja melihat waktu di jam dinding warung makan tersebut yang menunjukan pukul 15.30.
"Wah.. udah sore ya.. gak kerasa!" ujar Nadia.
Dan tiba-tiba....
Gdrrr....
Suara gemuruh terdengar sangat keras dari langit seperti pertanda akan turunnya hujan, padahal siang tadi matahari sangatlah terik dan kini menjelang sore hari cuaca berubah seketika. Langit biru menjadi hitam, awan-awan hitam terbirit berlarian dan rintik hujan mulai jatuh membasahi bumi.
"Hujan?" tanya Nadia melihat ke arah jendela.
"Iya.. padahal siang tadi cuaca sangat terik" Xavier melihat rintik hujan satu per satu membasahi bumi.
"Beginilah cuaca..."
"Kenapa?"
"Bisa berubah kapan saja dia mau, sama hal nya seperti perasaan"
Sontak perkataan Nadia barusan membuat Xavier sedikit terbawa perasaan, sepertinya Nadia memiliki pemikiran yang bagus untuk merangkai kata-kata.
"Sadis.." ujar Xavier. "Kau bisa juga merangkai kata-kata"
"Makasih.. tapi terkadang semua itu bukanlah sekedar merangkai kata-kata namun hati yang merasakan dan lidah yang mengucapkan"
Mendengar perkataan Nadia tersebut, Xavier memberikan tepuk tangan dengan keras.
"Biasa aja kali... gak usah tepuk tangan gitu" ujar Nadia.
"Aku tepuk tangan bukan berarti menyukai kata-katamu, tapi aku tepuk tangan karena ingin menghargai kata-kata indahmu yang membuat hati ikut larut terbawa arus perasaan" ujar Xavier tersenyum dan Nadia membalas senyuman Xavier.
Satu per satu orang-orang di dalam warung makan tersebut keluar dan memakai mantel dan jaket mereka masing-masing. Orang-orang tersebut menerobos derasnya hujan di luar sana.
Hujan semakin deras membuat Xavier masih terkurung di warung makan bersama Nadia.
"Wah hujannya makin nge-gas nih.." ujar Nadia melihat hujan ke arah jendela warung yang terbuka.
"Biarin aja..."
"Kamu belum pulang?" tanya Nadia.
"Belum.. lagi pula motorku di parkiran kampus"
"Berarti kamu kemari jalan kaki?"
"Iya benar!"
"Hujan makin deras... yakin kamu belum mau pulang?"
"Belum Nadia.... kamu juga belum pulang!"
"Aku bisa naik angkot!"
"Aku juga bisa naik angkot"
"Ih kan kamu bawa motor ke kampus, ya kali pulangnya naik angkot"
"Gak apa-apa... asal aku bahagia"
"Bahagia? Naik angkot kok bahagia, ada-ada aja"
"Sebenarnya aku gak terlalu bahagia naik angkot"
"Terus? Tadi kamu bilang kamu bahagia"
"Aku gak bahagia naik angkot, tapi... aku akan lebih bahagia dengan siapa aku naik angkot!"
"Siapa?"
"Kamu!"
"Hah?" Nadia heran.
"Aku akan bahagia naik angkot jikalau denganmu" Xavier menatap Nadia.
Deg! Nadia merasakan sedikit terbawa perasaan akibat perkataan Xavier. Nadia membalas tatapan Xavier yang sedikit tersenyum itu, rasanya percakapan merasa terasa canggung dari sebelumnya, hujan pun mengikuti irama percakapan mereka yang menambah kecanggungan.
Nadia mengalihkan pandangan nya ke arah jendela, ia melihat rintik hujan. Sementara Xaver tersenyum sendiri melihat sikap Nadia.
"Kenapa kau senyum?" tanya mengalihkan pandangan dan kini ia menatap Xavier.
"Gak apa-apa"
"Hmm" gumam Nadia. "Hujanan yuk!" ajak Nadia.
"Hujanan? Yakin?"
"Iya yakin..."
"Ntar kamu sakit gimana?"
"Aku udah biasa hujanan kok, gak usah khawatir gitu"
"Tapi kalau aku yang sakit... gimana?"
"Tenang... nanti aku yang rawat sampe sembuh" Nadia tersenyum.
"Janji?"
"Iya janji.." ujar Nadia. "Tas kamu simpan sini aja, ntar semua berkas basah"
"Aman nih?"
"Aman kok..." Nadia mengacungkan jari jempol ke pelayan rumah makan tersebut. Sepertinya pelayan tersebut paham dengan maksud Nadia, sedangkan Xavier masih merasa heran.
"Ya udah... ayo..." Nadia menarik tangan Xavier dan keluar dari warung tersebut.
Malam yang sangat dingin. Setelah menikmati sore, Xavier kembali pulang kerumahnya. Ia merasa lebih tenang dari sebelumnya."Xavier..." seseorang memanggil namanya. Saat Xavier membuka pintu untuk masuk kerumah, ia terkejut melihat ayah dan ibunya yang duduk bersama di ruang tamu. Dan memanggilnya."Ada apa?" batin Xavier. Xavier berjalan mendekati ayah dan ibunya, kemudian duduk bersama mereka di sofa ruang tamu."Ada apa?" tanya Xavier setelah ia duduk."Kamu sibuk?" tanya ayahnya."Tidak" jawab Xavier seadanya."Rini, buatkan minuman!" perintah ayah Xavier. Rini dan Andi adalah nama orang tua Xavier. Ibu Xavier mengangguk setuju, kemudian berjalan ke arah dapur. Sedangkan Xavier masih terlihat heran, ada hal apa ayah dan ibunya memanggilnya dan duduk bersama di ruang tamu.
"Gimana? Film nya bagus kan?" tanya Fidyah pada Kevin, saat mereka selesai menonton film."Bagus sih, tapi konfilknya terlalu banyak!" jawab Kevin."Justru bagus, konflik di film itu penambah bumbu menarik!" ujar Fidyah semangat."Betul juga sih" Kevin tersenyum. Kevin dan Fidyah berjalan keluar studio film dan bioskop yang ada di mall tersebut, mereka kini berjalan ke play ground."Main yuk!" ajak Kevin."Ayo!" Fidyah menangguk setuju. "Kita mau main apa?" tanya Fidyah melihat sekelilingnya, banyak sekali orang-orang yang sedang sibuk dengan permainan."Itu!" Kevin menunujuk salah satu permainan yang tidak asing."Pencabit boneka itu?" Fidyah mengangkat alisnya sebelah."Iya, ayo!" Kevin menarik tangan Fidyah. "Gimana sih cara mainnya?" Kevin melihat seluruh bacaan petunjuk di permainan tersebut.
Setelah mata kuliah selesai, Xavier ingin bertemu dengan Fidyah di bangku taman kampus. Xavier telah menghubungi Fidyah waktu ia berjalan keluar kelas. Saat ini ia sedang mencari es krim kesukaan Fidyah, Xavier membeli es krim tersebut di sebuah toko yang jaraknya dari kampus cukup jauh. Bahkan Xavier berjalan kaki untuk pergi membeli es krim tersebut.Saat ia telah sampai ke toko, langsung saja Xavier membeli es krim choclate caramel chese. Ia membeli dua buah es krim, untuknya dan Fidyah. Begitu es krim sudah ada ditangannya, ia berlari kecil dan mempercepat langkahnya kembali ke kampus untuk menemui Fidyah yang mungkin sudah bosan menunggunya."Semoga aja, Fidyah masih ada disana!" batin Xavier.Xavier semakin mempercepat langkahnya saat ia benar-benar telah berada di kampus dan menuju ke belakang taman kampus. Xavier telah berada di taman
"Hai Fid!" panggil Xavier dari belakang Fidyah yang sedang berjalan menelusuri koridor kampus."Eh Xavier... hufft... ngagetin aja!" Fidyah menghela nafas sedikit terkejut."Heheh maaf-maaf!" Xavier terkekeh pelan.Xavier dan Nadia berjalan di koridor kampus."Ada apa Vier?" tanya Fidyah saat mereka berjalan bersama."Gak ada apa-apa" jawab Xavier."Ooh.." Fidyah mengangguk pelan."Tadi pagi kamu gak ada di depan gerbang, ama siapa ke kampus?" tanya Xavier."Pagi tadi, aku ke kampus ama temen" jawab Fidyah."Temen? Disa?""Bukan!""Siapa?" tanya Xavier lagi."Dia senior, namanya Kevin. Pagi tadi dia jemput""Berarti kamu pergi ke kampus barengan ama dia?""Iya.. sebenernya aku udah bilang, kalo pagi ini kamu mau jemput, tapi dia bilang unt
Fidyah bersiap berangkat ke kampus hari ini, seperti biasa ia akan menumpang dengan sahabatnya Xavier. Setelah memakai pakian dan sarapan, Fidyah keluar rumah menunggu Xavier untuk menjemputnya."Aku pergi dulu bu!" Fidyah berpamitan kepada ibunya dan berjalan keluar rumah."Iya hati-hati nak..." ujar Ibu Fidyah yang sementara menyetrika pakaian. Fidyah telah berada di luar rumah, ia berdiri di depan gerbang rumahnya menunggu Xavier. Tiba-tiba sebuah mobil audi hitam berhenti di hadapannya. Fidyah terlihat heran, dan kaca mobil tersebut diturunkan, terlihat seorang lelaki yang Fidyah kenal."Masuk!" perintah lelaki tersebut dari dalam mobil sambil memegang stir."Kevin?" Fidyah melototkan matanya terkejut."Iya... ayo masuk!" ujar Kevin."Gue lagi nunggu
Xavier lagi-lagi mengajak Nadia ke suatu tempat, Nadia hanya mengikutinya dari belakang. Xavier mendongak ke langit, matahari sedikit demi sedikit mulai menampakan cahaya kemerahannya, Xavier mempercepat langkahnya. Xavier terus menggenggam dan menarik tangan Nadia, jarak tempat yang dituju Xavier dari lapangan sepak bola tadi tidaklah jauh. Hitungan beberapa menit akhirnya mereka sampai di suatu tempat yang sangat indah. Tempat yang pernah mereka berdua kunjungi sebelumnya."Ini kan.." Nadia terkejut."Gimana? Rindu tempat ini?" Xavier berhenti melangkah dan melepas tangan Nadia dari genggaman nya."Rindu banget" Nadia tersenyum. Xavier dan Nadia tepat berada di Pantai yang pernah mereka kunjungi sebelumnya, Xavier dan Nadia duduk di bawah pohon rindang sambil menunggu langit membakar dirinya."Xavier..." ujar Nadia."Mmm" gumam Xavier.