Share

Jurang

Part 5 

Pria yang terbaring lemah di ranjang khusus pasien itu mengedipkan sebelah mata saat melihat setitik bulir bening luruh dari mata beriris cokelat milik Verda. Jari telunjuknya yang digenggam Verda pun bergerak pelan membentuk huruf-huruf alfabet di telapak tangan gadis tersebut. 

Verda mengulaskan senyuman saat memahami arti tulisan acak Kris di telapak tangannya. Gadis tersebut mengusap punggung tangan pria itu sambil berujar, "Aku nangis bahagia, Kang. Bukan sedih." 

Kris kembali mengedipkan matanya pertanda paham dengan maksud ucapan Verda. Pria itu sebetulnya ingin berbicara tentang banyak hal, tetapi tenggorokannya terasa sangat sakit dan lidahnya kelu. 

Pria berambut tebal itu hanya mampu memandangi saat Verda mengobrol dengan perawat yang tengah mengecek kondisinya. Sesekali gadis itu mengangguk dan tersenyum. Tidak menyadari bila tindakannya itu membuat wajahnya semakin bersinar.

"Kang, Verda pergi dulu, ya. Sama Tris, jadi Akang nggak usah khawatir," ucap Verda sembari merapikan piama biru garis putih yang dikenakan Kris. 

Kembali pria itu menggerakkan jarinya, tetapi kali ini Verda tidak bisa mengartikannya. Gadis itu berpikir keras untuk mengira-ngira kata apa yang coba dituliskan Kris. 

"Akang nanya Verda dan Tris mau ke mana kan?" tanyanya memastikan. 

Kris mengedipkan matanya kembali dan Verda menganggap itu sebagai pernyataan iya. 

"Kami ... mau ke tempat kejadian kecelakaan," jelas Verda. 

Kris sontak membeliakkan mata, hendak mencegah dengan gelengan kepala, tetapi lehernya sangat kaku untuk digerakkan. 

"Akang nggak perlu khawatir, kami pergi bareng mas Hendra," lanjut Verda yang membuat Kris seketika merasa tenang. 

Kris mengenal Hendra sejak masih duduk di bangku SMU. Hendra adalah sahabat karib Tris, mereka duduk sebangku sedari kelas 1 SMU. Kris dan Tris memang berbeda sekolah, jadi Kris tidak begitu akrab dengan Hendra. 

"Besok pagi Verda ke sini lagi. Akang yang semangat, ya. Kalau sudah cukup kuat, nanti aku ajak keliling taman rumah sakit pakai kursi roda," imbuh Verda sembari mengusap pipi Kris yang tirus. 

Semenjak koma satu minggu lebih, berat badan Kris menyusut drastis. Hal itulah yang membuat Bu Henny merasa sedih dan sering menangisi nasib putra pertamanya itu. 

Verda menyunggingkan senyuman manis sebelum berdiri dan membalikkan tubuh. Dia jalan menuju pintu tanpa mengira bila tatapan Kris tidak lepas dari punggungnya. 

"Hati-hati, Ver," batin Kris, sebelum akhirnya pria itu kembali memejamkan mata karena merasa lelah. 

Verda mencium punggung tangan Bu Henny saat berpamitan untuk pergi bersama Tris. Kedua anak muda itu jalan bersisian, tanpa menyadari bila sang ibu merasa senang melihat kedekatan keduanya. 

"Mas Hendra udah nunggu di sana," ujar Tris sambil memasang sabuk pengaman. 

"Oke, kata Nindy dia juga udah nunggu di depan mini market dekat lampu merah itu," sahut Verda yang dibalas anggukan Tris. 

Pria itu mengucapkan doa sebelum bepergian sambil menyalakan mesin. Menarik rem tangan dan mulai menjalankan kendaraan ke luar tempat parkir. 

Dalam hitungan menit mereka sudah tiba di tempat Nindy telah menunggu. Perempuan berwajah oval itu bergegas masuk ke kursi tengah sambil membawa kantung plastik berisi minuman ringan dan aneka kudapan pesanan Verda. 

Sepanjang perjalanan menuju titik kejadian perkara, ketiganya mengobrol tentang berbagai hal. Terutama mengenai keseharian Kris, sebelum kejadian memilukan tersebut. 

"Aku tetap pada kesimpulan bahwa suaminya Gita terlibat dalam hal itu," ujar Tris dengan raut wajah tegang. 

"Aku penasaran dengan sosok Gita ini, dan apakah benar dia dan Kris menjalin hubungan perselingkuhan," timpal Verda. 

"Sejauh yang kutahu dan juga dari hasil obrolan dengan teman-temannya akang, mereka yakin bila perselingkuhan itu tidak terjadi. Intinya, David sudah salah paham dan cemburu buta," jelas Tris. "Aku nggak bermaksud ngebelain akang karena dia kakakku, tapi itu fakta dari teman-temannya di kantor radio," lanjutnya. 

"Apa Kris nggak pernah cerita tentang hal pribadi, A'?" sela Nindy sembari memajukan wajah di tengah-tengah kursi pengemudi dan penumpang bagian depan. 

Tris menggeleng pelan. "Kami memang kembar dan sangat dekat. Tapi untuk urusan pribadi, kami jarang membahasnya," terang Tris. 

"Akang itu punya pacar gak sih?" Verda mengubah posisi tubuh hingga menghadap ke Tris. 

"Dulu ada, bahkan kupikir mereka bakal nikah, tapi ternyata gak jadi." 

"Kenapa begitu?" tanya Verda dan Nindy nyaris bersamaan. 

"Pacarnya akang ... menikah dengan kakak iparnya karena istrinya meninggal setelah melahirkan. Turun ranjang gitu," ungkap Tris yang membuat Verda dan Nindy saling beradu pandang. 

Setibanya di tempat tujuan, seorang pria telah menunggu di atas motor Tiger hitam. Tris memarkir kendaraan di depan sebuah bangunan terbengkalai yang letaknya tidak jauh dari situ. 

Kedua pria itu saling bersalaman dan beradu tinju, sebelum berpelukan dengan menepuk-nepuk pundak. Sesaat mereka lupa dengan keberadaan dua perempuan yang berdiri di belakang Tris sambil bergandengan tangan. 

"Ehh ... iya, Hen. Kenalin, ini Verda, pacarku dan Nindy, temannya," ujar Tris sambil menarik tangan Verda yang mendelik tajam ke arahnya. 

"Pacar?" tanya gadis itu yang dibalas Tris dengan senyuman mengembang. 

"Hai, aku Hendra, temannya Tris." Hendra menyalami kedua perempuan tersebut. 

"Hai, aku Verda. Salam kenal," sahut Verda seraya mengulaskan senyuman. 

"Dan aku Nindy." Gadis berhidung tidak mancung itu menyunggingkan senyuman yang dibalas Hendra dengan hal serupa. 

"Oke, udah ngumpul semua. Mari kita bahas," imbuh Hendra. 

"Dimulai dari mana, Dra?" tanya Tris. 

"Dari titik Kris berusaha mengelak truk yang nyelonong masuk ke jalur ini." Hendra menunjuk ke sebuah tonggak yang dihiasi pita kuning khas kepolisian, di sebelah kiri jalan yang berjarak sekitar lima belas meter dari tempat mereka berdiri. 

"Ini informasi dari beberapa saksi yang berada di warung itu." Kali ini Hendra menunjuk ke sebuah warung makan khas Sunda yang berada tepat di seberang jalan. 

"Kata mereka, mobil yang dikemudikan Kris itu seperti zig-zag, kayak nggak bisa berhenti. Sesuai dengan hasil pemeriksaan kondisi mobil, remnya bermasalah. Begitu juga dengan cetakan jejak ban," sambung Hendra. 

"Dari situ, mobil yang sudah tidak bisa dikendalikan itu akhirnya nyungsep ke pinggir jurang ini. Untungnya nyangkut di bebatuan dan akar pohon besar, jadi nggak terjun bebas ke dasar jurang." 

"Tapi sayangnya, beberapa batang pohon itu menembus kaca mobil dan ada yang menghantam kepala Kris. Itu yang menyebabkannya sampai koma." Hendra menghentikan ucapannya sambil memandangi jurang dengan tatapan kosong. 

Verda yang tiba-tiba merasa oleng langsung menyambar lengan Tris dan berpegangan dengan kuat. Gadis itu menutup mata untuk memastikan beberapa kelebatan peristiwa di tempat ini pekan lalu. 

"Ver, kamu nggak apa-apa?" tanya Tris dengan raut wajah khawatir. 

"Dia pasti sedang dapat kelebatan," bisik Nindy. "Biarin aja, nanti juga biasa lagi," sambungnya sembari mengusap punggung Verda. 

Keempat orang tersebut sama sekali tidak menyadari bila ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari bagian dalam warung makan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status