Rayhan menatap Siti yang baru saja keluar dari ruang manajemen. Ia adalah yang terakhir keluar dari ruangan itu. Wajah gadis itu begitu suntuk membuat Rayhan semakin penasaran. Siti mencari tas selempang yang sebelumnya ia letakkan di bawah meja kasir. Tidak menemukan yang ia cari, Siti mematung. Ia mengingat-ingat posisi terakhir kali tas selempangnya berada. Matanya kembali melihat ke bawah meja kasir. Kosong. Tas nya tidak ada di sana. Saat ia mencoba untuk kembali masuk ke ruang manajemen, Rayhan datang dan langsung mengalungkan tas selempangnya. Gadis itu terkejut.
"Mengapa belum pulang?" tanyanya sambil berjalan mengikuti Rayhan dari belakang.
"Kan tadi aku sudah bilang akan menunggumu sampai kamu selesai," jawab Rayhan membuka pintu mobilnya, agar Siti segera masuk ke dalam. Maman sudah diberitahu Rayhan bahwa dirinya harus mengantar sepeda Siti ke rumah gadis itu, karena esok Siti akan libur untuk sementara waktu.
"Sepedamu sudah kusuruh Maman untuk d
Rayhan mencari kebenaran di wajah Siti, kebenaran bahwa dirinya mengundurkan diri, bukan alasan yang lain. Siti menatap Rayhan. "Kalau tidak ada ya sudah, tidak apa-apa. Besok aku tanya tuan Arya saja atau Arken, mungkin di tempat mereka ada lowongan." Siti melempar pandangannya ke luar jendela. "Besok datang ke kantor jam 7 pagi. Tunggu aku di lobi kantor, di depan resepsionis. Katakan saja kau sudah membuat janji denganku." Rayhan langsung menjawab tanpa berpikir panjang begitu mendengar nama Arya dan Arken dari bibir Siti. Bila tidak ada lowongan saat ini, ia akan membuka sendiri dan Siti adalah yang terpilih tanpa harus tes atau apalah namanya. Sah-sah saja, kan dia bos-nya. Siti mengangguk tanpa ekspresi. "Kenapa masih sedih?" tanya Rayhan mulai kembali menghidupkan mesin mobilnya. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Hanya lelah dan gerah. Selarut ini belum mandi, mana kecutnya bikin
Siti memasuki gedung perkantoran yang begitu besar dan luas. Baru saja ia sampai di pos satpam, ia dibuat terperangah dengan gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Ia ingin menghitung berapa tingkat gedung itu, namun keinginannya itu langsung ditolak mentah-mentah oleh leher penyangga kepalanya, yang harus menengadahkan kepalanya entah untuk berapa lama hanya untuk mengetahui total keseluruhan lantai yang ada di gedung itu. Siti berusaha keras menjaga keseimbangannya kala ia berjalan memasuki gedung berlantai marmer berwarna krem kecoklatan. Ia berjalan menuju ke meja resepsionis untuk bertemu dengan pak Indra sesuai dengan instruksi yang diberikan Rayhan sebelum dirinya diturunkan di tiga blok sebelum gedung kantor milik Rayhan. "Selamat Pagi, Mbak!" sapa Siti pada dua wanita yang sedang sibuk mencatat surat masuk dan menerima telpon. "Pagi," jawab gadis berambut pendek sedikit bergelombang yang sudah selesai menyalin surat masuk pagi ini.
"Selamat Siang." Merasa mendengar suara wanita menyapa dirinya, Siti mengangkat kepalanya, mengalihkan sejenak pandangannya dari tumpukan dokumen yang harus ia sortir hari itu juga. "Ya? Ada yang bisa sSya bantu?" Siti berdiri dari duduknya. "Saya ada janji bertemu dengan pimpinan perusahaan di sini, apakah bisa membantu mengantarkan Saya hingga ke ruangannya?" tanya wanita yang berparas blasteran itu. "Oh, sebentar, Nona. Saya tanyakan dulu apakah bapak direktur sudah bisa menerima tamu atau belum." Siti menekan angka 1 yang langsung terhubung ke ponsel Rayhan. Jangan heran, semua ini hasil pekerjaan Rayhan, ia yang menyetel angka 1 pada ponsel Siti agar bisa langsung terhubung dengannya. Siti sendiri mana paham soal begituan, ia hanya tahu cara mengetik sms, pesan wa dan menelpon, fitur lain tidak pernah diingatnya, kecuali untuk ber-swa foto.
Rayhan tertawa lebar begitu melihat Siti yang melesat masuk ke ruangannya padahal dia belum sempat memulai hitungannya. Pria itu langsung masuk ke ruangannya, mengikuti Siti yang kini sudah duduk manis di sofa tamu layaknya seorang yang hendak dimintai pertanggung-jawaban atas sikapnya yang telah menyalahi peraturan perusahaan. "Kenapa tegang begitu? Aku kan belum memulai apa-apa." Rayhan mulai kumat kejahilannya. Tegang? Siapa yang tegang? Sikap begini ini memang sikap seorang karyawan yang dipanggil menghadap atasannya, gumam Siti pada dirinya sendiri, dengan mata yang wira-wiri ke sana ke mari, memandang dokumen yang berserakan di atas meja di hadapannya. Ahh, tiba-tiba perasaannya menjadi tidak enak. Lepas dari mulut buaya, masuk ke dalam mulut harimau. Sial benar nasibnya hari ini. Siti mulai menanti-nanti perintah apa yang akan diberikan Rayhan padanya setelah ini. "Apa kau ingin membuatku begadang sampai besok pagi?" tanya Rayhan pada Siti
Akhirnya Siti berhasil menyelesaikan tugas pertamanya,dan kini ia sedang bersiap untuk melanjutkan tugas tambahannya hari itu. Jam sudah menunjukkan pukul 15 lebih 40 menit, waktunya para karyawan bersiap untuk pulang 10 menit lagi. Siti yang merupakan karyawan baru, belum memiliki teman satupun melangkahkan kakinya ke lantai bawah, mencari camilan untuk menemaninya lembur 20 menit lagi. Ketika kakinya berhenti di depan lift yang akan menuju ke lantai 1, ada tangan yang tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Siti terlonjak kaget. Pikirannya yang melanglang buana membuat dirinya tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. "Ya amplop, masih muda kok suka melamun. Bahaya! Ntar loe kesambet penunggu gedung ini baru tahu rasa..." terdengar suara cempreng di belakangnya. Siti memutar badannya menghadap asal suara. Ternyata, tepukan tadi berasal dari cewek yang tadi pagi menegurnya dan bersikap sok kenal sok akrab. "Hehehe.." Siti hanya terkekeh.
Arya terperangah tak percaya melihat sosok gadis yang ia kenal tengah berdiri berhadapan, saling lempar kata penuh emosi dengan sahabatnya. Dia berulang kali mengerjap-kerjapkan matanya, berharap gadis itu bukanlah sosok yang ia kenal namun kenyataannya tidak sesuai harapannya. "Hai!" Arya memberanikan dirinya memecah kesunyian dan mencairkan hawa panas di ruangan itu. "Apa!!!" Baik Siti maupun Rayhan menjawab sapaan Arya bersamaan. "Kenapa kau masih disini?" "Kenapa anda tidak juga pulang, Tuan?" Sekali lagi, mereka berdua mengajukan pertanyaan dalam waktu yang bersamaan sambil menatap Arya dengan penuh kekesalan. "Ah ha ha ha... Apakah ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku?" Arya masih berusaha meredakan hawa panas di ruangan itu. Rayhan menatap tajam Arya. Wajahnya menjadi semakin gelap. Kekesalannya semakin membuncah karena sikap Arya yang tidak tahu diri karena masih berada di ruangannya dan melihat
Arya menatap Rayhan tidak percaya. Ia lantas tertawa sumbang. Suara tawanya sama sekali tidak enak untuk didengar. "Jangan mengada-ada Ray." "Yang mengada-ada siapa? Kau bertanya kan tadi dan sudah aku jawab. Jadi mana yang salah?" tanya Rayhan sambil bersedekap, menatap lurus Arya. "Ya, jelas kau yang salah. Mana mungkin Siti memiliki perasaan pada laki-laki dingin, sombong dan kasar sepertimu, yang sama sekali tidak berpengalaman dalam menjalin hubungan dengan wanita manapun. Bagaimana mau berhubungan kalau kau saja langsung gatal-gatal dan berkeringat dingin bila berdekatan dengan seorang wanita." Arya membuka semua kelemahan Rayhan di hadapan Siti, berharap Siti akan berpikir ulang untuk meneruskan rencana pernikahan mereka. "Kau!!" Rayhan menggeram sambil mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah terhadap laki-laki yang saat ini berdiri di hadapannya. "Apa kau juga yakin bila gadis yang ingin kau nikahi ini memiliki perasaa
Arken hari ini terpaksa harus menghadiri rapat pemegang saham di kantor pusat perusahaan, menggantikan sang papa yang masih berada di luar negeri. Dirinya sudah menelpon Arya berkali-kali agar mau menggantikan dirinya namun Arya tidak juga mengangkat telponnya. Seperti biasanya, Arken akan mampir membeli beberapa roti untuknya sarapan pagi. Mobil sport putihnya ia parkir persis di depan pintu masuk MCC. Ia melangkah masuk, mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang sudah beberapa hari ini tidak bertemu dengannya. Ia berjalan mengitari semua rak makanan yang ada di outlet itu, namun sosok yang ia cari tidak juga ia temukan. Ketika ia sampai di rak puding, tempat terakhir yang biasanya ia tuju ketika tidak juga menemukan gadis yang ia cari, ia hanya menemukan sosok gadis lain. "Selamat Pagi, Tuan.. Ada yang bisa saya bantu?" tanya gadis itu, mengucapkan sapaan khas di outlet itu. "Ehm, shift paginya ada pergantian petugas ya?" tanya Arken, jauh dari