Share

7. Sang Pewaris

Author: JWT Kingdom
last update Huling Na-update: 2023-04-02 02:00:19

"Pusaka Pasvaati memilih Sang Pewaris sehati dengan inti jiwanya."

________

Taja celingukan, berjalan mengikuti Radhit. Berbeda dengan Radhit melangkah santai, lurus, dan tanpa suara sedikitpun.

"Oh, iya. Dia hanya sukma. Seperti udara, tentu langkahnya tanpa suara," pikir Taja, melangkah penuh hati-hati sampai berjinjit tatkala melewati para penjaga pintu masuk dan keluar bangunan Istana Kitab. Aneh, para penjaga itu seperti dalam keadaan tidak waspada. Bahkan mereka layaknya orang yang tidur berdiri.

"Mantera Sirep berlaku beberapa saat saja. Kita harus bergegas sebelum mereka tersadar!" bisik Radhit tegas. Kedua lengannya bersedekap di dada. Begitulah cara dia berjalan santai.

"Mantera Sirep masal, berupa alunan seruling memeluk jiwa, melarutkan kesadaran siapapun yang mendengar," jelas Radhit singkat.

"Jadi, kau yang membuat mereka tertidur?" gumam Taja. Sempat terpikir, andai dia juga menguasai Mantera Sirep.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di Istana Pusaka. Suasana lenggang memudahkan mereka masuk.

Dalam ruangan Istana Pusaka, tampak meja besar dengan tatanan berbagai pusaka. Satu di antaranya paling istimewa, terpasang pusaka berselimut kain putih di antara dua penopang.

"Itu dia," kata Radhit menatap pusaka terbungkus kain itu tidak lain Pasvaati.

"Apa yang harus 'kulakukan?" Taja agak gemetar, takut-takut terpergok. Radhit meliriknya. Melihat ekspresi Taja kebingungan.

"Bukalah kain pembungkusnya!" Radhit memberi aba-aba.

Sebuah senjata pusaka dari logam putih. Bercahaya di dalam ruangan remang-remang. Cahaya Pasvaati menyilaukan. Di saat malam, ternyata cahaya Pasvaati lebih berpendar.

Taja mengamati dengan seksama Pusaka Pasvaati yang cemerlang.

"Apa sesuatu yang sangat 'kauinginkan di dunia ini?" Radhit bertanya. Sementara Taja menatap lurus ke arah Pasvaati terpajang di depan mata.

"Tidak ada. Aku merasa ... hampir tidak memiliki keinginan apapun," jawab Taja. Perhatiannya tercuri oleh Pasvaati.

"Tapi, kau punya tujuan, bukan?" tanya Radhit.

"Tentu," jawab Taja.

"Cobalah dengarkan dia," Radhit memberi aba-aba lagi.

"Siapa yang harus 'kudengar?" Tanya balik bertanya tanpa menoleh.

"Pasvaati," jawab Radhit.

"Dia sedang berbicara denganmu, apa kau mendengarnya?" tanya Radhit.

Taja terdiam. Semakin mengamati dan memasang pendengarannya lebih seksama.

"Dengarkan dengan batinmu, bukan dengan telinga," lanjut Radhit.

Sebentar kemudian, lebih khidmat. Taja mulai berkomunikasi dengan batinnya sendiri. Muncul suara-suara lirih, semakin bersahutan.

"Seperti ... ada yang sedang berdoa," kata Taja lirih, "Tetapi aku tidak tahu itu bahasa apa."

"Setiap saat, Pasvaati bermunajat. Berdoa. Memuji Yang Maha Rahmat," kata Radhit di sebelah Taja.

"Pasvaati bukan benda mati, melainkan dia makhluk hidup juga. Walaupun jasadnya hanya pusaka," tambahnya. Sementara Taja fokus perhatiannya pada Pasvaati.

"Dia berbisik," ujar Taja. Semakin jelas terdengar olehnya suara-suara yang muncul. Jelas bukan hanya dari batinnya, melainkan berpusat dari Pasvaati yang tengah mengajaknya berbicara.

"Itu ucapan salam ...," balas Radhit.

"Dia berbicara bahasa apa? Aku tidak bisa membalas ...," Taja masih belum mengerti.

"Sebagian bahasa bidadari. Sebagian bahasa angin. Sebagian bahasa Orang Wali," jawab Radhit lalu dengan lirih dan tegas, ia mengucap aji-aji dalam bahasa aneh yang tidak pernah didengar Taja sebelumnya. Seperti mendesis.

"Haa-em-shaa-mi-wash-waa."

Bibir Radhit komat-kamit, cukup terdengar bagian terakhir mantra yang diucapnya. Taja terpana, seperti ada kekuatan menarik sebelah tangannya, semakin mendekati Pasvaati. Kemudian ujung jemarinya mulai menyentuh logam putih itu dengan lembut.

Sengatan Energi mengejutkan Taja.

Tiba-tiba sekilas cahaya menerpa pandangan Taja. Seketika ia melihat sekitarnya berubah laksana pagi yang cerah. Suatu taman asri nan elok. Indah nan sejuk. Bahkan bisa dirasakan rumput yang lembut di bawah telapak kakinya. Sinar matahari menerpa tempat itu. Sekeliling tempat itu, terdengar suara-suara lembut ke angkasa.

Tampak seseorang berpakaian serba putih. Rambutnya terurai rapi sebahu. Wajahnya bercahaya sampai tidak dapat dilihat dengan jelas seperti apa. Aroma harum semerbak memenuhi.

Taja bersimpuh begitu saja di lutut orang berpakaian serba putih itu. Hanya berhadapan namun terasa sangat tentram. Sosok itu membalas dengan menyentuh ubun-ubun Taja. Hawa hangat mengalir ke sekujur tubuhnya. Selebihnya, suara gemerincing lirih makin terdengar dari seluruh penjuru. Berbaur dengan suara-suara doa berkumpul menjadi satu, lalu menggema ke angkasa. Suara-suara itu seolah berasal dari ribuan jiwa yang tenang.

Di tangan Taja. Sebuah kitab tanpa ia tahu kitab apa itu. Kitab yang memancarkan cahaya.

Tiba-tiba suasana kembali redup. Cahaya itu tiba-tiba menghilang. Sekejap saja, Taja tersadar kembali ke ruangan Istana Pusaka yang remang-remang. Seolah-olah ia baru saja kembali dari belahan dunia lain.

Ketika tersadar, pusaka Pasvaati sedang berada di genggaman Taja. Ia pun terkejut melihat tangannya sendiri dalam keadaan menggenggam Pasvaati. Entah sejak kapan terjadi, Taja baru tersadar dengan mata kepala sendiri.

"Ini ...?" Taja tersentak. Tidak percaya bahwa pusaka itu benar-benar ada di tangannya.

"Jiwa Murni adalah Jiwa yang terjaga. Terjaga dari angkara murka. Terjaga dari penyakit hati. Terjaga dari prasangka. Terjaga dari segala keinginan duniawi. Tidak serakah. Tidak congkak. Hati yang merunduk."

Suara Radhit semakin menyadarkan Taja bahwa ia tidak sendiri. Radhit berbicara bukan hanya sekedar berucap. Melainkan sedang membaca mantera aji-aji dan Taja seperti memahami maknanya.

"Jika kamu mampu menggabungkan Sang Gendewa dengan Pasvaati sebagai anak panah, maka kita akan tahu seberapa dahsyat apa yang terjadi. Tentu dengan mantera dari Kitab Muhaqqina," lanjut Radhit.

"Ada satu mantera yang sangat mustajab untuk digunakan pengendali Pasvaati," kata Radhit lagi.

"Pasvaati akan bersifat sebagai pelindung dengan mantera itu," ujar Radhit.

"Pasvaati dapat menjelma menjadi Senjata Pamungkas Shahada," tambah Radhit membuat Taja makin tercengang.

"Senjata Pamungkas Shahada?!" Taja mengulang satu nama itu.

"Tapi ... aku tidak yakin mampu menyatukan Sang Gendewa dengan Pasvaati, apalagi dengan mantera Muhaqqina sekaligus," Taja tergeleng pelan, walaupun terlihat sangat antusias namun tidak cukup yakin untuk melakukannya.

Tanpa terasa air mata mengalir dari kedua sudut mata. Bukan kesedihan. Rasa tentram dan tenang menyelimuti sampai sumsum tulang.

Ruangan tempat Taja dan Radhit berada, menjadi lebih terang akibat pantulan cahaya Pasvaati memenuhi ruangan sampai menembus atap.

Kejadian itu cukup lama berlangsung. Namun Taja lupa akan waktu. Tiba-tiba sebuah suara mengejutkan Taja dan Radhit.

"Taja?!"

Tiba-tiba sosok Putri Alingga sudah berada di hadapannya. Entah sejak kapan ia menyaksikan Taja di ruangan itu.

"Benarkah kamu yang melakukan ini?" lanjut Putri Alingga dengan tatapan terkejut dan rasa tak percaya.

Taja terpaku di tempatnya berdiri dengan kedua tangan masih memegang Pasvaati. Terkejut melihat kehadiran Putri Alingga, ia melihat ke arah putri berdiri tidak jauh di depannya. Sejenak diliriknya posisi Radhit terakhir berada, namun rupanya sosok Radhit pun sudah menghilang tiba-tiba.

"Aku ...," Taja mendadak canggung.

"Kamu diam-diam sendirian menyusup ke Istana Pusaka dan memegang Pasvaati?"

Taja baru tersadar bahwa Putri Alingga memergokinya dalam keadaan seperti itu

"Ngg ... aku ... aku bersama Radhit," Taja melihat sekeliling. Hanya dia dan Putri Alingga yang saat ini berada di tempat itu.

"Radhit? Siapa?" tanya Putri Alingga sembari melihat sekeliling, namun tidak dilihat siapapun selain Taja.

Taja tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan. Suara derap langkah kaki para penjaga berdatangan ke tempat itu.

"Celaka!" Putri Alingga merasa ada sesuatu yang mengancam mereka jika tetap berada di tempat itu.

"Kembalikan Pasvaati ke tempatnya!" pekik Putri Alingga menahan suara agar tidak terdengar dari luar.

Taja segera mengembalikan Pasvaati ke posisi terpajang seperti sebelumnya.

"Ikut aku!" lanjut putri, segera menarik tangan Taja, panik saat mendengar suara riuh orang-orang mendekati ruangan Istana Pusaka.

Taja dan Putri Alingga bergegas pergi melalui jalan keluar belakang Istana Pusaka, dengan hati-hati, berjalan dan menyelinap di antara lorong-lorong sisi gelap istana. Situasi sekitarnya mulai ramai dengan kedatangan para penjaga menuju Istana Pusaka.

* * *

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • The Story of Jawata: Pusaka Ajaib   177. Sandera

    Jantungku adalah jantungmu! Jika aku menusuk jantungku. Itu pula yang terjadi pada jantungmu!" ________ "Aku menyerah!" Suara lantang memecah ketegangan. Samar-samar Ketua Sujinsha berjalan selangkah demi selangkah, memasuki area perkumpulan musuh. Jumlah mereka ratusan orang-orang pembantai, termasuk belasan pimpinan Lowak Ruyo. Senyum sungging Puan Ra menyambut lelaki itu datang. Ketua Sujinsha berhenti tepat di hadapan Puan Ra. Orang-orang pembantai mengelilingi dengan wajah-wajah beringas. Puan Ra berdiri di hadapan Ketua Sujinsha mengangkat kedua lengan pertanda menyerah. "Lepaskan praja itu! Sebagai gantinya kalian mendapatkan aku!" seru Ketua Sujinsha. Kedua tangan bersilang di belakang tengkuk. "Cuih! Akal bulus apa kiranya strategimu, Pengelana jalanan! Kau sama sekali tidak berguna!" Puan Ra menjawab sengit. "Tentu aku berguna jika menjadi tawananmu! Lepaskan praja itu!" seru Ketua Sujinsha lagi. Mata berbalas mata. Permusuhan lama antara pemimpin Para Pembant

  • The Story of Jawata: Pusaka Ajaib   176. Kembali Ke Dunia Fana

    Pagi menyingsing bersama embun menyelimuti. Sang Surya bersemu jingga, mengintip dari balik ufuk timur. Wajahnya malu-malu perlahan mulai tampak."Jangan libatkan mereka."Seseorang menyampaikan pesan itu dari mulut Lorr En, dan sekarang diucapkan kembali oleh seorang pemantau. Ia menuturkan laporannya pada Ketua Sujinsha."Dia bertekuk lutut. Kedua kaki dan tangan terikat. Kedua matanya tertutup kain. Ia mengatakan itu kepada pimpinan musuh sehingga melepaskan kami untuk menyampaikan hal ini kepada Tuan."Pemantau dari sekumpulan Pasukan Bayangan. Sekembalinya dari penyisiran sekitar perbatasan, sempat bertemu musuh. Ia ditangkap, kemudian sengaja dilepaskan untuk menyampaikan pesan itu kepada Ketua Sujinsha. Tujuannya agar Pasukan Bayangan menyerahkan diri dan mengembalikan Raojhin kepada pihak musuh.Pemantau itu melaporkan informasi sepenuhnya kepada Ketua Sujinsha tentang tertangkapnya Lorr En, tentu membuat cemas Pasukan Bayangan.Ketua Sujinsha tertegun sebentar. Tegang dalam p

  • The Story of Jawata: Pusaka Ajaib   175. Satu Kembali. Satu Hilang.

    Satu orang kembali. Justru satu lagi menghilang. Seakan hanya bertukar saja.________"Jaga gudang mayat!"Teriakan penjaga menjadi petunjuk tempat Raojhin disembunyikan. Orang-orang saling melempar tugas. Hiruk pikuk situasi di kawasan pangkalan Pasukan Pembantai. Masing-masing pemimpin sibuk mengumpulkan sejumlah pasukan untuk dikerahkan ke luar pangkalan.Sesosok makhluk dari tanah, tersembul ke permukaan dan meluncur dalam pusaran pasir. Kemudian gesit wujudnya menjelma gumpalan tanah pasir menggelinding."Hup!" tubuh itu menggelinding sampai ke sisi bayang-bayang tenda dan terhenti.Rupanya manusia yang meringkuk dari gumpalan tanah pasir. Tak lain adalah Taja. Selimut tanah pasir, luruh dari tubuhnya. Sembari kebas seluruh baju, Taja memasang waspada, tatap matanya sekeliling arah. Tampak lenggang keadaan sekitar.Di tengah-tengah situasi tak menentu, akibat makhluk pasir bekerja secara efektif. Berhasil mengalihkan seisi pangkalan pembantai dan mengacaukan suasana. Taja berhasi

  • The Story of Jawata: Pusaka Ajaib   174. Hantu Pasir

    Hantu Pasir. Penghuni gaib Perbatasan Tengkorak. Makhluk penghisap siapapun yang hidup di permukaan tanah.________Deru pasir debu menyatu.Langit malam kian larut. Kantuk mengendap dalam penat orang-orang sedang berjaga-jaga di setiap titik kawasan pangkalan. Sejengkal pun tidak ada yang luput dari pengawasan mata regu pemantau, sibuk mengawasi penjuru arah dari tiang-tiang tinggi.Pangkalan pembantai tak pernah mengenal tidur. Kawasan merah dengan rona kobaran api. Sejauh mata menangkap kegelapan, titik-titik bara bersumber api unggun. Udara menerbangkan abu pijar dari bara meredup.Barisan regu giliran jaga malam bertukar tugas. Pasukan Pembantai dalam naungan gelap malam, tampak lebih waspada dan sangar wajah mereka.Pemimpin-pemimpinnya memasang erat penutup kepala bertanduk. Gading-gading gajah dipasang tegak lurus ujung lancipnya menghadap ke atas. Pertanda pemimpin baling berkuasa sedang berada di antara pasukan berkumpul.Beberapa orang tampak lalu lalang, tergesa-gesa dalam

  • The Story of Jawata: Pusaka Ajaib   173. Strategi Darurat

    Makhluk pasir dan tanah? Apa sungguhan itu makhluk yang terbentuk dari pasir dan tanah?________"Lorr."Taja menepuk pundak Lorr En. Ia pun siap menyambut Taja memberikan perintah."Kerahkan Pasukan Tawon! Alihkan musuh!" Taja berapi-api, tersulut ambisi bersiap-siap penuh."Aku akan mengobrak-abrik sarang pembantai," kata Taja sembari bangkit tegap, menyingsingkan kepalan tangan erat-erat.Ketua Sujinsha ternganga. Kiranya manusia seperti apa yang memiliki keyakinan sebesar itu untuk menyerbu pangkalan musuh sekelas Pasukan Pembantai. Ia sendiri bahkan tidak terpikir strategi sejauh itu. Butuh keberanian dan kekuatan pasukan besar dan persiapan matang."Tuan, serahkan padaku! Malam ini, aku akan menyerbu Pangkalan Pasukan Pembantai," tegas dan penuh percaya diri, Taja mengatakannya."Malam ini?!" ujar Ketua Sujinsha terkaget-kaget. Tak segera mengambil keputusan. Ia dan semua orang bawahannya banyak terluka dan belum pulih dari letih kesakitan. Pertarungan sebelumnya, melawan Pasuka

  • The Story of Jawata: Pusaka Ajaib   172. Perisai Magis

    "Tempat ini seperti tersembunyi? Seolah musuh tidak menyadari keberadaan kita?"________Malam berlarut.Tampak langit gelap dari celah-celah rongga bebatuan tempat persembunyian. Pertahanan magis energi Taja dan Lorr En bersatu, diperkirakan dapat bertahan sampai fajar menyingsing untuk melindungi diri bersama Pasukan Bayangan.Sementara itu, terdengar suara-suara meraung dari luar, pertanda banyak sekali orang-orang pembantai berdatangan sekitar tempat itu, melalui udara dan darat. Gonggongan anjing-anjing pelacak, menelusuri jalur lereng dan rongga-rongga sekitar. Kuat tajam penciuman anjing-anjing itu mengendus-endus setiap jengkal permukaan tanah dan batu. Mencari jejak Pasukan Bayangan yang sedang bersembunyi bersama Taja. Untuk sementara, mereka aman dari deteksi musuh."Perisai Alhirri hanya bertahan sebelum pagi menyingsing," kata Taja meresahkan hal itu. Kiranya sampai fajar, tetapi musuh masih patroli sekitar lokasi persembunyian."Aku akan mengalihkan perhatian mereka," uj

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status