Home / Romansa / The Sugar Baby of Uncle Blue / Bab 45: Desahan Kamar Sebelah 1

Share

Bab 45: Desahan Kamar Sebelah 1

Author: Miss.EA
last update Last Updated: 2025-03-10 21:00:00

Kepalang kesal, Emely menoleh tajam ke belakang, menatap Blue dengan sorot mata penuh peringatan. “Kamu bisa diam tidak?” geramnya dengan nada rendah. Hampir berbisik, tetapi jelas mengandung nada protes yang tidak bisa disembunyikan. Tangannya refleks mencengkeram pergelangan tangan Blue yang berada di dadanya, berusaha menghentikan sentuhan pria itu yang mulai terasa makin lancang.

Meremas-remas buah dadanya hingga membuat tubuhnya meremang.

Blue, bukannya merasa bersalah, malah menyeringai kecil. Ia menarik wajahnya sedikit ke belakang, cukup untuk bisa menangkap ekspresi Emely dengan jelas. Senyuman tipis muncul di sudut bibirnya—menggoda—ketika ia melihat kemarahan sekaligus kekalutan dalam tatapan wanita itu. “Aku nggak tahu caranya diam. Kalau kau bisa, coba ajarkan aku,” balas pria tersebut santai. Suaranya rendah tetapi penuh ironi.

Emely mendengkus kesal. “Kamu, ya, tua-tua tapi kelakuannya menyebalkan!” desisnya tajam.

Blue ter
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marisal Sherllyta
uluh uluh alih² takut si Amara terbangun si uncle malah lebih takut misi jatah nya gagal.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 164: Gabriel Menemui Blue 2

    New York, USA… Di sebuah kediaman mewah nan elegan, suasana di ruang tamu begitu hening. Dua pria duduk berhadapan di sofa yang terpisah, masing-masing dengan ekspresi yang sulit dibaca. Mereka adalah Blue dan Gabriel. Gabriel? Ya, pria itu kini berada di New York. Tak disangka, setelah meninggalkan Italia, ia bukannya langsung pulang ke Wellington seperti yang diketahui oleh Megan, Gamal, Erlan, dan Lucia. Sebaliknya, Gabriel justru memutuskan terbang ke New York untuk menemui Blue. Sudah lebih dari tiga puluh menit mereka duduk bersama, membicarakan banyak hal. Topik utama mereka, tentu saja, adalah hubungan antara Blue dan Emely. Gabriel, dengan nada tegas namun tetap terkontrol, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Blue. Namun, dibalik rasa kecewa itu, ia juga menyampaikan rasa terima kasihnya atas tindakan Blue yang telah melindungi Emely selama ini. Blue mendengarkan dengan tenang, meski hatinya penuh dengan rasa bersalah. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Gabriel akan m

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 163: Gabriel Menemui Blue 1

    *** ‘Pasti Mommy yang menyelimutiku,’ batinnya menebak dengan tepat. Ia menghela napas pelan, membawa sebelah tangan meraih remote kecil di atas nakas samping ranjang. Dengan satu sentuhan, lampu kamar menyala, menerangi ruangan. Matanya segera tertuju pada jam dinding. Keningnya kembali berkerut ketika melihat jarum jam menunjukkan pukul dua belas malam. “Astaga…!” Emely terlonjak kaget, langsung duduk tegak di atas ranjang. “Lama sekali aku tidur?” gumamnya, menyadari bahwa ia telah melewatkan malam tanpa sadar. Ia mengusap wajah dengan kedua telapak tangan, mencoba mengusir rasa kantuk yang masih menggantung. Beberapa saat kemudian, ia turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Meskipun sudah tengah malam, Emely merasa harus mandi. Ia ingin menyegarkan tubuh dan pikirannya. Setelah menghabiskan sekitar dua puluh menit di kamar mandi, ia keluar dengan rambut yang masih basah, terbungkus handuk. Langkahnya membawanya ke walk-in closet. Tanpa ragu, ia melepaskan

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 162: Bagaimana Dengan Amara? 2

    Setibanya di meja makan, mereka mengambil tempat masing-masing. Lucia dengan sigap melayani kedua mertuanya, memastikan hidangan lezat di atas meja tertata dengan sempurna dan dapat dinikmati mereka. Sebagai istri, ia juga tidak lupa mengutamakan suaminya, Erlan, dengan menyajikan makanan yang disukainya. Megan, yang duduk di seberang Lucia, memandang menantunya dengan lembut. “Early biasanya pulang jam berapa, Sayang?” tanyanya, berbincang ringan untuk mencairkan suasana. Lucia menoleh, tersenyum lembut sebelum menjawab. "Biasanya sekitar jam sembilan malam, Mom. Dia sedang latihan boxing sekarang. Itu memang rutinitas hariannya," jelasnya. “Dari pagi sampai malam dia nggak pulang sama sekali?” tanya Megan lagi. Kali ini, raut wajahnya tampak serius, jelas ingin tahu lebih dalam tentang rutinitas cucu laki-lakinya. “Iya, Mom,” jawab Lucia sambil mengangguk pelan. “Tapi nggak setiap hari seperti ini. Biasanya hanya dari Senin sampai Rabu saja. Kalau di hari lain, sepulang sekolah,

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 161: Bagaimana Dengan Amara? 1

    *** Setelah masuk ke dalam kamarnya, Emely langsung duduk di tepi tempat tidur, memeluk kedua kakinya erat-erat. Matanya kosong, pandangannya tertuju ke satu titik di lantai, sementara pikirannya penuh dengan beban berat yang terus menghimpit. Ia tidak hanya memikirkan situasi yang baru saja terjadi di ruang keluarga, tetapi juga Blue dan, terutama, Amara. ‘Bagaimana dengan Amara sekarang?’ batinnya bertanya getir. ‘Apakah dia mencari aku? Apakah dia menangis karena aku tidak pulang?’ Pertanyaan-pertanyaan itu bersarang di benaknya, berputar tanpa henti. Ia ingin tahu bagaimana keadaan gadis kecil itu, ingin memastikan semuanya baik-baik saja. Tapi, ponselnya telah diambil oleh ayahnya saat perjalanan pulang dari bandara tadi. Sehingga rasa frustrasi menambah beban di dadanya. ‘Amara lagi ngapain ya sekarang?’ pikir Emely lagi. Dadanya terasa sesak memikirkan gadis kecil itu. Amara memang bukan darah dagingnya, tetapi rasa sayang Emely terhadap bocah itu begitu tulus. Waktu yang

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 160: Erlan Mulai Luluh 3

    “Jangan ulangi kesalahan yang pernah dilakukan kakak iparmu, Leon,” tambah Gamal. “Dulu, Sein pernah terluka karena keegoisan ayahnya. Apakah kau ingin hal yang sama terjadi pada Emely? Lihat kami, Nak. Aku dan ibumu. Saat kalian bertiga—kau, Gabriel, dan Maureen—belum menikah, apakah kami pernah memaksakan kehendak kami atas kehidupan kalian? Tidak, Nak.” Gamal menggelengkan kepalanya perlahan. “Dad bahkan tidak pernah lelah mengingatkan ibumu untuk tidak ikut campur dalam urusan asmara kalian, karena kami percaya, kalian berhak atas hidup kalian sendiri. Kalian berhak memilih pasangan kalian. Dan lihat hasilnya sekarang. Kau bahagia dengan Lucia. Gabriel bahagia dengan Caroline. Maureen juga sangat bahagia dengan Leon. Semua itu membuktikan bahwa kami tidak salah dalam percaya pada anak-anak kami.” Ruangan kembali hening setelah Gamal menyelesaikan ucapannya. Erlan tidak bisa mengelak dari kebenaran yang baru saja disampaikan oleh ayahnya. Di satu sisi, ia masih merasa sulit mener

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 159: Erlan Mulai Luluh 2

    Megan, yang sedari tadi menahan amarah, akhirnya tak bisa lagi menyembunyikan kekesalannya. “Jadi, selama ini usia yang kamu permasalahkan, Erlan?!” serunya. Dengan gerakan cepat, ia menyambar bantal sofa di sampingnya dan melemparkannya ke arah putranya. Bantal itu mendarat dengan sempurna di wajah Erlan sebelum pria itu sempat menghindar. “Mom!” seru Erlan dengan suara terkejut. “Keterlaluan kamu!” bentak Megan, suaranya bergetar penuh amarah. “Kamu tidak lihat kakakmu, Maureen dan Leon? Mereka sama seperti Emely dan Blue! Selisih usia mereka bahkan lebih besar, tapi buktinya mereka bahagia, mereka baik-baik saja!” Megan mengangkat tangan, menunjuk ke arah suaminya. “Oh, tidak usah jauh-jauh! Lihat orang tuamu ini! Kami sudah punya cicit dari Sein! Kami hidup puluhan tahun bersama dan kami bahagia! Mommy bahagia meskipun ayahmu lebih tua!” Erlan mendengus, ekspresi wajahnya mencerminkan rasa frustasi yang mendalam. “Ini semua gara-gara kau, Mom,” ujarnya dengan nada rendah namun

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 158: Erlan Mulai Luluh 1

    *** “Blue harus bertanggung jawab,” lanjut Gabriel. Deg! Erlan menatap tajam—nyaris menggebrak meja di depannya, wajahnya memerah karena emosi yang meluap. "Tidak! Aku tidak setuju, dan aku tidak akan pernah memberi restu!" sergahnya dengan nada lantang. Suaranya menggema di seluruh ruang keluarga. Membiarkan Blue bersama putrinya? Menjadikan pria itu menantunya? Bagi Erlan, hal itu sama sekali tak masuk akal. Bahkan sekadar membayangkannya saja sudah membuat darahnya mendidih. Blue, pria yang hanya terpaut beberapa tahun darinya, akan menjadi bagian dari keluarganya? Apa yang akan dipikirkan orang lain? Bagaimana dengan reputasinya? Dan Emely, putrinya yang masih muda, cantik, dan memiliki masa depan cerah, tidak pantas bersanding dengan pria seperti Blue. ‘Si tua bangka itu! Tidak akan pernah jadi menantuku!’ batin Erlan, pikirannya penuh dengan prasangka dan penolakan. Sementara itu, Gamal yang mendengarkan adu argumen dengan sabar, mulai merasakan sesuatu yang tak nyaman d

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 157: Blue Harus Bertanggung Jawab 2

    Disisi lain, Emely tidak terima dengan tuduhan yang dilontarkan ayahnya. Ia mengangkat kepalanya lebih tinggi, mencoba menahan air matanya. “Aku tidak pernah mengabaikan pendidikanku, Dad. Semua kegiatan kampusku berjalan normal seperti biasa,” balasnya. Erlan mengeluarkan dengusan kasar. “Dan kau pikir Dad akan percaya begitu saja?!” bentaknya, suaranya naik satu oktaf, membuat suasana ruangan kembali tegang. “Bisakah kau berbicara tanpa membentak?” Gabriel segera menyela, namun suaranya tetap tenang. Erlan mendengus keras, menatap kakaknya dengan penuh emosi. “Kau berharap aku bisa tetap tenang setelah semua yang Blue lakukan pada putriku?!” suaranya menggema di ruangan. “Kau tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya berada di posisiku, Gabriel! Jadi sebaiknya kau diam saja!” “Erlan?” Gamal tiba-tiba bersuara. Ia kurang setuju dengan sikap Tidak sopan putranya. Gabriel menatap Erlan sorot mata tajam. “Aku bukan musuhmu, Erlan,” katanya dengan nada datar. “Aku adalah kak

  • The Sugar Baby of Uncle Blue   Bab 156: Blue Harus Bertanggung Jawab 1

    ***Melihat putrinya hanya diam dengan raut wajah ragu, membuat Erlan semakin emosi. Suaranya menggelegar memenuhi ruangan. “Mengapa kau diam saja?! Jawab pertanyaan Grandmamu, Emely!” bentaknya keras, membuat Emely terlonjak kaget.“Erlan?!” Megan menegur tajam, ekspresinya mencerminkan keberatan atas sikap kasar putranya.Di tengah ketegangan yang semakin memuncak, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat dari arah pintu depan. Tak lama, seorang pria melangkah masuk ke ruang keluarga dengan santai. “Suaramu terdengar sampai di pintu gerbang, Erlan. Apakah kau benar-benar tidak bisa bicara lebih pelan?” ujar pria itu dengan nada tenang namun tegas, tatapannya langsung mengarah pada sang adik.Erlan tersentak mendengar suara itu. Ia menoleh cepat, memiringkan tubuh untuk melihat sosok yang baru saja masuk. Wajahnya berubah, keningnya berkerut dalam ketika mengenali pria tersebut. “Gabriel?” gumamnya pelan.Gabriel, kakak laki-laki Erlan, berdiri tegap dengan wajah yang sama teg

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status