Bagi Emely Erlania William, yang baru berusia 21 tahun, Blue Sinclair adalah pria yang paling ia benci—penghancur kepercayaannya, dan sumber luka yang belum sembuh. Ia bersumpah untuk menjauhi pria berusia 39 tahun itu selamanya, hingga takdir mempertemukan mereka lagi dalam situasi yang mengubah segalanya. Malam itu, di sebuah club malam, Emely terjebak dalam bahaya. Blue muncul sebagai penyelamat, namun ia datang dengan harga yang tak main-main. Dengan rahasia Emely di tangannya, Blue menawarkan pilihan yang tak bisa ditolak: menyerahkan kebebasannya, atau menghadapi kehancuran. Dipaksa menandatangani perjanjian sebagai ‘Sugar Baby’, Emely kini harus menghadapi pria yang selama ini ia benci, sambil memerangi perasaan rumit yang mulai tumbuh. Blue yang dingin, manipulatif, dan memanggilnya “kucing liar” ternyata memiliki cara untuk mengunci dirinya dalam dunia yang tak pernah ia bayangkan. Namun, siapa sebenarnya yang sedang bermain dalam permainan ini? Apakah Blue benar-benar ingin menjinakkan Emely, atau justru ia yang perlahan tunduk pada pesona liar gadis itu? Kebencian dan gairah seringkali tak berjarak, tapi beranikah Emely menghadapi pria yang kini memegang kendali atas hidupnya?
View MoreAzure Nightclub malam itu berdenyut dengan kehidupan. Musik EDM menggema memecah udara, dentumannya menggetarkan lantai marmer dan mengalir ke tubuh setiap pengunjung. Aroma minuman keras bercampur parfum mewah memenuhi ruangan, menciptakan atmosfer yang menggoda dan penuh gairah.
Di salah satu sudut lounge yang mewah, Emely Erlania William’s tampak tengah duduk bersama teman-temannya. Wajahnya yang cantik dan anggun memancarkan cahaya tersendiri meskipun dikelilingi oleh gemerlap dunia malam. Rambut panjangnya tergerai, berpadu sempurna dengan gaun hitam yang menonjolkan tubuh rampingnya yang penuh pesona. Ia baru saja kembali ke meja setelah puas berdansa di lantai dansa, bergerak bebas tanpa pengawasan, menikmati malam yang penuh kebebasan. Beberapa botol minuman baru telah dipesan dan berjajar rapi di atas meja. Teman-temannya tertawa dan bercanda. Suara mereka tenggelam dalam dentuman musik. Di salah satu sofa, seorang lelaki muda, yang juga bagian dari kelompok itu, tak dapat mengalihkan pandangannya dari Emely. Matanya menelusuri setiap detail dari atas ke bawah, penuh kekaguman. Emely adalah sosok yang memukau, cantik, dan seksi tanpa cela. Tubuhnya, wajahnya, dan aura alaminya membuatnya seperti magnet bagi siapa pun yang memandang. Termasuk lelaki muda itu, seorang kakak tingkat Emely di kampus, yang sejak lama menyimpan ketertarikan padanya. Namun, hingga saat ini, ia hanya bisa mengagumi dari kejauhan, tak berani melangkah lebih dekat. “Ini untukmu, Emely!” seru seorang wanita dengan antusias. Ia memberikan sebuah gelas whiskey kepada Emely. Wanita tersebut adalah pemilik acara, teman dekat Emely yang sedang merayakan ulang tahunnya malam itu. Emely menggeleng, sedikit menahan senyum. “Sudah cukup. Aku sudah minum terlalu banyak, dan aku tidak mau mabuk!” tolaknya. Suaranya terdengar tinggi, tetapi tetap sulit bersaing dengan dentuman musik. “Oh, ayolah, sekali ini saja. Ini malam istimewa!” pinta wanita itu. Suaranya dipenuhi nada memohon. Namun, Emely tetap bersikukuh, menggeleng dengan tegas. Wanita itu tidak menyerah. “Hanya satu kali lagi, Emely. Demi aku?” Ia sampai merapatkan kedua tangannya seperti memohon. Senyumnya begitu lebar hingga permintaannya sulit untuk ditolak. Emely menatap wanita itu dengan sedikit frustrasi, tetapi akhirnya ia mengalah. “Baiklah, tapi ini yang terakhir, oke? Setelah ini, aku benar-benar tidak mau lagi,” katanya dengan nada setengah menyerah. Ia lalu mengambil gelas itu dari tangan temannya. “Deal!” jawab wanita itu dengan gerakan bibir dan anggukan cepat. Senyum kemenangan menghiasi wajahnya. Emely menatap gelas itu sejenak sebelum akhirnya meneguk cairan emas di dalamnya hingga tandas. Sensasi panas yang membakar tenggorokan membuatnya bergidik sedikit. Lalu, ia buru-buru meletakkan gelas kosong itu ke meja. Dalam hati, ia bersumpah, ini benar-benar yang terakhir. Ia tahu batasannya. Jika mabuk, ia akan sulit menjaga rahasia kehadirannya di club ini. Terlebih lagi, para pengawal ayahnya yang selalu mengawasi setiap gerak-geriknya, tidak tahu bahwa ia ada di sini malam ini. Emely tersenyum tipis, merasa puas karena berhasil mengelabui pengawasan mereka. Ia tahu ini tindakan berbahaya, tetapi entah kenapa adrenalin dari kenakalan itu membuatnya merasa hidup. Benar apa yang dikatakan Blue Sinclair, pria dewasa yang mengenalnya lebih baik daripada siapa pun: Emely adalah kucing nakal dan liar. Namun, di luar pengetahuannya, malam itu bukan hanya tentang perayaan. Ada sosok tampan yang sebentar lagi bergerak mendekati dunia kecilnya yang penuh kebebasan, berniat menegaskan batas. Pria itu bukan sekadar pengawal atau kakak tingkat. Ia adalah Blue Sinclair, orang yang tidak mengenal kata kompromi, terutama jika menyangkut kucing liar seperti Emely Erlania William’s. Beberapa menit berlalu, Emely akhirnya duduk di kursi, mencoba menenangkan dirinya. Namun, ketenangan itu sulit didapatkan. Gelisah mulai merayapi dirinya, membuatnya merasa tidak nyaman. Suasana di sekitarnya terasa makin menyesakkan dan tubuhnya yang semula berapi-api kini mulai bergetar lembut, seolah-olah merespons ketegangan yang ada. Dengan satu tangan, Emely mengusap tengkuknya berulang kali, mencoba mencari kenyamanan dalam gerakan sederhana itu. Jari-jarinya yang halus menyentuh kulit, memberi rasa sejuk yang kontras dengan panas yang menggelora di dalam dirinya. Ia merasakan keringat perlahan menetes di lehernya dan rasa panas itu makin terasa membakar. Kedua pahanya yang ramping dan seksi pun kini terasa makin rapat, menandakan ketidaknyamanan yang mulai menguasai dirinya. Mata Emely melirik ke sekeliling, mencari sesuatu untuk mengalihkan perhatian. Namun, setiap detik berlalu, rasa cemas itu makin mendalam. Ia merasa seperti terjebak dalam sebuah labirin, di mana setiap jalan hanya mengarah pada ketidakpastian. Dengan napas yang sedikit terengah, Emely berusaha untuk tetap tenang, meskipun hatinya berdebar keras, berperang antara keberanian dan ketakutan yang tak bisa ia ungkapkan. Ia menggigit bibirnya, hatinya bergejolak dalam kebingungan. Astaga, ada apa dengan tubuhku? Kenapa rasanya panas sekali? Dan ... milikku—uhhh! Berkedut. My God! pekik Emely dalam hati. Ia berusaha memahami sensasi aneh yang menguasai dirinya. Sementara itu, lelaki muda bernama Delon itu duduk tidak jauh darinya, memperhatikan Emely dengan tatapan penuh kepuasan. Senyumnya menunjukkan bahwa ia menikmati momen ini, dan sepertinya lelaki itu makin yakin bahwa dirinya akan mendapatkan apa yang diinginkan. Dengan langkah mantap, ia bangkit dari duduknya dan mendekat pada Emely. Kini, Delon duduk tepat di samping wanita cantik itu, si primadona kampus. “Emely, apa yang terjadi?” tanyanya. Suaranya penuh perhatian. Ia membelai lembut rambut panjang Emely. Gerakan yang seharusnya menenangkan, tetapi justru membuat Emely makin tidak nyaman. “Apakah kau butuh bantuan?” bisik Delon. Wajahnya makin dekat, menimbulkan rasa sesak di dada Emely. Dalam hati, wanita itu merasa pengap sehingga berusaha menjauhkan punggungnya dari Delon, menciptakan jarak antara mereka. Emely tahu, Delon sudah sejak lama tertarik padanya, tetapi dia merasa sebaliknya. Sama sekali tidak tertarik pada lelaki itu. Semua lelaki, menurut pendapatnya, sama saja. Bajingan! Seperti si pria tua bernama Blue Sinclair. Bajingan dan murahan! Emely menegakkan punggungnya, menatap lelaki itu dengan mata yang penuh keangkuhan. “Aku baik-baik saja. Aku tidak butuh bantuan apa pun. Terima kasih!” Suaranya dingin dan tegas. Dengan langkah mantap, Emely beranjak dari sisi Delon, melangkah lebar menuju toilet. Rasa panas yang membakar tubuh membuat langkahnya sedikit terburu-buru, seolah-olah ia sedang berusaha melarikan diri dari sesuatu yang lebih dari sekadar pandangan. Di sisi lain, Delon menatap Emely dengan tatapan tajam. Hatinya bergejolak penuh kemarahan dan rasa benci yang mendalam. ‘Dasar wanita sialan! Dari dulu tidak pernah berubah! Kau terlalu sombong, Emely!’ batinnya. Rasa frustasi itu makin menguatkan tekadnya. Lihat saja, malam ini kau akan menjadi milikku. Dan, lihatlah bagaimana aku akan melemparkan tubuh telanjangmu ke jalanan! Ancaman itu terdengar yakin dalam benaknya, seolah-olah menciptakan gambaran jelas tentang apa yang ingin dilakukannya. Delon bangkit dari duduknya, menyusul Emely dengan cepat. Setiap langkahnya penuh niat jahat. Entah hal buruk apa yang akan ia lakukan terhadap Emely, si kucing seksi dan liar itu.*** Di jantung kota Milan, berdiri megah Duomo di Milano, sebuah katedral ikonik yang menjadi saksi ribuan kisah cinta selama berabad-abad. Hari ini, katedral itu menjadi tempat sakral di mana Blue dan Emely akan melangsungkan pemberkatan pernikahan mereka. Setelah perjalanan panjang selama dua bulan yang penuh persiapan dan harapan, akhirnya pasangan itu sampai di titik ini—momen yang telah lama mereka nantikan. Di hadapan Tuhan, mereka akan berjanji untuk sehidup semati, mengikat cinta mereka dalam ikatan suci yang tak tergoyahkan. Hari itu, suasana di sekitar katedral penuh dengan kehangatan dan antusiasme. Keluarga besar dari berbagai penjuru datang, khusus untuk menyaksikan pernikahan Emely, salah satu cicit dari keluarga Blaxton. Di sisi lain, keluarga Sinclair tak kalah antusias. Jika dibandingkan dengan pernikahan Blue sebelumnya, kali ini seluruh keluarga Sinclair, dari berbagai generasi dan wilayah, hadir untuk memberikan restu mereka. Keindahan katedral Duomo di Milano
Mendengar cerita Amara, tiba-tiba suara berat Erlan memecah suasana. “Mommy sama Daddy berendam di mana, Nak? Bareng sama Amara?” tanyanya dengan nada penasaran campur curiga. Sejenak, ruangan itu mendadak hening. Semua mata kini tertuju pada Erlan, termasuk Blue dan Emely. Wajah Emely langsung memanas, tubuhnya sedikit kaku. Dia menggigit bibir bawahnya, merasa gugup mendengar pertanyaan sang ayah. Apalagi ketika pikirannya melayang ke momen-momen intim antara dirinya dan Blue di jacuzzi tadi. ‘Aduh, bisa gawat kalau Daddy tahu apa yang terjadi tadi di jacuzzi,’ batinnya cemas. Sementara itu, Blue terlihat sangat tenang—mungkin terlalu tenang. Sikap santainya yang berlebihan justru membuat Emely semakin gelisah. Amara, yang polos seperti biasanya, mengalihkan pandangannya ke arah Erlan. Matanya berbinar cerah saat menjawab, “Tidak, Grandpa. Tempatnya terpisah. Aku berenang di luar bersama teman-teman, sedangkan Mommy sama Daddy berdua saja di dalam ruangan. Mereka berendam di jac
*** “Mommy, Daddy, kenapa pintunya ditutup?” tanya Amara, sambil berdiri di dekat pintu ruangan jacuzzi. Wajah mungilnya menatap bergantian antara Blue dan Emely dengan rasa penasaran. Baru saja Amara masuk ke dalam ruangan tempat Blue dan Emely berendam, diantar oleh seorang petugas yang berjaga di kolam renang luar. Sementara itu, Blue dan Emely sudah keluar dari jacuzzi dan sedang mengganti pakaian serta mengeringkan tubuh mereka. “Pintunya memang harus ditutup, Nak. Ruangan ini memang khusus untuk privasi orang dewasa,” jawab Blue dengan suara lembut. “Tapi, ‘kan di luar juga ada orang dewasa, Daddy,” Amara balas sambil melipat kedua tangan di dada, tampak berpikir keras dan menatap sang ayah dengan ekspresi penasaran. “Begini, Nak. Di luar itu terbuka, ramai, dan orang-orang bebas masuk. Tapi di sini, di ruangan ini, kita mencari ketenangan. Jadi, orang yang masuk ke sini memang sengaja mencari suasana yang lebih tenang dan privasi. Itu sebabnya pintunya harus tetap tertutu
Namun, tiba-tiba, dengan gerakan sigap, Blue mengangkat tubuh ramping Emely dengan mudah ke atas pangkuannya. Air di jacuzzi sedikit bergolak akibat gerakan mendadak itu. Emely memekik kecil, terkejut dengan tindakan pria itu. Namun, dengan refleks, kedua lengannya segera melingkar di leher kekar Blue, berusaha menyeimbangkan diri. Tatapan mereka bertemu dalam jarak yang begitu dekat. Emely memandang Blue dengan mata yang sedikit membesar, penuh rasa gugup. Di sisi lain, Blue hanya menatapnya dengan tatapan intens penuh kekaguman. Sorot mata pria itu seolah mengungkapkan sesuatu yang lebih dalam daripada sekedar cinta. Blue tersenyum kecil, sebuah senyum yang menawan dan sarat makna. Baginya, gadis cantik di hadapannya ini adalah segalanya, membuatnya tak pernah tergoda oleh ribuan wanita lain yang menawarkan diri di luar sana. Bagi Blue, Emely adalah satu-satunya, makhluk Tuhan yang diciptakan khusus untuk dirinya. "Kau sangat cantik, Emely," bisik Blue dengan suara yang rendah,
Mendengar saran itu, Emely langsung memasang ekspresi jenaka. Ia menatap Blue dengan tatapan seolah tak habis pikir, lalu melengos sambil menyilangkan tangan di depan dada. "Tidak. Aku tidak mau. Nanti kolom komentar dibanjiri ejekan dari mereka. 'Calon suami Emely sangat tua.' Pasti begitu yang akan mereka tulis," balasnya santai namun penuh sindiran. Bukannya tersinggung, Blue justru tertawa renyah mendengar ucapan gadis itu. Tawanya lepas, membuat Emely sedikit heran dengan reaksinya. "Dicoba saja dulu. Siapa tahu, komentar mereka justru positif. Nanti kita buktikan bersama," balas Blue, masih dengan senyuman nakal di wajahnya. Namun, Emely tetap bersikeras menolak. Bukan karena takut prediksinya terbukti atau malas melakukannya, tetapi lebih karena ia khawatir teman-temannya di media sosial akan heboh. Ia tahu, banyak dari mereka yang akan caper atau mencari perhatian pada Blue begitu melihat kebersamaan mereka. "Sudahlah, kamu nggak usah aneh-aneh, Blue," tukas Emely dengan
*** Acquatica Park… Acquatica Park adalah salah satu destinasi favorit di kota Milan, Italia, yang dirancang khusus untuk memberikan pengalaman berenang yang menyenangkan bagi anak-anak dan orang dewasa. Tempat ini dikelilingi taman hijau yang asri, dengan kolam renang modern yang terbagi menjadi beberapa area, seperti kolam anak-anak dengan seluncuran mini, pancuran air warna-warni, serta kolam dewasa yang dilengkapi jacuzzi dan zona relaksasi. Bangunan utama Acquatica Park dihiasi dengan arsitektur bergaya minimalis modern. Ada area cafe yang menyajikan kudapan ringan dan minuman segar, lengkap dengan kursi-kursi santai di tepi kolam. Di sekitar kolam anak-anak, terdapat banyak payung dan bangku untuk orang tua yang ingin mengawasi anak mereka sambil bersantai. Begitu mereka tiba di sana, Amara tampak begitu bahagia. Mata gadis kecil itu berbinar-binar melihat air biru yang jernih serta seluncuran warna-warni yang berkelok-kelok di kolam anak-anak. "Uwah, Mommy! Daddy! Liha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments